Sharing By Rey - Menjelajah wisata kota Solo akhirnya bisa kami lakukan, setelah keesokan harinya, kami check out dari hotel sekitar pukul 08.30.
Dan seperti biasanya, kami belum punya rencana mau ke mana, si papi mengusulkan ke Keraton saja, terlebih si kakak Darrell ribut aja pengen ke Keraton Jogja namun kami terlalu malas untuk terus ke Jogja karena sudah berkali-kali ke sana.
Lagi-lagi dengan mengandalkan bantuan pemandu jalan si mbak Google, kami akhirnya sampai di Keraton, meskipun tetap kecele karena kami dipandu untuk parkir di tempat yang ampun jauhnya huhuhu.
Menjelajah Keraton Solo
Kami parkir di entahlah apa namanya, dari parkiran tersebut terlihat bangunan yang bertuliskan pasar Klewer.
Si papi bertanya apakah saya mau masuk window shooping, dan dengan mantap saya tolak.
Atuh mah, yang benar saja mau beli-beli di pasar sambil gendongin bayi, sigh.
Dengan menolak banyak ajakan bapak-bapak yang mengerubungi kami untuk menawari becak, kami memutuskan berjalan kaki.
Secara, kami berjalan sambil bawa stroller, masa iya bisa naik becak, aneh-aneh saja si bapak tersebut.
Meskipun akhirnya kami harus ngos-ngosan jalan kaki menuju bangunan Keratonnya, dan melewati jalan yang sempit dengan kendaraan yang banyak yang beberapa nyaris menyerempet kami.
Sampailah juga kami di tujuan dan disambut dengan super kecele, ternyata banyak dong yang boleh parkir di halamannya, terus ngapaiiinn kami parkir jauh amir sambil jalan kaki gendongi bayi dan dorong-dorong stroller di jalan yang ramai? huhuhu.
Si kakak juga gak ketinggalan mau pose |
Sampai di Keraton, suasana gak asyik langsung menerpa kami, belum juga hilang ngos-ngosan kami, beberapa bapak-bapak mulai mengerubungi kami menawarkan jasa becak dan pemandu.
Meskipun sudah saya jelasin berkali-kali, kalau kami gak mau keliling, cuman di halaman itu doang sambil foto-foto sesuka kami, para bapak-bapak ditambah mbak-mbak yang nenteng kamera gak berhenti mengganggu kami, hiks.
Atuh mahhh...
Saya tuh sedang rempong gendong bayi yang tertidur, gak mungkin banget bisa ikutan tur kayak orang-orang, yang mau kami lakukan adalah cuman foto-foto aja tanpa dikte dari orang lain.
Nantilah kalau anak-anak sudah besar dan ngerti, kami insha Allah bakal balik di situ dan mengambil jasa pemandu agar anak-anak lebih ngerti sejarahnya.
Hanya beberapa menit kami di situ, dan akhirnya memilih menjauh dari halaman keraton, sambil menempuh jalan baru yang akhirnya kami tersadar kalau jalan tersebut buntu adanya, alhasil kami ngos-ngosan kembali ke jalan awal hahaha.
Si emak dan kakak sibuk pose, si bayi mah anteng tidur |
Banyak spot foto kece, sayang fotografernya kurang handal motret, lol |
Pede aja gitu cari jalan tembusan, ternyata buntu hahaha |
Mi, bau pipis kuda ya, hahaha |
Mencicipi Dawet Kota Solo Yang Murah Meriah
Tak menunggu waktu lama kami akhirnya kembali ke mobil, sebelum pergi saya tergoda dengan dawet ayu yang dijual di parkiran tersebut, kata papi biasanya enak dan unik, uniknya karena disajikan dalam mangkuk tanah liat.
Dan sayapun membelinya dengan harga 7 ribu rupiah, lucky us rasanya enak, mungkin juga efek matahari panas setelah gerimis kecil melanda sejenak.
Dawet ayu, enak banget karena isinya macem-macem, dari nangka dan sebagainya |
Dari area Keraton, kami bingung lagi mau ke mana, saya ingin mengunjungi rumah bapak presiden kita, pak Jokowi.
Tapi pas liat di Google Map ternyata lokasinya masih jauh dari tempat kami saat itu berada, saya mengusulkan mencari bubur bayi dengan bantuan Google, sayangnya sudah berkali-kali kami bolak balik di jalan yang dituju, kami sama sekali gak menemukan bubur yang dimaksud.
Papi lalu mengusulkan mengunjungi Monumen Pers Nasional, dan hanya beberapa menit sampailah kami ke lokasinya, tentunya dengan bantuan panduan dari si mbak Google juga.
