Apa itu Postpartum Depression? Awal saya mengenal istilah itu, saat mengikuti event yang diselenggarakan oleh Orami Parenting Club, tahun lalu.
Dan setelahnya saya menuliskan materi yang dibawakan oleh ibu Naftalia tentang Baby Blues dan Postpartum Depression tersebut.
Waktu itu, saya sepertinya kurang mengenali diri sendiri, atau mungkin tidak jujur pada diri sendiri, secara... siapa sih yang mau di cap depresi, yang mana dekat dengan gila, hehehe.
Tapi siapa sangka, setelah berkali-kali mengalami up down perilaku aneh dengan waktu yang amat berdekatan, dan menghasilkan bentakan demi bentakan hingga tak sadar menyakiti si kakak.
Lalu tiba-tiba saya sadar.
Sepertinya ada yang salah dengan diri saya.
Kehilangan Kesabaran Dan Amarah Yang Meledak-Ledak
Saya mengikuti event yang membahas PPD di atas sekitar akhir April 2018, saat itu si bayi telah berusia 6 bulan, sudah masuk waktunya MPASI.Sedikit ribet karena harus mengurus makanannya, tapi setidaknya lepaslah satu masalah, yaitu intesitas si bayi sering BAB mencret yang sejak lahir begitu sering, akhirnya berkurang.
Saat itu, saya sama sekali gak mengakui, kalau sebenarnya saya mengalami beberapa tanda dari depresi, seperti :
- Sering kesal mendengar tangisan si bayi, saking kesalnya, sering banget saya biarin dia nangis lama dulu baru saya hiraukan.
- Sering berpikiran aneh, semacam ingin melempar si bayi ke dinding lalu membayangkan kepalanya pecah (astagfirullah).
- Sering memikirkan mencelakakan si bayi dengan pisau, ya Allah hiks.
- Pernah melempar si bayi ke tempat tidur, untungnya gak kenapa-kenapa karena di kasur.
- Pernah memeras mulut si bayi karena dia nangis terus, sampai mulutnya merah, ya Allah, kenapa baru keingat sekarang ya? hiks.
Saya seriiinggg banget membentak bahkan sampai mengancam ingin membunuh dia.
Bahkan pernah saya memukul kepalanya, menjambak rambutnya, mendorongnya hingga giginya tanggal, ya Allahhhhh...
Saya bahkan sering banget mengatakan kalau saya menyesal punya anak, punya anak itu gak asyik, sungguh mengapa mereka harus hadir di dunia? bagaimana cara balikin lagi mereka, biar gak mengganggu saya?
Saya gak sanggup ingat, tapi harus saya tulis di sini, agar saya sadar bahwa SAYA TIDAK SEDANG BAIK-BAIK SAJA!
Parahnya lagi, semua hal tersebut saya lakukan saat tidak ada orang di rumah, alias hanya saya berdua dengan bayi atau bertiga dengan si kakak.
Lalu.. SETELAHNYA SAYA LUPA!
Mungkin saja saya gak lupa, mungkin saya menganggap itu wajar, karena sebenarnya saya memang seorang ibu yang tidak sabaran sejak dulu.
Namun setelah saya pikir-pikir, saya tidak sesadis ini dulunya hiks.
Memang sih, semuanya tidak terjadi begitu saja, saya kesal pada si bayi karena dia gak bolehin saya mandi, sedang saya gak kuat gerah dan lengket.
Saya teriak ke kakak Darrell karena dia semakin menyebalkan, semacam mengalami kemunduran dalam kemandirian.
Saya lupa, kalau hal tersebut bisa saja karena dia shock punya adik dan kena marah terus, huhuhu.
Mengulik Penyebab Depresi Tersebut
Saya mulai curiga bahwa ada yang salah di diri saya, setelah saya berkali-kali menangis dalam sholat, berkali-kali memohom ampun pada Allah atas semua keberingasan saya, lalu kemudian terjadi lagi.Saya takut sekali, Allah mengabulkan teriakan saya, yang selalu mengancam si kakak untuk mati saja, huhuhu.
SAYA TIDAK SEDANG BAIK-BAIK SAJA!
SAYA BUTUH BANTUAN!
Sayangnya, mencari bantuan tidaklah semudah itu.
Saya lalu curhat pada suami, dan seperti biasa, beliau diam saja, hingga akhirnya saya teriak-teriak dan saya malah kena tampar.
Hiks, itu pertama kalinya si papi berani menampar saya, meskipun aslinya bukan semacam tamparan, hanya semacam refleks dan seperti mengelus pipi, tapi sakitnya tertanam sampai ke dasar hati yang paling dalam.
Dan saya makin beringas saja, hiks..
Sampai akhirnya, beberapa waktu lalu, saya melihat postingan-postingan orang tentang PPD, baby blues.
Dan juga postingan mba Pungky Prayitno di Instagram, saya jadi mulai menduga-duga, bahwa sepertinya saya memang sedang depresi.
Dan yang paling memungkinkan adalah saya terkena postpartum depression atau kondisi depresi yang mengenai ibu selepas melahirkan, setelah masa baby blues berlalu.
Mungkin terasa aneh, karena saya adalah bukan ibu baru, saya melahirkan anak kedua.
Padahal biasanya PPD menyerang ibu baru dengan usia yang masih muda.
Terlebih, saat melahirkan si kakak dulu, seingat saya, gak ada gejala depresi yang menimpa saya, mengapa justru anak kedua malah saya depresi?
Ada banyak hal yang menurut saya menjadi penyebab depresi saya, di antaranya :
1. Saya terlalu lama menanti anak kedua, dan sepertinya sudah tidak mengharapkan anak lagi
Sesungguhnya, cita-cita saya adalah pengen punya anak minimal 3 orang.Tapi, setelah si kakak lahir, saya menanti bertahun-tahun lamanya, si adik tak kunjung datang.
Lalu, saya mengalami beberapa titik balik kehidupan khususnya dalam hal keuangan, yang membuat saya balik lagi kerja kantoran.
Lalu bertahan setahun saya resign lagi, karena ternyata saya tidak sanggup melihat mata sedih si kakak yang harus dititipkan di daycare dan juga dia semacam protes dengan jadis ering banget sakit-sakitan.
Saat resign lagi yang kedua kalinya, saya jadi nyaman dan terbiasa mengurus si kakak sendiri, saya jadi bahagia si kakak perlahan sudah mulai mandiri.
Saya merasa bahagia karena jadi punya banyak waktu mencari uang sendiri, salah satunya dengan berbisnis Oriflame.
Lalu tiba-tiba, saya hamil lagi.
2. Hamil kedua yang penuh dengan drama dan tantangan
Waktu akhirnya saya sadar kalau hamil kedua kalinya, terus terang saya gembira banget. Seribu satu rencana sudah mengendon di otak saya.Salah satunya dengan gak bakal terlalu lebay menanggapi kehamilan sekarang.
Saya gak mau ke dokter dulu sampai kandungan saya jelas.
Saya akhirnya memilih untuk membeli vitamin kehamilan sendiri.
Intinya, saya bertekad akan menjalani segala hal seperti biasa, mungkin hanya mengurangi intensitas hal-hal yang bikin capek banget.
Lalu tiba-tiba, seminggu kemudian saya ngeflek, panik minta ampun, selain takut dan malu mengecewakan mama karena sudah pede bilang ke mama.
Saya juga kepikiran hal-hal seram kayak kuret.
Duh saya lebay emang, tapi nyata.
Saya lalu ke dokter, dan berakhir dengan bedrest yang ternyata baru bisa bangun setelah usia kehamilan masuk trisemester 3 karena terkena hyperemesis yang parah banget.
3. Malu karena selalu hanya bisa menekuni sebuah profesi selama setahun saja.
Gara-gara hamil yang penuh drama tersebut, saya jadi gak bisa lagi fokus berbisnis Oriflame, jaringan hancur, downline bagai anak ayam kehilangan induk, dan para upline sibuk bertanyaaaaa terus kapan saya bisa fokus lagi.Pertanyaan mereka sungguh bikin saya depresi dan kesal bukan kepalang, semacam gak ada yang punya empati pada saya sama sekali.
Padahal, sewaktu saya serius mengerjakan bisnis sampai bergadang tiap hari, mereka selalu tampil memuji saya.
