Sharing by Rey - Cuek dengan omongan orang lain itu penting banget!
Apalagi sebagai seorang ibu yang sudah kehabisan energi mengasuh anak sepanjang hari.
Nggak perlu deh kita tambah beban dengan mempedulikan penilaian orang lain.
Nggak perlu deh kita tambah beban dengan mempedulikan penilaian orang lain.
Fiuuhhh..
Sebelum menulis postingan ini, izinkan saya menarik nafas dulu.
*Garing amat sih, orang gak ada yang ngelarang bernapas juga, pun lubang hidung saya masih gede dan tentunya bikin udara bebas keluar masuk, lol.
Gak ding, saya cuman merasa dipenuhi aura berat saja, efek saya sering baca-baca keluhan di grup MHI alias motherHOPE Indonesia.
Memang ya, ada plus minus yang amat sangat berperan, saat kita, saya khususnya, yang memang menderita gejala PPD, ikut serta masuk bergabung dalam grup semacam MHI tersebut.
Plus-nya, saya jadi merasa punya wadah berbagi, banyak yang akan saling menguatkan, minim di bully meski kenyataannya, ada juga yang mem-bully secara halus.
Tapi minusnya adalah...
Lama-lama kok makin depresi kalau membaca curhatan bunda-bunda lainnya.
Yang terus terang, kadang di posisi saya, menilai kalau curhatan tersebut adalah terlalu berlebihan dan dibuat-buat.
*upss.. maafkan.
Betapa tidak ada empati-nya saya ya, padahal sayapun juga menderita gejala depresi, sama seperti mereka.
source : pixabay |
But wait deh, sumpah, kadang saya gregetan sendiri bacanya.
Sekaligus bersyukur juga sih, ternyata se ribet apapun hidup saya karena pola pikir saya yang terlalu lebay, ternyata masih ada orang di luar sana yang malah lebih lebay, hehehehe :D
Bermasalah Dengan Tetangga
Saya sadar betul, betapa keadaan setiap orang itu berbeda.
Ada yang tidak beruntung harus punya tetangga yang sungguh ama sangat menyebalkan.
Padahal mungkin juga kita dianggap amat sangat menyebalkan ama tuh tetangga, hehehe.
Saya pernah mengalami hal tersebut.
Jadi, dulu waktu saya pertama kalinya memutuskan resign dan mengikuti si papi di Jombang, kami akhirnya memutuskan untuk mencari kos keluarga, karena sungguh saya gak betah harus tinggal di mess karyawan, yang isinya banyakan laki-laki.
Lalu mengembaralah kami di segala sudut Jombang, mencari kamar kos dengan harga terjangkau namun dengan lokasi dan fasilitas yang manusiawi.
Ketemu.
Meskipun dapatnya 1 kamar doang, di dalamnya ada kamar mandi, tapiiii dapurnya kudu gabung ama lainnya.
Duh sebalnya.
Saya tuh paling tersiksa keluar kamar, karena saya gak sanggup lama-lama pakai jilbab di luar, apalagi sambil masak, gerah bok.
source : pixabay |
Tapi itu belum seberapa.
Tetangga kamar kami menjadikannya luar biasa.
Jadi, tetangga tersebut, sering banget membiarkan anaknya main ke kamar kami, padahal dia gak pakai popok, daaannn i hate najis tauk! huhuhu.
Gak cukup dengan najis karena anaknya pipis sembarangan, emang kalau pipis di kasur saya gimana?
Trus juga suka ngabisin snack kami.
Sebelnya lagi, ibunya cuman ketawa-ketawa sambil bilang,
"Namanya juga anak-anak"Bikin saya pengen nyeruduk tuh ibu pakai tanduk singa (eh sejak kapan singa punya tanduk ya, lol)
Pada akhirnya?
Saya ngalah dong, daripada erosi jiwa ye kan, jadinya saya menjauh dari toxic tersebut hahaha.
Pindahnya gak langsung pindah gitu sih, bertahap.
Dari yang kita pindah ke kamar yang agak jauhan dari kamarnya, sampai akhirnya kami pindah ke rumah kontrakan.
Eh di rumah kontrakan ternyata semua gak langsung damai begitu saja.
Ternyata ada lagi tambahan toxic lainnya.
Yaitu ada seorang ibu janda di depan kontrakan kami, yang hobi banget pinjam duit.
Pinjam sih katanya, abis itu lupa ingatan kalau punya hutang, lol.
Akhirnya, setahun kemudian kami memutuskan cari kontrakan lagi, dan kali ini nyari di wilayah kompleks perumahan.
Meskipun lebih mahal, namun Alhamdulillah masalah tetangga jadi teratasi.
