Sharing By Rey - Bosan tinggal di Jombang dan ingin sekali pulang ke Surabaya.
Entahlah, nggak tahu pengen nulis apa.
Yang jelas lagi bad mood aja, mungkin karena kalah lagi ama si setan yang selalu menggoda hingga begadang dan akhirnya gak bisa puasa hari ini :(
Juga mungkin karena tekanan-tekanan hidup akhir-akhir ini.
Atau karena semalam habis browsing dan ketemu teman-teman dari kampung halaman dahulu yang dulunya cupu kini jadi hebat.
Yang dulunya cantik udah pada nikah dan diam di rumah jagain anak, dulu hidupnya kekurangan tapi kini bisa banggain ortunya.
Ingin Sukses Dan Membanggakan Orang Tua
Keadaan seperti itu membuat aku teringat ortu sendiri.
Dulu kami bukan orang yang 'berada' tapi bukanlah juga termasuk pada keadaan yang sangat kurang, aku masih bisa bersekolah hingga ke perguruan tinggi (meski swasta) dan jauh dari ortu, meski untuk membayarnya mama harus bekerja keras memeras keringat tanpa harus memperdulikan keadaan diri sendiri.
Baca : Suatu Hari Menunggu di Sudut Tunjungan PlazaYup, di saat para ibu - ibu yang lain (meski hanya ibu rumah tangga) bersolek cantik tiap ke mana-mana, bahkan di rumah. Mamaku malah ke kantor dengan wajah polos tanpa make up meski itu bedak tipis.
Bukannya gak punya waktu untuk dandan, cuman mama lebih sayang jika uangnya terpakai buat beli kosmetik, lebih baik dipakai buat keperluan sekolah anak atau rumah tangga.
Hidup dengan suami yang egois membuat mama jadi seperti itu, beliau bagaikan single parents meski di rumah ada seorang kepala rumah tangga.
Bagi ortuku (khususnya mama) pendidikan anak itu yang paling penting, karena pendidikan itu adalah bekal hidup mandiri di kemudian hari.
Syukur Alhamdulillah, dengan susah payah sampai nyaris stress aku akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi yang entah dari mana kepikir harus mengambil skripsi dengan tema kekuatan baja yang sejujurnya aku nyaris gak sanggup ngerjakannya tanpa tempat bertanya ataupun bimbingan memuaskan dari dosen :(.
Demi penderitaan mama akhirnya aku bisa menyelesaikan kuliah selama 4,5 tahun dan lulus dengan nilai sangat memuaskan dan kurang 0,07 jadi Cumlaude.
Saat wisuda terlihat jelas di mata mama kepuasan beliau dan sejuta pengharapan atas aku, dan setelah wisuda dengan penuh pengharapan mama berharap aku pulang ke Buton agar bisa berkarya di dekat mama dan membahagiakan mama.
Namun sayang, gejolak hati remaja (dewasa yang tertunda) masih menyelimutiku membuatku menolak harapan mama dan memilih tetap tinggal di Surabaya dan mencari kerja di tempat swasta (dalam pikiranku saat itu bekerja di kota besar lebih puas dan yang pastinya masih bisa dekat pacar).
Dan akhirnya dengan berat hati mama ngalah dan membiarkan aku berkarya sesukaku, meski masih penuh harap aku mau pulang dan menjadi PNS di Buton agar masa tua terjamin.
Kenyataannya aku akhirnya menikah dengan pacar aku dahulu dan terdampar di kota Jombang sebagai ibu rumah tangga yang kerjaannya gak jauh2 dari masak, urus anak, nyuci, nyetrika,beresin rumah dll.
Menyesali Keputusan Suami Yang Egois
Aku gak kuat, ini bukan aku, bukan keinginanku, bukan keinginan ortuku, bukan keinginan keluargaku...
Baca juga : Ketika PNS memanggil (lagi)Tapi apa daya, sejak menikah suami udah kusarankan untuk kerja di Surabaya saja agar bisa berjuang bersama, dan lagipula dekat keluarga suami. Namun karena keegoisan suami, tetap aja ngotot bekerja di proyek luar kota (Jombang) meskipun kedudukannya hanya sebagai karyawan kontrak proyek, yang mana proyek selesai maka kontrak kerja pula selesai.