Padahal, tanpa mereka tanya, saya juga sudah sedemikian sedihnya, karena sebenarnya itu adalah kali kedua saya serius dalam bisnis Oriflame lagi, setelah di tahun 2014 saya serius berbisnis, lalu akhirnya berhenti setahun kemudian karena saya balik kerja kantoran di tahun 2015.
Setelah setahun kerja kantoran, saya resign lagi dan balik Oriflame lagi, eh setahun kemudian berhenti lagi dan akhirnya tahun 2018 memutuskan serius ngeblog, semoga jangan setahun saja terus padam lagi, huhuhu.
Sungguh, saya jadi semacam benci punya bayi lagi, karena akhirnya saya gak bisa meneruskan apa yang sudah susah payah saya bangun, hiks.
4. Kurangnya dukungan keluarga saat hamil dan melahirkan
Waktu hamil, saya melewati kurang lebih 6 bulan terkapar di kasur.Sungguh saya benci sekali masa itu.
Saking bencinya, saya sering uring-uringan dan si papi jadi ikutan kesal, hingga ikutan marah, lalu saya menjerit-jerit dan memukul perut saya, hiks.
Saya benci masa itu, saya lapar, tapi gak bisa makan.
Saya sedih liat si kakak makin kurus dan sakit karena tidak terurus.
Saya juga sedih liat papi yang nyaris dipecat dari kerjaannya karena sering bolak balik rumah demi melihat saya.
Saya benar-benar mabuk berat.
Saking gak nyamannya saya sering mengkhayal ada benda semacam tabung kehidupan kayak di film-film yang mana saya bisa masuk dan tertidur selama 9 bulan di sana, saya baru akan keluar tabung setelah saya melahirkan.
Jadi saya tidak perlu merasakan hal yang tidak nyaman tersebut.
Dan sedihnya, selama 9 bulan masa mengerikan itu, TIDAK ADA SATUPUN KELUARGA yang datang menjenguk saya.
Kata suami, dia yang melarang keluarganya datang menjenguk saya, karena saya gak suka siapapun datang ke tempat kami.
Padahal dia bisa saja kan mengfilter larangan tersebut, karena sesungguhnya saya gak mau dijenguk karena saya malu mereka liat rumah yang kayak rumah tikus, berantakan, bau dll.
Makanan penuh di kulkas sampai basi, setiap hari buang makanan.
Sungguh saya gak mau mertua liat keadaan itu.
Tapi, minimal, pak suami harusnya meminta mereka mengirimkan saya makanan or something like that, sebagai hiburan kalau ternyata keluarga suami masih peduli pada cucu mereka yang saya kandung itu.
Menjelang kelahiran juga sama, saya harus menelan kenyataan pahit, bahwa saya harus melahirkan hanya ditemani suami dan si kakak.
Meskipun sudah kami persiapkan segalanya, namun saat saya harus menanti giliran di bedah pada kamar tunggu yang dingin, tiba-tiba saya menangis melihat pasien lainnya ditungguin ibunya, hiks.
5. Terlalu memaksakan menjadi ibu yang sempurna
Akhirnya masa melahirkan pun tiba.Waktu pengalaman melahirkan pertama kalinya, si kakak dulu, saya memang shock gara-garanya dipaksa sesar sebelum waktunya, kandungan saya masih 36 minggu waktu itu.
Tapi.. selama di rumah sakit, ada ibu mertua yang mendampingi saya saat di pasang infus.
Ada dokter kandungan saya, dr. Suraiya Al-Djufri SPOG yang memeluk saya ketika punggung saya disuntik anestesi, ada banyak orang yang memegang tangan saya ketika saya dibedah.
Lalu setelah itu, ada suami dan ibu mertua yang menemani saya menikmati rasa sakit teramat sangat saat anestesinya hilang.
Besoknya mama saya datang, menyuapi saya, memandikan saya di RS, dan memberikan saya kesempatan beradaptasi dengan kondisi pasca lahiran, dengan mengambil urusan si kakak bayi selama hampir sebulan.
Thats why, si kakak jadi anak sapi aka minum sufor karena saya gak terlalu mencoba untuk bisa memberikan ASI.
Saya lebih memilih tidur nyenyak, menikmati masa kesembuhan luka sesar saya.
Sedang pada kelahiran anak kedua??
Saya menikmati rasa seram saat didorong menggunakan kursi roda pada lorong RS yang dingin dan sepi, papi gak bisa nemanin, di ruang operasi gak ada yang meluk saya, abis dokternya laki, masa iya saya dipeluk laki orang? euyyy..
Setelah habis sesarpun, saya tidak memberikan izin pada tubuh saya untuk beristrahat, saya mensugesti diri agar saya cepat sembuh karena anak gak ada yang urus.
Saya mandi keramas sendiri di waktu 30 jam pasca sesar.
Bangun sendiri, jalan ke kamar mandi sendiri, buka baju dan ganti pembalut sendiri, seolah saya lupa, bahwa 30 jam lalu, perut saya habis dibelah, ada bekas luka yang bahkan belum kering di sana.
Pulang ke rumah 2 hari pasca sesar, saya langsung nyuci baju kami yang dari RS, nyuci beberapa perlengkapan bayi yang kotor dari RS, beberes baju dari RS.
Semua saya lakukan sendiri, termasuk mandi sendiri, keramas sendiri, mandiin bayi sendiri, bangun menyusui sendiri.
Seolah-olah saya lupa, kalau luka sesar saya masih basah.
Sementara itu, saya juga harus menemani si kakak belajar, menemani dia ngerjakan PR Kumon yang makin hari dia bosan ngerjakannya tapi disuruh keluar juga gak mau.
Saya sungguh bangga pada diri saya sendiri, dulu.
Hingga tidak mau mengakui, ternyata saya terkena baby blues.
Saya jadi sering berhalusinasi bayi kami itu celaka.
Pernah suatu malam, saat saya baru saja tertidur, tiba-tiba saya terbangun karena si bayi nangis jerit-jerit.
Waktu itu kondisi lampu kamar agak temaram, karena saya gak suka tidur dengan kondisi lampu terang.
Saya kaget minta ampun, saat melihat si bayi seperti berlinangan darah, wajahnya penuh darah, merah membara.
Kira-kira sekitar 10 detik saya terpaku, sampai saya mengerjapkan mata berkali-kali, dan Alhamdulillah itu hanya halusinasi semata.
Warna merah semacam darah itu adalah warna baju si bayi yang kebetulan pakai baju merah, dan juga warna sprei kebetulan berwarna merah.
6. Karir si papi yang belum menentu
Di akhir tahun lalu, si papi bilang kalau proyeknya hampir selesai, saya jadi deg-degan, karena itu berarti dia bakalan kerja di proyek lain lagi, dan gak tau di mana.Ada beberapa tawaran di luar pulau, tapi manalah dia tega membiarkan saya bersama bayi dan anak sendirian di Jawa?
Akhirnya dia memilih istrahat dulu setelah proyeknya selesai, dan itu sungguh membuat saya tertekan.
Si papi gak kerja? terus kita makan apa?
Ya makan nasi lah, Rey! hehehe.
I mean, itu berarti dia bakalan mencari proyek lain, dan akhirnya dia terpaksa ikut di proyek yang ada di Malang, dan sukses membuat beban saya naik lagi, karena pak suami hanya bisa pulang 3 hari sekali.
Selama beliau di Malang, praktis semua hal saya yang kerjakan selama 24 jam, hiks.
Hanya sekitar 2 bulan di Malang, dia dipindahkan ke Lamongan, makin sedihlah saya.
That's mean makin jarang dia bisa pulang, dan praktis makin berat juga kerjaan saya.
Dan juga saya takut beliau kenapa-kenapa di jalan, dan terbukti akhirnya suami kecelakaan di Lamongan.
7. Masih banyak masalah dalam rumah tangga yang menggantung
Saya ingat, ibu Naftalia pernah ngomong, bahwa satu hal yang harus dikerjakan sebelum kita hamil dan punya anak adalah...MENYELESAIKAN MASALAH DENGAN PASANGAN.Hormon ibu hamil dan menyusui itu bakalan kacau banget, hal tersebut membuat ibu hamil dan menyusui suka mudah baper.
Termasuk saya yang masih saja mengingat kisah si papi yang chatting dengan mantannya di aplikasi chat, dan selama itu beliau ngotot itu gak selingkuh.
Katanya saya yang terlalu cemburuan.
Saya yang berpikiran negatif.
Entahlah, bagaimana bisa seorang suami mengatakan kangen, suami curhat mesra pada mantan pacarnya dulu, adalah hal yang berlebihan jika istrinya cemburu?