Monumen Pers Nasional Kota Solo
Gedung Monumen Pers Nasional Solo berada Jalan Gajahmada No.76, Timuran, Banjarsari, Kota Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
Monumen ini adalah bangunan bersejarah dan museum yang menyimpan lebih dari satu juta surat kabar dan majalah sejak masa sebelum dan sesudah Revolusi Nasional Indonesia dari berbagai daerah di Nusantara.
Setelah mengisi buku tamu, kamipun masuk dan melihat-lihat isi musiumnya.
Suasana gedung tersebut sangat sepi di hari itu, mungkin karena orang-orang banyak yang sudah masuk bekerja di hari tersebut.
Para lelaki bahagia, kayaknya yang dewasa aja deh, yang bayi kelaparan, lol |
Saat masuk, kami langsung disambut oleh pagelaran foto-foto yang berhasil dihimpun para wartawan saat peristiwa tragedi tahun 1998 lalu.
Selain itu, ada banyak pajangan foto masa lalu, kamera jadul, lengkap dengan lensa yang segede gaban plus mesin ketik kuno dan semua hal yang berbau pers tentunya.
Di bangunan sayap kanan ada pajangan beberapa koran masa lampau dari berbagai daerah di seluruh penjuru nusantara.
Sudah lama juga ya monumen ini |
Sedang ada pameran Refleksi Peristiwa Mei 1998 |
Kok warnanya sama ya dengan patung, lol. |
Kentongan (eh benar gak sih namanya) di depan gedung Monumen Pers |
Setelah puas melihat-lihat di dalamnya, kami pun lalu mulai berkendara lagi, kali ini tujuannya jelas, yaitu mencari tempat makan, karena saya gak sempat sarapan di hotel.
Mencicipi Kuliner Bakmi Jowo Areng Di Solo
Dalam perjalanan, kami menemukan sebuah warung Bakmi Jowo Areng di jalan Moewardi, Kotabarat, Solo yang menjual Es Teler lengkap dengan makanan semacam Chinese Food dan ayam goreng.
Kami lalu memutuskan makan di situ saja, terlebih karena tempatnya masih sepi, jadi peluang terpapar asap rokok sangat sedikit.
Saya lalu menyiapkan makan siang si bayi, bubur instan Milna yang saya beli di Indomaret dekat Munomen Pers langsung saya seduh dengan air panas yang ada di termos yang kami bawa,
Alhamdulillah airnya masih panas, setelah siap kamipun turun dan memesan makanan sambil menyuapin si bayi.
Saya memesan ayam goreng tulang lunak dengan es teler, si kakak memesan mie ayam yang dengan mengernyitkan dahi saya mengiyakan saja, sedang si papi pesan paket ayam goreng lengkap dengan minumannya.
Si papi memutuskan menyuapi si bayi dulu, karena saya memang belum makan sejak pagi, maka disuruh duluan makan, Alhamdulillah ayam gorengnya enak, ditambah sambal yang enak, sejenis sambal matah tapi disiram minyak panas gitu.
Si kakak Darrell terbelalak saat pesanannya datang, usut punya usut dipikir mie ayam tersebut kayak mie goreng ayam karena emang gambarnya mirip mie goreng hahaha.
Akhirnya dia makan pesanannya si papi dan papi makan mie ayam yang manis tersebut hahaha.
Saya makan dengan kilat (seperti biasanya) agar bisa menggantikan papi menyuapi si bayi.
Setelah itu papipun makan dan saya terus menyuapi si bayi yang sebenarnya dia ogah membuka mulut.
Sampai akhirnya dia muntah sodara, ternyata dia gak suka bubur tersebut, dan barulah saya ngeh.
Si bayi ini sama sekali belum pernah mengenal makanan instan, sejak mengenal MPASI, dia hanya mencicipi makanan instan berupa biskuit Milna, bahkan saya belikan camilan berbentuk puff gitu dia gak mau, padahal rasanya enak kayak pisang goreng.
Sedih deh rasanya, semua isi perutnya keluar lagi hiks, untungnya kami selalu bawa tisue lumayan banyak di tas, sehingga muntahannya bisa kami bersihkan tanpa membuat si pemilik warung kesal hahaha.
Kami lalu bersegera membayar makanan, dan pergi dari situ. Si bayi terpaksa hanya puas dengan meminum ASI saja hingga akhirnya dia tertidur nyenyak.
Demikianlah cerita kami sehari menjelajah wisata kota solo dan mencicipi kulinernya, sampai jumpa di cerita selanjutnya.
Sidoarjo, 02 Juli 2018
@reyneraea
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)