Aku yang saat itu sudah mempunyai pekerjaan tetap di sebuah perusahaan kontraktor swasta pun tetap harus ngalah demi egonya :(
Kenapa harus ngalah? ya iyalah, aku gak tahan 'sendiri' di rumah mertua, setelah punya anak akhirnya kami yang sebelumnya sudah mandiri dengan mengontrak sebuah rumah di daerah Waru.
Akhirnya kembali lagi ke rumah mertua sejak anak lahir dan bingung meninggalkannya tanpa pengawasan langsung dari keluarga, kenapa gak ajak mama tinggal disini?
Jelas saja aku gak mungkin tega memaksakan kehendak LAGI pada beliau, mamaku lebih mencintai daerah asalnya di Buton, jelas saja beliau keberatan jika harus meninggalkan Buton dan tinggal di Surabaya demi EGO ku atau dengan kata lain juga demi EGO suamiku.
Gak sampai setahun tinggal di rumah mertua, aku mulai gak tahan lagi, gimana gak? di rumah tersebut masih ada adik2nya serta kakak2nya sering berkunjung ke situ, suamiku ada 7 bersaudara.
Jadi bisa dibayangkan aja gimana stresnya aku yang seumur hidup gak pernah tinggal di rumah yang ramai seperti itu, terlebih lagi saat adiknya berniat menikah, mulailah stres semakin tinggi menerpaku.
Orang-orang kuno sering berkata, kalau gak baik dalam serumah ada lebih dari 3 kepala keluarga, yup memang benar, urusannya akan runyam.
Mulai dari masalah pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga, yang mana seikhlas-ikhlasnya aku, jadinya bosan juga jika merasa harus mengeluarkan lebih banyak pengeluaran hingga aku gak bisa punya tabungan sendiri. Trus kalo gitu apa gunanya aku kerja?
Akhirnya karna bosan berantem dan suami gak pernah menawarkan solusi, aku akhirnya memberanikan diri untuk resign dari tempat kerjaku yang kebetulan saat itu ada tekanan yang lebih di tempat kerja.
Karna pusing baik di kantor maupun rumah stres mulu, akhirnya aku ngalah dan mengikuti suami tinggal di Jombang.
Benci Dengan Keadaan Kota Jombang
Dan bagai keluar kandang macan masuk kandang singa, seperti itulah aku...
Aku benci Jombang, gak ada makanan enak, adanya makanan-makanan Jawa, aku gak seberapa suka masakan Jawa. Udah kotanya sepi, UMR dibawah rata-rata, apa-apa mahal pula, ngontrak rumahpun mahal.
Baca juga : Jangan Diskriminasi Aku, Wahai Para Ibu Yang 'Beruntung'Awalnya kami cuman ngekos di sebuah kos rumah tangga, namun seperti biasa aku gak bisa betah dgn suasana yg ramai dan tetangga yang suka ngegosip, di tambah pula airnya cuman air sumur yang ngebuat aku sedih banget liat baju2 jadi kusam dan bau :(. selain itu aku sedih karena barang2ku di rumah mertua gak keurus lagi.
Akhirnya kami mencari rumah kontrakan dan suami menemukan di jalan Cokroaminoto, Jombang. Namun sayang, suami hanya memikirkan ongkos sewa tanpa memikirkan perasaan dan kenyamanan aku dan anak yang notabenenya akan tinggal seharian di rumah tersebut.
Rumah tersebut cukup besar, dengan harga sewa 4 juta setahun (mahal juga), ada 3 kamar tidur namun ukurannya kecil2, ada perabotannya (ranjang+kasur 2 buah, lemari dan meja makan), listriknya berdaya 900 (namun anehnya make apapun gak pernah mati), airnya ada PAM dan sumur pompa.
Namun sayangnya bangunannya sudah tua dengan kondisi dinding lembab, saat musim penghujan datang bertambah pula stres diriku, lembab di dinding menjadi sasaran empuk bagi jamur, semua perabotan jadi berjamur, tak ketinggalan barang2 kesayanganku seperti baju, sepatu dan tas yang akhirnya banyak yg rusak karena jamur.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi bocornya atap didapur serta di kamar, serta air yang merembes dari dinding serta lantai (parah banget deh yang bangun tuh rumah).