Kejadian tersebut tidak pernah berujung, karena pak suami menganggap dia gak salah, mungkin menurutnya selingkuh itu adalah tidur bareng ama wanita lain. duh yaaa..
Sedang saya tidak pandai selingkuh beneran atau minimal ikutan curhat ke suami orang, biar dia tahu bagaimana perasaan saya yang terluka.
Sampai akhirnya kami punya anak lagi, lalu dia kerja di luar kota, jarang pulang ke rumah dan jarang pula memberi kabar.
Lalu..
Bagaimana caranya saya bisa berpikiran positif?
Sedang dia masih aktif di grup WA yang ada para mantannya itu?
Duh ya, mengapa saya gak punya mantan pacar juga sih???
Hal tersebut menambah kegalauan saya, saat galau, lalu ditimpali anak yang rewel, si kakak yang lelet, sudah pasti semua kena bentakan dan sumpahan.
Ya Allah... huhuhu
8. Hal-hal yang belum kesampaian
Ada pula beberapa hal yang selalu mengganggu pikiran dan membuat saya sedih, seperti, saya ingin pulang melihat mama saya.Mama saya sudah tua, beliau tinggal sendiri dan lumayan jauh dari kakak saya.
Setiap hari beliau mengeluh, badannya bengkak karena penyakit tua yang mengganggu.
Saya sedih banget, takut menyesal, dan terlambat saat pulang tak lagi bisa melihat mama.
Tapi saya gak bisa pulang.
Karena apa? sudah pasti biaya lah.
Demikianlah, saya rasa masalah-masalah tersebut yang memicu saya jadi lost control terhadap sikap saya. Sering uring-uringan, lalu secepat kilat berubah jadi lembut.
Kasian banget si kakak, baru juga senyum melihat maminya senyum dan memeluknya, tiba-tiba saja maminya memekik, menyuruhnya ini itu.
Membentaknya, mengancamnya akan membunuhnya.
Bahkan si papipun berkata, dia sudah tak punya cinta pada saya, karena sekarang saya terlalu lost control banget.
Saya terlalu sering marah berlebihan, berpikir berlebihan dan saya selalu ingin mencelakai anak-anak bahkan diri saya sendiri.
Saya sedih banget mendengarnya.
Padahal saya sudah memberitahukan padanya, bahwa ada yang salah dengan diri saya.
Saya butuh tenaga ahli.
Tapi katanya saya berlebihan, saya tidak butuh psikiater atau apapun itu.
Orang dulu saja tidak pernah ada yang depresi sampai ke psikiater.
Kalau ada masalah cukup bicarakan dengan keluarga besar.
Padahal keluarga besar sering banget hanya menghakimi saya.
Duhai pak suami.
Tolong dengarkan kata-kata wanitamu ini.
Jangan tinggalkan dia saat dia butuh pertolonganmu.
Tolong dukunglah dia untuk sembuh.
Selama ini dia hanya bisa bertahan agar tidak mencelakai anak dan dirinya dengan cara menulis dan menulis lebih banyak lagi di blognya.
Lihatlah blognya ini, begitu rajin update.
Itulah caranya menyembuhkan pikirannya yang kalut.
Kalau memang belum bisa membayarkan psikiater untuknya.
Tolong dengarlah keluhannya.
Tolong pahamilah, kalau post partum depression itu MEMANG ADA DAN TIDAK APA-APA.
Bahwa itu NORMAL adanya.
Bersabarlah sejenak.
Kata teori, kekalutan PPD akan berakhir sendiri saat 2 tahun berlalu.
Kurang beberapa bulan lagi kok.
Bersabarlah sebentar.
Demi anak-anak yang tidak berdosa ini.
Semoga bermanfaat bagi saya dan ibu-ibu lainnya yang sedang mengalami hal yang sama. Setidaknya bisa mengenal apa itu postpartum depression dan apa penyebabnya.
Sidoarjo, 20 Februari 2019
Reyne Raea
mbak, saya merinding bacanya :( Ya Allah... emang perjuangan seorang ibu tuh gak akan pernah bisa ditandingi sama apapun ya.
BalasHapusMbak semangat terus yaaa~ Semoga Allah senantiasi memberikan kebahagiaan dan keberkahan untuk mbak Rey sekeluarga. Aamiin
Makasih mba sayang :*
HapusSama-sama mbak ^^
Hapuspeluukkk :)
HapusMasyallah mbak Rey perjuangan nya luar biasa ya. Mungkin penyebab depresi nya Krn mbak Rey sendiri, jauh dr orang tua jd gak ada yg bantu2 mbak Rey. Semua ditanggung sendiri.
BalasHapusLuar biasa, mbak Rey ibu hebat.
Masalah suami yg chatting bilang kangen ke mantan itu pasti ngeselin bgt mba. Wajar kalo cemburu, mungkin kalo aku bs ngamuk juga.
Semangat terus mbak Rey
Iya mba, sepertinya saya terlalu capek mencoba hidup sempurna huhuhu.
HapusMakasih ya mbaaa :*
Sungguh luar biasa sekali kehidupan Mbak Rey didunia nyata, sangat heroik.... itulah kenapa saya jadi terpikir untuk mengulas tentang blog Mbak di blog saya asik pedia.
BalasHapusNamun artikelnya belum jadi - jadi, abisss saya sok sibuk sich....hehehehe.
Dari sekian banyak blogger wanita yang menjadi teman saya, sepertinya hanya embaklah yang paling berani menuliskan kisahnya di blog . sepertinya blog sudah menjadi sahabat sekaligus merangkap menjadi media terapi untuk menyalurkan emosi, :)
Saya pernah beriringan dengan seorang ibu - ibu yang akan membonceng anak perempuanya. Saya menjaga posisi motor agar tetap dibelakangnya, bukan karena ada niat jahat akan tetapi saya ingin ibu itu bisa konsen ngebutnya.
beberapa menit kemudian, si ibu menepuk pundaknya sendiri, lalu kemudian anak perempuannya yang berumur sekitar 9 - 10 tahun itu memijit ibunya diatas motor. ternyata si ibunya sedang pegal - pegal bahunya. saya menebak kalau si ibu tersebut pasti capek sekali, mungkin bahkan kurang tidur demi anaknya.
saya jadi ingat dng Mbak Rey, mungkin sehari - hari Mbak juga mengalami hal seperti itu, yaitu pegal - pegal di bahu dan butuh seseorang untuk memijatnya. Namun tidak ada yang memijatnya. semoga tidak secapek itu yach..... biar si kakak ngak dapat jatah memijat ibunya,heheheh...
Setelah kejadian itu saya melihat seorang ibu yang lain , yang sedang memukul selimut pelindung bayinya saat sedang diatas motor, penyebabnya adalah emping si bayi terjatuh.
Memukulnya sich ngak kuat, sehingga tidak menyakiti anaknya. dugaan saya, mungkin sang ibu sedang kesal sehingga khilaf memberikan pukulan yang tidak membuat si bayinya menanggis.
Saya sempat melihat kearah bayi, ternyata ia sedang terdiam. Kasian sekali melihat bayinya walau tak menanggis, rasanya saya ingin mengatakan kepada ibu itu “ bu, bayinya masih kecil belum punya akal dan pikiran, jadi wajar kalau ia berbuat begitu, mbok yach suaabar,,,, “
Dari pengalaman ini saya Cuma ingin mengatakan , bahwa ibu memiliki posisi yang lebih tinggi derajatnya di hadapan Allah SWT dan NabiNYA dibandingkan si Bapaknya “ .
Karena sang ibu, mengandung, melahirkan , menyusui dan lain2….
Dibalik anak yang sukses ada seorang ibu yang hebat, salah satunya adalah Mbak Rey,
Ohy Mbak,,masa kecil anak tidak akan terulang dua kali loh…. Sangat beruntung jika Mbak bisa melihat dan menikmati tumbuh kembangnya hingga ia dewasa.
So…. Bersemangatlah, karena hari ini Mbak yang mengendong dan mengasihi mereka mungkin suatu saat merekalah yang akan mengendong ( mengasihi ) Mbak ketika Mbak ngak kuat lagi berjalan.
Perjuangan Mbak dan suami, percayalah tiada istilah akan sia – sia…. So bersabar dan ikhlaslah.
Bukan karena Tuhan menghukum diri embak melalui kesusahan tersebut, melainkan karena embak pasti mampu melaluinya dengan tersenyum.