Whats i'm trying to say adalah...
Banyak orang yang lebih suka memelihara rasa sakit hati, menikmatinya tapi gak dituntaskan.
Akhirnya ya masalahnya ituuuu saja terus.
Beranteeeemmm aja terus sama tetangga.
Apa gak capek kali ya? :D
Tapi Rey, kamu mah enak cuman kontrak, bisa ngalah pindah kapan saja.
Nope kawans!
Bukan masalah mudah pindah or something like that, tapi yang saya maksudkan adalah, ambillah suatu tindakan yang bikin masalah kita terganggu oleh tetangga tersebut jadi selesai atau terpecahkan.
Jangan bertahan dengan sakit hati tersebut, memeliharanya, lalu meningkat jadi depresi, lalu keluarga kita sendiri yang jadi korban.
Lalu bagaimana dong, kalau baik kita maupun tetangga sama-sama nggak memungkinkan untuk pindah?
Maka berdamailah.
Komunikasikan dengan tetangga, mengapa mereka selalu terlihat mengganggu kita.
Kalau komunikasi gak digubris, ya rajin-rajin deh kasih oleh-oleh sama tetangga, biar tetangga malu kalau mau jahat sama kita.
Kalau gak mempan juga?
YA CUEK IS DA BEST! hahaha.
Yup, cuekin aja sis!
Anggap aja tetangga kita tuh hantu.
Tau kan gimana hantu, mereka kadang mengganggu, tapi mereka tuh beda dunia sama kita, lol.
Jadi plis lah, jangan sampai kita depresi, mengaku PPD, baby blues, eh padahal kitanya yang selalu membiarkan diri kita masuk ke dalam permainan orang lain, misal tetangga.
Kalau kayak gitu, bahkan ke psikolog bayar mahalpun, kagak ada gunanya :D
Tapi sudah berusaha cuek, tetap gak bisa.
Ya pindah aja kalau gitu.
Gak usah berpikir tidak semudah itu.
Kesehatan batin jauh lebih penting dari sebuah hal 'tidak semudah itu'
Jangan sampai, gara-gara sayang dengan rumah dan segala kenangannya.
Kita jadi ngabisin uang banyak, demi berobat ke psikolog bahkan ke psikiater.
Apa kata tetangga *eh :D
Bermasalah Dengan Mertua / Orang Tua
Salah satu penyebab terbesar PPD atau baby blues adalah justru orang-orang terdekat kita, entah mertua ataupun orang tua kita sendiri.
source : pixabay |
Secara ya, zaman sekarang informasi makin detail dan mudah diakses, jadinya hampir semua ibu, khususnya ibu muda jadi melawan orang tua.
Iya bener sih, banyak banget hal-hal yang berlebihan yang masih dipercayai oleh orang tua.
Misal, anak harus di bedong.
Anak harus di kasih bedak.
Anak harus di kasih makan secepatnya.
Dan sebagainya.
Masih mending mah kalau orang tua atau mertua kita pengertian atau mau ngalah dengan kita, kalau enggak?
Ya makan hati deh.
Lalu bagaimana dong?
Ya sama sih dengan poin yang ada di sub judul sebelumnya, sama juga dengan cara mengatasi tetangga yang resek.
Caranya adalah, jangan dekat-dekat dengan mertua atau orang tua dong.
Emang ada cara apalagi selain hal itu? heheheh
Tapi kan keuangan kami tidak memungkinkan untuk pisah dari rumah ortu / mertua!
Sekali lagi saya tekankan.
Hidup itu pilihan sistah!
You can't own everything!
Kalau bagi saya, lihat mana sisi positif terbesarnya.
Jangan karena sayang duit, jadinya rela sampai depresi.
Toh juga kalau depresi sama aja butuh duit juga buat konsultasi, ye kan!
Tapi, bagaimana kalau benar-benar keuangan sama sekali tidak memungkinkan untuk jauh dari ortu atau mertua?
Ya mau gak mau, kita harus berdamai dengan keadaan.
Rela saja melihat anak dibedong, dikasih bedak, asal gak keterlaluan juga, seperti dikasih makan sebelum waktunya.
Ye kan, kalau mau protes gak bisa, takut diusir.
That's why, saya dulu rela banget menolak ajakan mertua untuk tinggal di rumah mereka, sedang kami punya masalah keuangan serius.
Saya sangat menolak, karena saya tahu, di masa-masa seperti itu, saya harus menjauh dari ortunya maupun ortu saya, karena kami bakal sering berdebat, saling sensi.
Kalau jauh dari mertua dan ortu, mau kami berantem juga, ortu dan mertua gak bakal kena imbasnya.
