Source : pixabay |
Assalamu'alaikum :)
Waktu kecil, ayah saya yang biasa kami panggil bapa atau bapak, selalu bilang,
"Punya anak perempuan itu sulit, setiap saat jantung berdebar-debar, takut anak salah jalan lalu menderita selamanya"Mama saya juga mengamini,
"Nak, perempuan itu seolah membawa rasa malunya di jidat, jadi sekali salah langkah, hidupnya akan jadi lebih sulit lagi dan meninggalkan rasa malu lebih besar bagi dirinya dan keluarganya"
Dulu, saya nggak terlalu mengerti, apa sebenarnya maksud kalimat tersebut yang sering disampaikan berulang kali pada kami, saya dan kakak yang kebetulan perempuan semua.
Sampai akhirnya, waktu berlalu, saya beranjak dewasa.
Saat masih di bangku STM, saya mendengar beberapa teman SMP saya yang perempuan, bahkan yang paling cantik-cantik, sudah pada memutuskan menikah muda.
Alasannya klasik, ada yang memang hamil duluan, atau ada yang dipaksa dinikahkan oleh orang tuanya, sebelum hal memalukan seperti hamil duluan terjadi.
Ada pula yang terpaksa dinikahkan dengan orang yang jauh lebih tua karena alasan ekonomi.
Di sekolah saya sendiri, saat STM, beberapa teman terpaksa putus sekolah, karena harus segera menikah demi perut yang semakin membuncit alias sudah hamil duluan.
Diam-diam saya mulai mengerti, mungkin inilah maksud kalimat berulang dari bapak dan mama saya. Mereka tidak ingin saya salah langkah, lalu akhirnya menikah muda dan meninggalkan sekolah saya.
Lulus dari STM, saya memutuskan kuliah jauh dari orang tua, dan hanya bisa pulang setahun sekali.
Dan ketika pulang, betapa sedihnya saya mendengar kabar beberapa teman saya yang sudah pada menikah muda tersebut.
Ada yang ternyata sudah cerai dan menikah kembali, dengan kondisi anak-anaknya terpaksa diasuh oleh orang tuanya.
Ada pula yang pas bertemu, penampilannya sungguh bikin pangling. Bagaimana tidak? teman tersebut dulunya merupakan bunga di kelas kami, karena parasnya yang cantik, serta tubuhnya yang terawat.
Sedang kini? teman tersebut tampil dengan badan kurus kering, sibuk menggendong bayinya, dengan tangan kanan kirinya menggadeng balita dan batitanya.
Wajahnya? nggak perlu ditanya, begitu kuyu dengan tatapan mata sayu seakan menceritakan hidupnya yang pedih.
Kabarnya, teman saya tersebut menderita batin dengan suaminya yang suka kasar terhadapnya, suka seenaknya memperlakukannya, malas mencari uang sehingga otomatis istrinya yang harus banting tulang mencari nafkah, dannn bahkan tidak segan memukul istrinya.
Tidak bisa disalahkan pula, suaminya juga tidak berbeda jauh usianya dengannya, masih sama-sama berusia belasan tahun dan sama-sama masih labil baik pemikiran maupun kondisi ekonominya.
Menjadi anak perempuan yang kuat berkat didikan bapak
Masa kecil saya, tidaklah seindah bayangan anak-anak lainnya, namun sekarang saya sadar, betapa saya sangat beruntung memiliki bapak yang sangat keras dalam mendidik kami.
Bapak memang memaksa kami, dan itu terlalu berlebihan, namun Alhamdulillah hasilnya bisa membuat saya jadi wanita yang kuat dan mandiri meskipun jauh dari mereka
Beberapa sikap bapak yang selalu memaksa kami demi menjadi anak perempuan yang kuat, seperti :
Bapak selalu melindungi kami dengan baik.
Beliau selalu memaksa kami untuk jujur jika ada orang lain yang jahat pada kami, baik itu kekerasan verbal maupun non verbal.
Karenanya, saya tumbuh jadi anak perempuan yang berani dalam membela kaum wanita, mungkin karena saya merasa ada bapak yang akan melindungi saya.
Pernah terjadi, saat saya duduk di bangku SMP, ada seorang teman perempuan saya yang selalu saja dibully oleh teman lainnya. Dia dibully karena kulitnya putih banget, hampir menyerupai albino.
Karena saya kasian, majulah saya membela dia di antara para teman lelaki yang memang bandel.
Hasilnya, seorang teman yang memang rajanya bandel, kesal dan mencubit pipi saya (nggak asyik banget yak, pakai cubit pipi, lol).