Semangat’45….. dan jangan mewek lagi. Hehehehe…..
# Maaf kalau komentnya kepanjangan dan menyebalkan, soalnya saya suka sok bijak kalau melihat orang yang sedang galau, bawaannya ingin bantu mulu, padahal yang dibantu adalah istri orang, hahahahah…. Kaburrr ahhhh….!!!! Ntar kena timpuk pempers anaknya, Bisa luntur kegantengan gue…!!!hahahahah.... :)
waaahhhh, makasih banyak kang.
Hapuswejangannya beneran berarti buat saya.
Semoga banyak lelaki2 yang lebih peduli para emak2 seperti kang Nata ya.
Lebih paham mengapa mereka sign kiri belok kanan hahaha.
Bener banget kang, semoga anak2 saya tumbuh jadi pribadi yang lebih baik dan sayang kepada kedua ortunya dan peduli kepada lingkungannya, aamiin :)
Mbak Rey, peluuuuuk!
BalasHapusKalau butuh ngobrol, sini chat ke aku. Kita satu grup BW Kan ya. Maaf ga bisa Bantu banyak. Salam sayang buat kakak dan anak bayi.
Makasih banyak mba sayanggg :*
HapusWah saya sampai nangis mba bacanya, ingat kenangan sama anak pertama yang suka dicubit karena nangis mulu dan ternyata si kecil kolik. Bersyukurnya suami selalu mengalah dan mau dimarahi, dicereweti bahkan aku suruh ini itu. Tapi sekarang nyesal banget karena si kakak suka takut sama aku padahal ingin jadi teman. Semoga kita bisa melaluinya ya mba. Gbu always
BalasHapusMakasih sharingnya mba, perjuangan banget jadi ibu ya, semoga kita bisa jadi ibu yang lebih sabar :)
HapusJangan bersedih mba . Jangan berduka karena kehilangan downline tapi berduka ketika kehilangan pegangan hidup yaitu Tuhan. Banyak cerita sama tuhan mba biar plong beban di dada .
BalasHapusPsikiater cuma sekedar mendengarkan sesaat, tuhan akan mendengarkan keluhan mba setiap saat.
Makasih mpo :)
HapusGak sedih kehilangan downline kok mpo, cuman sedih karena gak bisa menemani downline kayak dulu.
Mba Rey sabar ya, ini kata yang bisa saya ucapkan untuk mba rey. Selalu berdoa ya mbak. Agar selalu mendapatkan kelancaran dalam rumah tangganya. Aku pun pernah lho di posisi mba saat anak pertama lahir. Memang tidak enak. Bahkan merasa ini tak apa-apa. Namun keyakinan dan ketabahan yang membuat saya lepas dari pahitnya baby blues. Oh ya mbak kalau butuh teman curhat atau ingin saling sharing. Yuk aku juga siap. Ku berdoa buat mbak Rey dari kejauhan ya.
BalasHapusAwww... makasih banyak mbaaaa :*
HapusSaya jadi nangis bacanya dan mendiskusikan dengan suami apa aja penyebabnya, bentuk wanti -wanti mbak. Saya termasuk tipe punya ekspektasi tinggi dalam segala hal.
BalasHapusKita tak tahu apa yang terjadi besok, setidaknya pasangan harus bersiap.
Bener mba, menurut saya, PPD kuncinya di suami, meskipun sebenarnya diri kita yang bertanggung jawab atas kebahagian kita :)
HapusSebijaknya para suami lebih paham bahwa PPD itu ada dan wajar :)
Aku juga depresi setelah lahiran anak ke 2 ini, berapa kali ya teriak2 kesetanan saking capeknya padahal persiapannya jauh lebih baik dari anak pertama.
BalasHapusSekarang udah rada mendingan kayaknya, tapi pas capek gitu bisa emosi lagi. Mungkin mbak Rey bisa gabung di grup Motherhope di FB, di situ ada konsultasi via WA sama tenaga profesional gratis.
Tapi masih balance ya say, gegara masih ada sisi humoris di dirimu :*
HapusUdah gabung say, meskipun kok baca2 curhatan di sana jadi makin stres ya, mungkin belum terbiasa kali ya hahahaha
Insha Allah baca-baca komen dan beberapa sharing teman2 udah bikin saya lumayan baik, kalau masih terus memburuk terpaksa cari ahlinya say :)
Thanks btw udah sharing :)
Mbak Rey kalo butuh nyampah, curhat penting bahkan gak penting,atau ngobrol apapun deh, gak papa WA aku ya. Kalo butuh nyalurin emosi,aku siap jadi pendengar.
BalasHapusKalo mbak butuh bantuan ahli, aku ada temen profesional coach masalah kayak gini. Beliau jadi tim sharing Enlightening Parenting juga. InsyaAllah bs membantu. Peluk mbak Rey. Mbak, apapun masalahnya masih ada Allah tempar mengadu. Mbak Rey Ibu yang dipilih khusus untuk Kak Darrel dan adek.
Pengen banget say ikutan Enlightening Parenting.
HapusBaca pengalaman dirimu beneran bikin saya jadi merasa lebih baik karena sebenarnya banyak juga teman yang mengalami hal serupa meski tantangannya beda2, makasih banyak supportnya sayangkoohh :*
Aku sukses nangis mba Rey. Ya Allah aku beneran nggak tega.
BalasHapusSi Papi pula pake acara kolot pisan ihhhhh. Rasanya kuingin marah tapi aku siapa.
Sehat sehat mba Rey. Semoga ada ahli yang bisa lekas menolong mba, biar mba bisa kembali bahagia dan kembali terus lembut penuh kasih untuk Kak Darrel dan si adek bayi.
Awww makasih sayangkoohh :*
HapusAamiin aamiin, Alhamdulillah jadi lebih baik setelah curcol dan dikasih masukan ama temen2 :)
Mbak Rey saya belajar banyak dari pengalaman yg mbak tulis.... Jadi memang siapa saja terutama wanita bisa saja mengalami hal yg serupa ya mbak, karena wanita itu rentan dg masalah dan selalu menjadi makhluk pemikir. Kalau apa yg dipikirkan terlalu berat dan itu berlangsung lama, bisa jadi luapan emosi itu ditumpahkan ke orang terdekat. Bisa jadi anak2 tak berdosa itu jadi pelampiasan emosi. Dan itu terjadi secara tidak sadar. Barangkali doa yg khusyu'disertai istighfar bisa jadi solusi ya mbak. Semoga mbak Rey lekas terbebas dari penyakit ini ya mbak... Aamiin.
BalasHapusAwww.. makasih banyak mbaaaa, terus terang, sejak tulisan ini saya tayangkan, saya jadi merasa sedikit lebih baik, meskipun masih saja emosi, tapi Alhamdulillah, sudah bisa cepat mengerem dan istigfar.
HapusDan emang bener mba, istigfar dengan ikhlas ngaruh banget.
Setelah istigfar, cepat senyum, dan peluk anak, liat anak senyum jugarasanya kayak obat hati banget, Alhamdulillah :)
I thought I was the most depressive girl but then I read this.
BalasHapusAku juga punya masalah dengan emosi yg meledak-ledak,
tapi emosiku hanya keluar saat aku sendiri di kamar.
Aku bisa banting lempar barang saat gak ada orang di rumah.
I wrote about it on my blog last year "Silent Anger".
Aku juga gak bisa (atau nggak mau?) mengakui
kalo aku butuh bantuan.
Kalo ditanya kenapa?
Saat ini jawabnku adalah: aku gak merasa butuh.
Aku merasa masih bisa mengendalikan diriku.
I'm so sorry for you. I really hope your damn husband
will treat you better, listen to you.
I hope everything will be alright for you and your family.
Awww.. makasih banyak mbasay.
HapusIya sih, kalau saya ga merugikan orang, saya juga mungkin ga bakal berani jujur seperti ini.
Masalahnya saya takut, anak2 saya tumbuh jadi anak yang pemarah saking tiap hari liat maminya ngamuk2 hiks
Kak, sedih banget bacanya. PPD sudah mulai luas kok Mbak awareness nya, dan penanganan depresi di rumah sakit juga ditanggung BPJS. Salah satu mantan karyawan saya juga sedang dalam perawatan untuk depresi, dan dia share di Facebook sekali konsultasi di RSJ dia hanya bayar 15-20rb. Kalau Mbak ada BPJS mungkin bisa ditanyakan dulu saja.