Kondisi tersebut semakin ditambahin dengan letaknya yang berada di sebuah gang kecil, kepala rasanya berdenyut-denyut tiap hari bising oleh ibu-ibu yang sukanya bergosip tepat didepan rumah, dan karena di dalam gang stresnya pas buka pintu lsg deh ketemu jalan dan langsung deh anak2 tetangga yang nakal serta kakinya kotor masuk mengacaukan mainan anak, huaaaaa.....
Gak sampai setahun aku udah gak kuat lagi, akhirnya suami mencari kontrakan di daerah perumahan, dan dapat di perum Jaya Abadi, dari luar sih kayaknya lumayan, ada pagar meski gak dicat, tapi ternyata gak ada dapurnya, serta airnya cuman menggunakan sumur pompa saja. Lokasinya sepi.
Seperti biasa, suami langsung semangat karena harganya sedikit murah, hanya 4,5 juta setaun (menurutku itu mahal untuk rumah sekecil dan fasilitas seminin dan tanpa dapur ini.
Ada beberapa yang lain cuman sewanya sekitar di atas 6 juta, gila ya di Jombang ini, udah gak produktif, apa-apa juga mahal, sebel deh.
Dan ternyata akhirnya aku ikut juga, awalnya sih lumayan tenang menikmati halaman yang berpagar hingga anak bisa aman bermain di luar, ada garasi hingga gak perlu stres dgn tetangga yg manyun karena suami parkir di depan rumahnya dan stres juga parkir kendaraan dipinggir jalan takut hilang.
Namun ternyata lama2 kesal juga dgn kondisi dapurnya yg akhirnya benerin sendiri dibagian belakang namun bocor terus, genangan air di halaman belakang yang gak ber saluran pembuangan, dan parahnya air sumurnya membuat anakku gatal2 hingga kakinya kayak orang korengan, huaaaaaa,,,,,,,,, :'( , kalo listrik mati stres ga ada air daaannnn baju2 jadi kusam
Benci banget tinggal di Jombang.......
Dan parahnya lagi karna aku jualan Frozen Brownis melalui online dan menerima pembelian langsung jadinya pintu rumah terbuka terus, eh ternyata malah yang datang peminta2, ngamen, peminta sumbangan, paksaan ikut arisan, benci banget di Jombang ini...
Orangnya menyebalkan, kalo ada yang usaha pada sirik aja, jadi paksaan sumbangan selalu datang...
Coba di Surabaya yang datang juga orang yang pengen rasain kuliner unik.
Pokoknya beteeeeehhhhh banget,,, betehhhhh banget benci banget JOMBANGGGG :(
Aku gak bersyukur? tenang aja, ini cuman ledakan stres, aku masih mensyukuri kok nikmat lainnya, hanya ingin sekali waktuku, ilmuku dan kemampuanku tidak mubazir :(
heheheh... cerita dan perjalanannya seru jug, kayak beda - beda tipislah dengan hidup saya Mbak. Penuh Lika liku dan Luka - luka.Namun masih tetap menyenangkan. :)
BalasHapusBiar ilmu dan Kemampuan Mbak Ngak mubazir, coba dech buat konten tetang ke ilmuan Mbak, siapa tahu nnti bakalan dapat project dari teman2 blogger, walau mungkin tidak besar paling tidak itu adalah langkah awal untuk mendapatkan project selanjutnya.
Rezeki tak ada yg tahu loh.....dari mana munculnya.
Siapa tahu kelak banyak orderan via online karena ke ilmuan Mbak. Kan lumayannn... buat tambahan beli bawang putih. hahahahh....
Coba dech buat kontent seputar pengalaman dan keilmuan Mbak tentang Teknik Sipil secara konsisten....
kalaupun ngak dapat uang , yach dapat Pahala. :)
buakakakkakakak... kang Nata beneran mengobrak abrik curhatan lama saya yang lumayan geli kalau dibaca lagi, saya dong udah lupa pernah nulis ini,
HapusTapi juga sekaligus bersyukur pernah menuliskan hal ini, lalu dikomen kang Nata, jadi membaca lagi keadaan saya dahulu dan bikin saya tak henti merasa bersyukur :)