Sudah pasti saya nangis, dan sialnya lagi, paman saya yang memang guru di sekolah tersebut mendengar tangisan saya dan melaporkan pada bapak.
Bapak lalu menanyakan apa benar teman lelaki saya itu jahat pada saya, saya hanya menganggukan kepala.
Dan keesokan harinya di sekolah heboh, karena ada berita kalau teman saya tersebut dihajar oleh bapak saya, sampai disuruh berenang di lumpur.
Ya ampun bapak saya lebay banget, lol. Untung teman saya tersebut nggak dendam.
Karena perlindungan dari bapak tersebut, saya tumbuh jadi anak perempuan yang penuh percaya diri, dan menganggap kalau saya adalah perempuan yang hebat dan harus dihormati serta disayangi.
Thats why, saya menolak diperlakukan tidak adil oleh SIAPAPUN, dan saya bangga akan hal tersebut.
Bapak selalu melarang keras agar kami tidak boleh pacaran.
Nyaris setiap saat bapak selalu mengingatkan agar kami sama sekali tidak boleh pacaran dulu selama masih sekolah.
Bapak selalu bilang,
"Setelah kalian lulus dan sudah mandiri dengan punya penghasilan sendiri, kalian bebas deh mau dekat dan menikah sama siapa saja, mau sama orang satu suku kek, luar suku kek, bahkan sama orang beda negara juga gak masalah. Bahkan mau nikah sama beda agama juga oke. Asaaalll, kalian sudah mandiri dan punya penghasilan sendiri, agar tidak diremehkan orang lain"Mungkin karena itulah saya bisa menikah dengan pak suami yang orang Jawa, sedangkan sebenarnya keluarga besar gak suka orang dari suku Jawa, lol.
Baca : Rempongnya Pernikahan Beda Suku/Pulau/Logat Bahasa
Karena hal tersebut pula, saya jadi terhindar dari hal-hal diluar kendali, seperti hamil di luar nikah atau terpaksa menikah muda karena orang tua takut terjadi hal-hal yang dosa dan 'memalukan' serta kemungkinan terjebak dalam drama kehidupan yang seharusnya belum mampu ditanggung oleh usia saat itu.
Bapak selalu galak, tapi rajin mengajak kami ngobrol dan menyediakan waktu buat kami
Well, sudah sering saya singgung di setiap postingan saya, kalau bapak saya itu galaknya minta ampun. Betis saya sering banget biru-biru dihajar pakai tongkat waktu saya kecil.
Bukan hanya pukulan, bentakan pun sering dilakukan.
Namun, dibalik kegalakan tersebut, beliau malah jauh lebih ramah dan peduli dengan kami ketimbang mama.
Bapak selalu menyiapkan waktu untuk mengajak kami mengobrol, meskipun diselingi sambil kami makan, atau membantu mama di dapur.
Bapak selalu rajin menanyakan, apa cita-cita kami? kami mau sekolah di mana? kami mau kerjanya di mana?
Hanya satu yang beliau lupakan, beliau tidak pernah nanya, setelah dewasa dan menikah nanti, saya bakalan tinggal dekat dengannya, atau jauh darinya?
Huwaaaa.... saya kangen bapak! Mengapakah jarak ribuan kilometer memisahkan kita?
Karena hal tersebut, kami jadi punya waktu untuk mengungkapkan unek-unek kami, berbagi mimpi kami, dan menceritakan hal-hal yang menjadi kendala kami, entah itu masalah teman yang jahat atau masalah sekolah dan pelajaran.
ah... jadi mewek kangen bapak, sungguh saya rindu saat-saat seperti itu
Karena hal-hal tersebutlah, saya bisa berdiri di sini sekarang, jauh dari orang tua bahkan keluarga.
Sendirian di pulau Jawa yang berjarak ribuan KM bahkan lebih dari bapak.
Bisa bertahan meski saat dunia seakan tidak memihak pada saya.
Bertahan saat punya masalah dengan suami dan keluarga suami.
Bertahan dalam kesendirian.
Iya, secara tidak langsung seolah bapak membangun tameng dalam diri saya untuk punya kekuatan bertahan sendiri, melindungi diri sendiri dan menyembuhkan 'sakit' sendiri.
Thats why, beberapa hari yang lalu saya sempat shock plus trauma gegara di geruduk bapak-bapak sekampung dan mengancam mengusir saya dari komplek, yang mana saat itu saya hanya sendirian di rumah gak ada suami.