BalasHapusSaya dulu juga seperti Mbak, tapi nggak sampai separah itu. Tiap hari saya nangis meraung-meraung tanpa alasan. Kasihan sama hubby yang udah usaha sampai nyariin pembantu, tiap hari makan keluar, tiap weekend liburan, dll, tetep aja pas di rumah mesti dengerin istrinya ngomel-ngomel ga keruan.
Akhirnya kami sepakat kalau masalah saya itu karena ga pernah keluar rumah. Karena setelah si kecil lahir saya banyakan kerja dari rumah, padahal seumur-umur saya nggak pernah betah diam di rumah. Akhirnya umur 1,5 tahun si kecil kami taruh di daycare dan saya mulai kerja fulltime lagi. Usaha terakhir dan kalau gagal kami sepakat saya harus mulai perawatan psikologi.
Alhamdulillah sedikit-demi-sedikit saya mulai membaik, walau sempet ada episode panic attack segala. Tapi sekarang saya ga pernah ngamuk lagi cuma karena si kecil gedor-gedor pintu pas saya lagi mandi.
Semoga lekas happy lagi ya Mbak, supaya anak-anak dan papinya jadi semakin sayang sama mami nya.
Makasih banyak sharingnya mbasay.
HapusBermanfaat banget buat saya.
Saya banyak dapat dukungan dan sharing kayak gini sejak tulisan ini tayang, dan Alhamdulillah, semua itu beneran ngaruh di saya.
Saat ini saya belum mengupayakan penanganan medis sih, alasan nya karena waktu belum memungkinkan.
Sebagai gantinya, saya berusaha berkomunikasi dengan baik sama suami.
Alhamdulillah, dengan banyak masukan dan kisah2 temen2, saya cobain satu persatu, dan sedikit demi sedikit mulai lebih baik.
Minimal suami mulai mau mendengarkan keluhan saya, mulai tau alasan saya marah2.
Dan itu membuat saya jadi lebih bisa mengontrol diri, alasannya sederhana, saya gak menemukan alasan, mengapa harus terus marah.
Jadi Alhamdulillah akhir2 ini lebih baik, meski masih kadang teriakin anak2, tapi saya ajarin si kakak, kalau saya marah dia doain saya dan segera meluk saya, Alhamdulillah, berhasil sedikit demi sedikit :)
Semoga selalu dikuatkan ya mba, berbagi beban dengan teman atau keluarga mungkin bisa dicoba. Banyak ikut kajian supaya hati lebih tenang dan sabar mba.
BalasHapusMakasih mba, iya nih, saya belum pernah sama sekali ikut kajian live gitu hehehe
HapusMbak Rey... Peluuuk.. Semangat terus ya Mbak Rey, maaf aku hanya bisa bantu mendoakan semoga semua segera berlalu dan Mbak Rey kembali bersemangat seperti sedia kala.
BalasHapusButuh curhat, nulis terus aja di blog Mbak Rey. Aku pembaca setia blogmu lho, meskipun aku jarang banget komen.
Semoga semua segera membaik dan Mbak Rey bisa berbahagia bersama keluarga, hwaiting Mbak!!
Waaahhh makasih banyak mbaaa :*
HapusAamiin ya Allah :)
Ayo bunda semangat. Sebentar lagi waktu 2 tahunnya berlalu. Kalo sedang diuji, tandanya Allah lagi sangat sayang sama bunda. Jadinya, bunda dikasih ujian yang lebih dibandingkan orang lain. Karna Allah percaya, bunda mampu untuk menjalaninya, melaluinya. Jdi bunda harus tunjukin ke papi, kalo bunda bisa melalui semuanya. Dan, yang dia katakan berlebihan itu gak bener.
BalasHapusHarus semangat bun, ada kita-kita yang setia dengerin cerita bunda :* jangan pernah merasa sendirian. :) big hug ({}) :*
*Hug
HapusMakasih banyak supportnya mba sayang :)
Sama-sama bunda :*
Hapus*hug :)
HapusLihat insta story mba saya langsung gerak ke tkp, saya sempet diposisi mba, ppd tapi bedanya anak pertama,klo sudah marah sama anak ada perasaan nyesel bgt, jadi takut anak akan diambil lagi olehNya krn anak kan hanya titipan, jadi klo mengalami hal yg membuat saya gusar dan mau marah sama anak, saya ingat lagi sama Allah banyak2 istighfar dan mengadu padaNya..sabar dan semangat ya mba :)
BalasHapusMakasih banyak mba, udah mau baca tulisan curhat saya hehehe
HapusMakasih juga supportnya, means a lot banget buat saya :)
Peluk dari jauh dan puk-puk punggung Mbak Rey, sedih bacanya. Soalnya saya juga alami PTSD (post traumatic stress disorder) karena trauma pada tindakan buruk ibu kandung selama bertahun-tahun yang terakumulasikan kala berada di titik puncak karena dia tak bisa lagi dimaafkan setelah berulang kali dimaafkan namun tak pernah sadar dan selalu merasa benar dengan lidah dan tindakan yang menjurus fitnah dan hal buruk lainnya.
BalasHapusYah, saya ambruk dan PTSD setelah kehilangan tanah yang mestinya jadi bagian saya, tanah tempat rumah panggung berdiri. Jatahnya sudah dihabiskan untuk hal tak berfaedah, dari aset tanah, kebun, dan sawah. Belum termasuk rumah-rumah lainnya karena kebiasaan akutnya dalam menjeratkan diri kepada riba serta senang bertualang memburu materi yang selalu berakhir dengan kegagalan dan kebangkrutan.
Saya nyerah punya ibu yang sebenarnya sudah dicukupkan segalanya berkat peninggalan suami, namun malah tak puas dan menghabiskan semuanya dengan cara yang luar biasa bodoh sehingga bikin susah anak-anak, para menantu dan cucunya.
Mengapa demikian? Yah, sepertinya ia butuh banget psikiater namun tak merasa salah dengan watak toxic-nya yang tak punya kendali diri. Seakan normal namun tak bisa urus keluarga dan diri sendiri dengan benar. Selalu menadatangi hal-hal yang dilarang agama makanya hati pun berkarat.
Suami sakit tak diurus dengan benar. Punya bayi pertama dari suami terdahulu diberikan kepada orang lain, dan hal-hal lainnya yang membuat saya depresi karena terluka dengan tindakannnya yang tak bertanggung jawab.
Maaf curhat, Mbak. Mbak harus kuat dan dekat dengan Allah, jangan sampai dimakan ambisi. Jangan sampai anak-anak kelak benci, jangan sampai suami tak bahagia dan kehilangan rasa cinta serta sayangnya.
Saya sudah berupaya memaafkan ibu setelah meninggal, namun ternyata tidak bisa karena masih ada sisa fitnah yang sulit saya maafkan. Ikhlas itu tidak mudah. Sedih karena yang saya lihat adalah segi buruknya di akhir saja. Akal sehatnya sudah dimatikan sekian hal klenik yang didatanginya.
Peluk balik mba Rohyati.
HapusMakasih banyak udah mau berbagi juga mba, percaya atau enggak, membaca kisah orang semacam terapi juga buat saya.
Saya gabung di sebuah grup PPD di FB dan saya ga pernah mau curhat di sana.
Malu, soalnya ternyata apa yang saya alami ini belum ada apa2nya ketimbang orang lain.
Semoga kita semua bisa melewati masa stres dan menjadi lebih kuat karenanya ya mba :*
Tahajud secara rutin, Mbak. adukan semua kepada Allah. Kita bisa nangis meraung-raung dan memohon ampunan serta jalan keluar agar bisa lebih baik lagi. Saya juga gitu kala berada pada titik tak kuat dengan ibu Sedih dan serba salah namun tak berdaya untuk mengingatkan dan menyadarkan karena hatinya sudah dikunci mati pada kesesatan egosentris sebagai toxic parent yang tak bertanggung jawab. Saya selalu emosian dan gemetar setiap melihatnya.
BalasHapusAllah pasti dengar doa hamba-Nya. Tetap dekat dengan Allah meski Mbak marah pada keadaan. Ingat baik-baik jangan sampai anak jadi korban. Cukup saya saja yang jadi korban punya ortu demikian yang lebih parah daripada Mbak.
Saya juga sedih karena dulu emosi labil serta sering bentak Palung kala masih TK. Tertekan dengan penghakiman, ulah ibu, pelaku jual beli tanah yang batil serta tak mau meminta maaf telah melakukan kesalahan karena tak bertransaksi sebagaimana mestinya, lalu para tetangga kampung yang tak tahu apa-apa malah ikut komentar jahat segala kala saya tantrum seusai pingsan. Saya menjeritkan amarah dan mengutuk ibu karena SUDAH TIDAK TAHAN LAGI!
Kadar masalah itu beda, Mbak. Pola asuh, pengalaman buruk, tindakan keluarga dekat dari pihak suami, sampai suami sendiri bikin kita labil lantas depresi karena tidak beroleh perhatian sebagaimana mestinya. Jangan sesekali merasa kadar iman kurang, kita tetap bisa selalu dekat dengan Allah, merayu Allah agar tak membebani kita di luar batas kemampuan, serta adanya jalan keluar terbaik bagi diri sendiri dan keluarga.
Anak-anak harus selamat fisik dan psikisnya. Mereka harus bahagia dan jangan sampai jadi korban ketidakbahagiaan orang tuanya.
Let's out. carilah teman dekat yang nyata mulai sekarang. undang teman narablog sekota untuk singgah atau menginap sekadar menemani. Makan bareng di rumah atau hal lainnya. Berpikir positif bahwa ada banyak insan yang peduli.
Jangan jatuh, ya, Mbak. Bangkit dan berjuang. Saya sudah atasi masa 3 setengah tahun lebih dengan ibu (sebenarnya dari kecil sampai dewasa), lalu Allah angkat beban itu meski bekasnya tetap ada, seperti jantung yang lemah sebelum waktunya.
Big hug, I pray from far. :)
hikssss, cuman bisa pengen peluk mba :'(((((
HapusKaaak, *peluk dirimuuuu*
BalasHapusKak, baca ini kayak saya merasakan sebagian itu juga yg terjadi ke saya. Saya juga gitu klo gemes sama Kakak itu sampe marah2, bentak2, tapi so far belum sampailah separah itu mau membunuh segala dan jambak2. pernah cubit pahanya dan meninggalkan bekas merah, duuh itu rasanya menyesal diubun2 dan berjanji ndak akan mengulanginya lagi, hikksss.
sabaarr yaaa Kak, semoga Allah kasih petunjuk dan pertolonganNya. :)
waktu anak pertama juga dulu saya kayak gitu say, tapi ga pernah sampai kasar banget.
HapusMakanya sekarang merasa ada yang salah di saya hiks, makasih banyak supportnya say :*
Huhuuu..mewek bacanya tapi aku belum pernah mengalami secara langsung. Zaman ibu-ibu kita dulu lebih parah ya karena belum ada saluran seperti blog dan komunitas untuk berbagi soal peran baru jadi ortu ini. Beruntungnya kita sekarang, akses informasi terbuka dan kita bisa lebih siap menghadapinya
BalasHapusKalau menurut saya sama saja sih mba, soalnya sekarang ada media sosial malah bikin pengaruh PPD makin lebih besar.
HapusSaya ikut sebuah grup di FB dan kalau saya baca curhatan membernya, rata2 depresi bukan hanya karena lingkungan offline nya, tapi juga kebanyakan karena lingkungan online.
Ya Allah, say. Saya gak bisa berkata-kata baca kisahmu ini, bingung mau komen apa, hiks *peluk*
BalasHapusSemoga cobaan ini segera berlalu yaa, dan kembali menjadi mama yang ceria dan bahagia, amiiin
Aamiin, makasih say :*
Hapusbaca kisahmu ini, saya juga jadi khawatir, soalnya kehamilan kedua ini lumayan jauh jaraknya dari yang pertama, terus kehamilan kedua ini banyak banget cobaannya (terutama rasa khawatirku terlalu berlebihan), tapi semoga ini hanya perasaanku saja.
BalasHapusSaya hanya bisa mendoakan dari jauh semoga kisah Rey, Darell, adik dan suami happy ending, amiiin
Semangat selalu say, insha Allah semuanya bakal baik2 saja :*
HapusSupport system dari keluarga memang penting banget ya mbak. Saya juga sempat merasa mengalami PPD mbak. Bukan cuma baby blues karena klu yang sempat saya baca, gejala syndrome BB ini paling lama cuma bertahan sampai 2 pekan nah gejala yang saya alami sampai berbulan2. Sampai kadang sering muncul jika pikiran aneh seperti saat memandikan si kecil trus sering kebayang kalau tiba2 dia jatuh atau hal2 lain yang kemungkinan membuat dia celaka. Kadang-kadang saya juga suka jengkel saat si kecil rewel, apalagi masa2nya dia masih suka ngajak saya begadang sepanjang malam, sementara saya sendiri saat itu karena lagi LDM sama suami dan masih banyaklah gejala2 yang menunjukkan saya terkena PPD. Tapi untung saja sampai parah banget *Duh, ini kok saya malah ikutan curhat yah
BalasHapusKlu PPD ini nggak segera ditangani bisa sangat berbahaya mbak, bahkan sampai ke tingkat pshycosis. Pshycosis ini yang paling bahaya mbak karena yang mengalami sudah sampai berhalusinasi seperti yang mbak Rey alami. Untungnya mbak Rey bisa peka, merasa sedang TIDAK BAIK-BAIK saja jadi setidaknya bisa segera mengambil tindakan. Kalau perlu mbak bisa konsultasikan ke psikolog ya. Btw semoga suami mbak bisa baca postingan mbak yang benar-benar mengharukan ini.
Semangat ya mbak Rey,
Doa terbaik untuk mbak Rey dan keluarga.
Iya mba, saya awalnya gitu, suka berpikir yang enggak-enggak, sampai akhirnya berhalusinasi menakutkan gitu.
HapusAlhamdulillah anak saya masih dilindungi Allah huhuhu
Pak suami tuh orangnya malas baca.
Dia suka ngantuk kalau baca tulisan panjang hahaha.
Tapi semua yang saya tulis ini sebenarnya udah sering saya sampaikan, cuman beliau belum ngeh dan percaya aja kalau saya memang gak sedang baik2 saja.
Jangankan beliau, saudara saya yang basic kesehatan juga merasa saya terlalu lebay huhuhu
Makasih banyak ya mba supoortnya :)
Mba Rey semoga dikuatkan ya mba untuk melampui semua ujian yang ada saat ini. Tak mampu memberikan apa apa hanyalahh doa agar masalah mba bisa teratasi. Aamiin
BalasHapusAamiin aamiin, makasih mbaaa :)
HapusmasyaAllah, mbak.
BalasHapussemoga selalu dikuatkan kondisinya.
semoga Allah juga memberikan hidayah untuk suami dan keluarga agar dapat mendampingi mbak rey dengan lebih lembut dan penuh kasih sayang. aamiin.
Aamiin aamiin, makasih banyak mbaa :*
HapusKak Reyne, aku ikut mendoakan dari sini agar kak Reyne cepat tenang,tidak terbebani pikiran berlebih.
BalasHapusHidup dibawa tenang saja, jangan dibawa tekanan menghadapi persoalan.
Tentang gejala postpartum deppression ini aku juga punya teman mengalami hal seperti itu,tapi dia seorang cowok.
Jadi kalau untuk cowok, apakah namanya juga sama ?.
Dia sering tiba-tiba marah besar ngadepi hal sepele tapi tak kurang dari waktu 5 menit setelahnya dia baik kembali, malah sangat baik dan mengucapkan penyesalan.
Hal itu seringkali terjadi berulang.
Diapun pernah bercerita dulu saat dia remaja tiba2 tanpa sebab dia benci banget lihat seseorang yang tak ia kenal dan pengin menghabisinya.
Dia sering kunasehati untuk lebih mendekatkan diri dengan rajin berdoa dan kunasehati untuk lebih banyak aktif kegiatan sosial.
Ya Allah, masalah depresi sebenarnya bisa menyerang siapa saja, bahkan lelaki.
Hapusbanyak penyebabnya, tapi kebanyakan karena pengalaman dia yang gak mengenakan saat masih kecil.
Sayapun bisa kena PPD gini salah satunya karena pola pengasuhan salah oleh ortu saya semasa kecil.