Baca : Drama Tetangga, Etika Membantu Agar Tidak Jadi Salah
Waktu suami pulang, eh dia biasa aja dong, nggak ada gitu mau datangin tetangga nyuruh ke rumah minta maaf ke saya, dia hanya datang aja ke sana lalu bilang, "orangnya udah minta maaf, mi"
Ya ampuuunn, minta maaf ke suami? sedang yang trauma istrinya?
Tapi ya sudahlah, dengan didikan bapak, saya bisa belajar menyembuhkan trauma dan sedih saya, semacam bisa recovery sendiri hahaha.
Source : pixabay |
Tentang hari anak perempuan sedunia
Tahu nggak sih? ternyata pada tahun 2012 lalu, PBB menetapkan setiap tanggal 11 Oktober adalah hari anak perempuan sedunia (International Day of Girl Child).
Awalnya, saya agak heran, mengapa harus ada hari itu? Apa karena waktu itu di dunia yang lahir anak perempuan semua?
Ternyata semuanya karena hal yang sama dengan kisah saya di atas.
Dari laman UN Women, Rabu (11/10/2017), ada sekitar 1,1 miliar anak perempuan di seluruh dunia.
Anak-anak perempuan ini tentu berhak mendapatkan kesempatan sama untuk menggapai masa depan yang cerah, di manapun mereka berada.
Sayangnya, kebanyakan anak perempuan tersebut kerap menghadapi diskriminasi, setiap harinya.
Bahkan faktanya, dalam setiap 10 menit, seorang anak perempuan mati karena kekerasan.
Di daerah konflik, kekerasan berbasis gender kerap meningkat.
Hal ini membuat anak perempuan rentan mengalami kekerasan fisik dan seksual, pernikahan dini, eksploitasi, dan perdagangan manusia.
Anak-anak perempuan di daerah konflik juga menjadi orang pertama yang akan berhenti sekolah. Sembilan puluh persen dari mereka berkemungkinan besar putus sekolah, dibandingkan anak-anak perempuan di daerah bebas konflik.
Hal ini tentunya membahayakan masa depan mereka untuk bisa memiliki kebebasan finansial sendiri.
(Liputan6dotcom)
Nyaris sama dengan kisah anak-anak perempuan, teman kecil saya di atas, sesungguhnya anak perempuan itu wajib dilindungi dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara-cara yang dilakukan bapak saya di atas, dengan catatan harus difilter, karena cara bapak saya adalah lebih ke pemaksaan, lol.
Anak-anak perempuan wajib dididik dan diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan dengan baik agar mereka bisa tumbuh menjadi lebih baik dengan kesempatan yang juga jauh lebih luas, dengan cara :
- Ajarkan agama sejak dini untuk membentengi mereka dari hal-hal buruk. Juga untuk memberi pengertian batas antara independent dan kodrat serta kewajiban sebagai seorang perempuan.
- Tanamkan ke benak dan pikiran mereka, bahwa mereka adalah sosok yang berharga, bunga cantik yang harus dijaga, harus dihormati, dengan begitu mereka bakal mencintai dirinya sendiri, dan tidak akan membiarkan orang lain berlaku semena-mena padanya.
- Beri kesempatan pendidikan setingginya kepada anak perempuan, meskipun mungkin pada akhirnya anak perempuan akan memutuskan jadi ibu rumah tangga saja, namun percayalah ibu rumah tangga dengan pendidikan yang lebih baik, akan bisa mengasuh anak lebih baik lagi.
- Ajarkan bahwa dunia ini luas dan penuh keindahan yang menanti untuk di explore, dengan begitu dia bakal selalu berusaha untuk mengejar impiannya, apapun yang terjadi.
- Mengajarinya untuk bisa membela diri sendiri, entah itu dengan ilmu bela diri (fisik) maupun cara-caranya misal, tidak diam saat disakiti atau dirugikan.
Semoga, dengan adanya hari anak perempuan internasional, akan berkurang jumlah anak perempuan yang mendapatkan diskriminasi di seluruh dunia.
Karena anak perempuan juga punya hak yang sama dengan lelaki, dan pada akhirnya akan menjadi seorang ibu yang bakal melahirkan anak-anak penerus bangsa dan dunia ini.
Mari didik anak-anak perempuan kita, agar menjadi anak perempuan yang tangguh dan kuat.
Semoga ya, aamiin :)
Sidoarjo, 28 Oktober 2018
Wassalam
Reyne Raea
kadang kita gak tahu maksud ayah kita, aayhku juga agak keras padaku tp ternyata aku mearsakan aku jd wanita kuat dan mandiri
BalasHapusBener mba :)
HapusSikap Bapaknya mirip bapakku (alm). Keras tapi family man
BalasHapusAlhamdulillah :)
Hapus