Dan emang bener, sebaiknya temennya ceritakan masalahnya biar lebih ringan, atau kalau udah parah, mending ke tenaga ahli dan jangan lupa lebih dekat kepada Allah :)
Mb rey doaku selalu untukmuuuu😙😙😙
BalasHapusSaba mb
makasih mba :)
HapusPeluk mba Rey, baca tulisan mba Rey juga seakan melihat diri sendiri, hanya saja saya tidak bisa menuliskannya seperti mba Rey, saya pun dulu aktif di oriflame dan off saat hamil anak kedua, jarak anak pertama dan kedua hanya 2,5 tahun, dua-duanya dilahirkan secara sesar, saat ini saya sungguh merasa kelimpungan dengan 2 anak yang sedang aktif, suami jauh di luar kota, perasaan menanggung sendirian, persoalaan tetek bengek dari hal kecil sampai hal besar diselesaikan sendiri, saya pun seperti mba Rey, mudah meledak pada si kakak, lalu menyesal dan merasa bersalah, terus berulang, lalu saya sadar mesti memutuskan rantai tersebut dan sekarang sedang berusaha menyembuhkan diri sendiri agar bisa bahagia
BalasHapusPeluk mba, kalau saya merasa lebih baik dengan berbagi mba, saya ga punya banyak teman di dunia nyata, karena emang udah pada sibuk dengan kegiatannya masing2, pun saya sungkan curhat kalau ga ditanya.
HapusDengan menulis, orang2 bakalan datang sendiri ke saya, bertanya ke saya.
Jadi saya merasa sangat terbantukan dengan menulis seperti ini :)
Semangat ya kak, semoga kuat dan jangan lupa berbagi cerita engan orang terdekat itu bisa melegakan pikiran kita agar tidak stres juga. Perbanyak istighfar yaa, pelukk.
BalasHapusmakasih banyak mbaa :)
HapusYa Allah kak,, Ada yg bilang ketika kau mau merasakan marah yg meledak maka BERWUDHULAH dgn sempurna , berwudhu bisa mendingankan hati,, usahakan SHOLAT MALAM krn marah, galau sbnarnya hanya syetan yg mngendalikan coba aja Bismillah... Semoga masalhnya bisa teratasi������
BalasHapusmakasih tipsnya mba, insha Allah saya coba, iya juga sih, saya pernah baca tentang manfaat berwudhu ini :)
Hapusmbak, depresi bukan berarti gila. Seperti aku yang skizo afektif tapi tidak gila hehe..mbak boleh ngobrol-ngobrol sama aku, dan boleh juga ke mengambil jalan psikiatri..salam semangat
BalasHapusMakasih banyak mba udah mau berbagi :)
HapusMbak butuh teman ngobrol sebenarnya. Yang nyambung atau sekadar mendengarkan.
BalasHapusJujur saja dulu awal saya punya anak juga sempat emosi meledak-ledak karena persoalan mama saya nyuruh daftar PNS sementara ada bayi yang butuh diurus.
Akhirnya saya konsultasi dan ternyata ada hubungannya pola asuh mama saya dahulu yang membekas sehingga saya bisa emosi seperti itu. Jadi saya diminta self healing waktu itu.
Iya juga sih mba, saya juga salah satu penyebabnya ya karena pola asuh yang salah sewaktu kecil hiks
HapusYa Allah sampai begitu ya mbak ... ibu baru melahirkan seharusnya banyak didkung oleh orang dsekitarnya ya, dampaknya akan panjang gak berhenti di ibu baru melahirkan itu. semoga mbak Sabar ya mbak dan semoga lekas membaik yaa. semangat mbak. ada Allah yang selalu menjaga yaa. peluk dari jauh
BalasHapusAamiin, makasih mba :)
HapusYa Allah.. apa yang aku alami ternyata masih belum parah ya. Kalo aku yang paling sering tiba2 ga pengen punya anak dan kalo dia nangis aku cuekin. Astagfirullah
BalasHapusSama mba, kadang saya berpikiran begitu juga hiks, astagfirullah :'(
HapusSbenarnya,
BalasHapuskalau saya mau mengakui, saya pun mengalami hal yang sama.
Namun bedanya, saya orangnya cenderung denying dengan apa yang saya rasakan.
Emosi negatif ini saya pendam sendiri dalam-dalam.
Saya gak ingin banyak orang tahu bagaimana sifat asli saya yang sebenarnya.
Saya gak mau bilang kalau saya sakit.
Semoga Allah mudahkan..mudahkan...ringankan beban hambaMu ini ya...Allah.
Dan teruntuk semua orangtua di seluruh dunia.
Wallahi..
Aamiin aamiin :)
HapusSoal Mama aku pun iya Mba Rey. Aku dan suami rumahnya berjarak 5 jaman perjalanan
BalasHapustapi tetap saja saya kepikiran beliau. Delalah ini saya masih bisa wara wiri karena belum ada buntut. Semoga kita semua dilindungi dan dimudhakan segalanya Amiin. Allah pasti tahu ya Mba niat kita, mari kita bersabar dalam ujianNya
Aamiin, iya mba :)
HapusSedih deh bacanya.. semoga post partum depression ini hilang dari muka bumi dan para ibu jauh dari depresi.. karena bagaimanapun juga anak ya anak-anak mereka belum tumbuh dewasa.. jadi kita yang dewasa harus memahami anak-anak.. duh sedih akutuh.. sabar ya mak sabarrrrr.. semoga orangtua didunia ini sabar menghadapi anak-anak termasuk untuk diri saya sendiri
BalasHapusAamiin, iya mba, semoga selalu diberkahi kesabaran yang besar olehNya aamiin :)
HapusSaya menagis bacanya. krn sahabat saya ada yang bercerai setelah melahirkan krn suaminya tidak mendukung. saya berurai air mata. kenapa sulit sekali bagi suami hadir dan memeluk dan cukup bilang ini gak lama kok. kamu kuat. kamu pasti bisa. kamu ibu hebat
BalasHapusdan semua ibu itu hebat. ayok mba bersabar. insyaallah semua ibu biaa melewatinya walau berat. teruslah menulis
huhuhu IYA MBAAA.... BENER!!!
HapusSebenarnya yang saya butuhkan itu cuman itu.
Ada yang meluk saat saya teriak2, tetap diam saat saya jerit2, karena sadar kalau ini tuh ada alasannya.
Sayangnya kebanyakan suami ikutan ngamuk liat istrinya ngamuk2 gaje
makasih banyak supportnya mba :*
Karena mereka juga bingung Mbak. Kayaknya suami kita setipe. Komunikasi ku sama suami membaik ketika orang lain yg menyampaikan "seharusnya suami bersikap begini begitu kala istrinya begini begitu." saya dan suami mendatangi ustad dan ustazah yg concern dg keluarga lalu suami dinasehati oleh sang uztad. Kami juga mendatangi konselor psikologi. Konsultasi sendiri2, lalu ada sesi pasangan. Semuanya free, hanya sedekah ke kotak infaq seikhlasnya. Coba cari info di kota mbak ada ga lembaga seperti di atas, dan cari info ustaz ustazah yg suami istri biar balance
Hapusmakasih banyak mba, insha Allah saya cari infonya.
HapusEmang banyak yang nyaranin ke psikolog :)
Masya Allah, perjuangan untuk bangkit luar biasa. Dukungan keluarga memang penting banget ya untuk menghadapi depresi seperti ini
BalasHapusBener mba :)
HapusLuar biasa perjuangan Rey untuk lepas dari depresi yaaa... Memang dalam kehidupan suka banyak cobaan, baik yang datang dari dalam diri kita sendiri ataupun orang lain. Semoga kita semua pada akhirnya bisa mengatasi segala problem kehidupan tersebut.
BalasHapusPeluk dari jauh buat Rey dan anak-anak yaaa...
Makasih mbaa :)
Hapusterimakasih sudah berbagi mba.. jadi tahu langkah yang dilakukan
BalasHapussebuah perjuangan banget iniii
sama2 mba :)
HapusPelukkkk. Makasih sudah mau menceritakan ini mba. Aku cuma bisa bantu doa, smoga mba dikuatkan agar masalah ini cepat berlalu.
BalasHapusAamiin, makasih mba :)
Hapusi feel you mba, perjuangan yang sungguh tidak mudah, tapi keren mba pasti bisa melaluinya. dukungan suami dan orang terdekat pasti bisa menjadi penguat utama ya mba..
BalasHapusMakasih say :)
Hapuswalau saya bapak-bapak saya juga pernah stress dan depresi,, saat kerjaan numpuk dan merantau jauh dari anak istri
BalasHapusCurhat ke istrinya pak, biar beban jadi lebih ringan :)
HapusMalam malam baca ini, rasanya ingin memeluk mb Rey. Baby blues, parahnya menjadi PPD memang hadir tak terduga, bahkan saya mengalami baby blues pada anak ke lima kemarin. Ada kisahnya di IGs, suami memang rata rata bersikap seperti itu karena suami manusia yang paling takut sebenarnya. Takut menerima kenyataan buruk dan mencoba menghalau dengan bersikap cuek atau standart.
BalasHapusBangkit, mb
Bersosialisasi di dunia nyata
Banyak minta peluk si kaka, minta si kaka bilang i love mommie setiap hari, setiap mba butuh
Jangan sendiri
Dan ketika halusinasi buruk datang..keluar, ngobrol say hi sama tetangga
Iya mba, saya baca juga tulisan mba, tapi kayaknya saya melewatkan kesimpulan akhir.
HapusIya ya, pelukan si kakak bisa jadi penguat juga.
Alhamdulillah sekarang jadi rutinitas banget.
Kalau dulu hanya sebelum tidur acara peluk2an, sekarang ditambah setiap pagi sebelum dia berangkat sekolah, dan emang manfaat banget ya :)
Makasih banyak sharingnya mba :)
Pengalaman Kak Rey yang dibagi di pos ini merupakan pembelajaran yang sangat berharga untuk semua orang yang membacanya baik perempuan (ibu maupun yang belum menikah) maupun laki-laki. Merinding bacanya waktu Kak Rey sepulang dari RS pasca melahirkan anak kedua kudu ngerjain semuanya sendiri termasuk mencuci! Oh My God, Kakak Rey kuat dan tegar sekali menghadapinya. Jiwa Kakak adalah jiwa yang kuat dan kalau Kakak berkata terserang PPD itu menurut saya semua orang pun pasti mengalaminya hanya saja ada yang tidak terbuka mau membagi pengalamannya.
BalasHapusKakak Rey, saya percaya setiap orang di dunia ini *lah malah nangis menulis ini* punya tugas dari Allah SWT. Masing-masing manusia tugasnya beda-beda; saya, Kak Rey, mereka, siapa pun. Ada yang tugasnya seperti Kak Rey, ada yang tugasnya seperti saya (masih ditugaskan menjaga orangtua dan keponakan dan belum diijinkan menikah), dan lain sebagainya. Kadang juga tumbuh pikiran ... why me? Dan semua orang tidak terlepas dari masa-masa berat/titik rendah dalam hidupnya. Kehebatan yang tidak dimiliki setiap orang itu sudah dimiliki Kakak Rey: berani bercerita dan berbagi serta bangkit.
Love you, kak :)
huhuhu peluk kak Tuteh, saya nangis beneran bacanya kak.
HapusMakasih banyak atas sharingnya kak, means a lot banget buat saya huhuhu
Says tidak tahu lagi mau berkata apa, sepertinya komen2 di atas sudah bisa mewakili. Banyak yang contact denganmu mba, jangan menyerah ya. Semoga suamimu baca semua in, sungguh dia sangat dibutuhkan dalam Hal ini
BalasHapusMakasih banyak mba :)
HapusSemangat ya, Mbak. Kuat, kuat, kuat
BalasHapusAamiin ya Allah :)
Hapusakk, pospartum depression ini yang saya takuti juga saat beberapa hari setelah melahirkan. baik persalinan pertama atau pun kedua. soalnya saya jauh dari orang tua dan mengurus sendiri, hiks.. selalu pengen ada yang bantu di 3 hari pertama, tapi apa daya.. memang kita harus ikhlas dan nerima kondisi kita ya mbak, tidak ada yang sempurna..
BalasHapusBener mba, ikhlas dan bersyukur yang masih selalu saya ilhami, semoga dikuatkan aamiin :)
HapusMba Rey pengen deh peluk mba Rey .. tetep semangat mba Rey, insyaallah lelahnya akan jadi lillah. Aku juga pernah baby blues mba Rey, tapi hanya sebentar saja, tiap ada yang gendong anakku aku nangis padahal yang gendong nenek nya. Kalau memang sudah gak bisa lagi menahan minta tolong kepada yang lebih tau mba, jangan ditahan sendirian
BalasHapusAamiin ya Allah, makasih mba :)
HapusGitu ya perjuangan jadi ibu
BalasHapusBanyak meme meme diluar sana yang bilang kalau cewek capek inginya nikah aja
Padahal nikah dan punya anak tuh perjuangannya luar biasa kayak mbak rey
Semoga selalu diberikan kesehatan untuk mbak rey dan keluarga ^^ Amiin
Banget mba.
HapusAamiin, makasih mba :)
Assalamualaikum, salam kenal mba Rey..
BalasHapusaku merinding n salut baca cerita mba Rey :'). Keep strong ya mba Rey, krn itu menginspirasi. Oya mba, apa setelah mba nulis kisah ini hati mba terasa leboh plong? Sebenernya aku pun udah lama pengen nulis tp belum ada keberanian
waalaikum salam mba, maaf baru terbalas sekarang hehe.
HapusMakasih banyak udah mau baca curhatan saya :D
Alhamdulillah, mungkin saya harus amat sangat bersyukur karena Allah berikan lingkaran pertemanan yang sehat.
Semenjak tulisan ini saya tayangkan, ada banyaaaakk banget teman-teman yang menawarkan diri mendengarkan keluh kesah saya.
Baik di WA, FB maupun IG
Banyak juga yang menyarankan saya begini begitu, gabung di grup para penderita PPD, dan masih banyak lagi.
Alhamdulillah hati lebih plong, perasaan semacam ada banyak uluran tangan saat saya sedang nangis kesepian di sudut ruang yang suram.
Emosi sih masih up down, tapi minimal kontrol terhadapnya lebih baik lagi.
Selain itu saya jadi belajar cara berkomunikasi dengan suami dari masukan2 para sahabat, Alhamdulillah suami jadi lebih ngeh dikit, meskipun belum seperti yang diharapkan :)
serasa baca buku harian, dan ternyata seberat itu rasanya,
BalasHapussaya baru tau ternyata kira-kira seperti tulisan diatas curahan hati istri.
btw ya memang kalau menurut sya seh, misal chat sama mantan pacar ya bukan termasuk selingkuh juga seh mbak, lha cuma chat doank lho,,, ketemnu juga engak, apalgi pegang-pegangan, wkwkwkw
wkwkwkwk suami saya juga bilang gitu, makanya saya balikin, kalau istrinya yang chat curhat ama mantan pacar gitu, emang boleh ya ama suami?
HapusSama sekali gak keberatan?
Apalagi wanita tuh main perasaan.
Kalau selingkuh ala laki mah masih bisa dibalikin, kalau wanita?
Kalaupun terpaksa balik, maka suami hanya akan memiliki raga, tidak lagi hatinya :D
Mami Darelll aku serius bgt ini bacanya, sambil dibaca bareng suami biar paham jg soal PPD. Semoga sehat selalu sekeluarga ya. Sehat lahir maupun bathin.
BalasHapusAamiin, makasih mbasay :)
HapusAlhamdulillah kalau kisah curhatan saya bisa bermanfaat bagi orang lain, semoga kita semua bisa menjadi ibu yang bahagia :)
Mbaaa
BalasHapusMohon maaf y
Dari tadi betah baca2 tulisan mba, tapi saya takut karena hasrat buat nonjok suami mbak makin kuat atau setidakny marahin
Maafkeunn
Saya doakan aj moga2 mbak jd wanita yg kuat hebat trus anak2ny jd anak yg berbakti cerdas dan mb benar2 bisa berdiri di atas kaki sendiri rejeki lancar melimpah ruah
Aamiin
*sungguh2
Maaksih banyak mbaaa, semoga bisa bermanfaat, kalau ada negatifnya bisa dibuang :D
HapusAamiin ya Allah, :*
Akhir-akhir ini sering banget liat postingan tentang Baby Blues dan Postpartum Depression ini. Sedih kalau baca isinya.
BalasHapusTermasuk pas baca ini juga berasa campur aduk.
Memang ya dukungan orang-orang terdekat terutama yg mengerti.. itu selalu kita butuhkan. Pantesan dr dulu ibu sy klo hamil di suruh pulang rumah aja biar deket sama nenek katanya. Mungkin karna nenek, yg pastinya juga seorang ibu, lbih bisa ngertiin dan cepat tanggap.
bener banget, kalau gabung di grup FB motherHOPE Indonesia, bakalan liat, tiap hari adaaa aja yang curhat mengenai PPD :(
Hapus