Ibu, Mengasuh Anak Itu Berat, Maka Cobalah Untuk Cuek Dan Berdamai Dengan Keadaan
To be honnest, saya juga masih dalam masa pembelajaran dan usaha untuk ini.
Berdamai dengan keadaan.
source : unsplash |
Mencoba menerima semua ketentuan Allah dengan ikhlas.
Mencoba mengobati rasa depresi dengan self healing.
Berusaha mengurangi baper terhadap hal-hal yang kurang penting.
Entah itu masalah dengan teman, tetangga, keluarga.
Selama itu gak urgent, sebisa mungkin saya belajar untuk cuek.
Mengasuh anak itu berat!
Saya akui, gejala depresi saya itu terjadi karena saya CAPEK!
Mengurus anak seorang diri, kata orang saya enak ngurus anak, satunya sudah besar.
Eh ternyata PODHO WAEE..
Si kakak memang sudah besar, sudah lebih mandiri, saya gak perlu lagi harus mandiin dia, cebokin dia, nyuapin dia, ambilin dia makan dan semacamnya.
TAPIIII..
Saya harus standby mulu..
Memastikan dia wudhu dengan benar.
Sholat dengan benar dan tepat waktu.
Tidur harus cukup, ada jam tidurnya.
Ada jam bangunnya.
Makan dengan cukup dan benar.
Dan sebagainya yang believe me, kadang saya merasa alangkah baiknya kalau saya mengasuh anak-anak yang usianya gak jauh beda.
Jadi saya bisa melakukan 1 hal untuk 2 anak.
Bukan 2 hal untuk 2 anak.
Ih hidup jangan terlalu perfect Rey!
What's? perfect?
Emangnya bagian mana yang terlihat perfect itu?
Apa anak 8 tahun, eh nyaris 9 tahun, boleh dibiarkan meninggalkan sholat?
Boleh dibiarkan wudhu asal-asalan?
Boleh bolos sekolah kalau lagi ngantuk?
Boleh gak usah puasa karena gak bisa bangun sahur?
Do you call that perfect?
No, sistah!
Meskipun semua anak terlahir dengan fitrahnya menjadi anak yang baik dan sholeh, bukan berarti anak-anak kita bakalan auto baik dan sholeh tanpa bimbingan.
Semua butuh bimbingan orang tua sistah.
Kebayang gak sih?
Saya kudu memastikan si bayi tercukupi asupan nutrisinya di saat dia picky eater, atau melatih simulasi motoriknya, sementara kakaknya juga butuh perhatian.
Dan pak suami gak bisa ada di rumah setiap hari untuk membantu saya.
Semua saya lakukan seorang diri.
Itulah penyebab depresi saya.
CAPEK!!
So...
Sistah!
Saya sangat tahu, betapa mengasuh anak itu berat.
Jangan kau tambahkan lagi bebanmu dengan memelihara masalah dengan orang-orang yang sebenarnya tidaklah terlalu penting.
Mari cintai diri kita, karena kita berhak bahagia.
Dan bahagia ituu..
HANYA KITA YANG BISA CIPTAKAN.
Bukan orang lain.
Semoga kita bisa dengan cerdas menyikapi semuanya.
Putuskan segera.
Jangan memelihara masalah terlalu lama.
Kasian anak-anak kita yang mungkin bakal jadi pelampiasan dari depresi kita.
Demikianlah cara saya untuk cuek dengan omongan orang lain.
Jadi, ada yang punya masalah dengan selalu diusik oleh pihak tetangga ataupun ortu / mertua?
#numpang share yah Mbak, siapa tahu mendapat Pahala... :)
BalasHapus“ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah.
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu.
Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.
Sumber : muslimahdotordotid
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusWidih kang nata gesit sekali nih komrnnya,..tiba-tiba udah muncul diatas saja,..ha-ha
HapusPasti bukanya dengan ekstra jos ya,..ha-ha 😂😂😂 atau buka dengan barbel goreng 😂
Selama Ramadan kang Nata move on...=)
Hapushahahaha, saya udah terharu baca komen kang Nata, lah kok baca komen mba Lantana, jadi ngakak lagi.
HapusJadi beneran nih move on nya?
Gak diperjuangkan lagi?
*eh ini ngomongin apa sih ? :D
Kuanyu : kenapa komentnya dihapus
Hapus...ayo kenapa....!!✌☺😆, buka-puasanya masih menu lama " sawi pahit " 😁😀😊
Mbak latana : selama mengenal mbak, anyu , mbak rey , dll saya dah move on kok, hahahah✌😆
Mbak Rey : terharu apa malah ketawa, ayoooo
..✌😂😂😂
Aduh salut sama kang Nata! Ternyata pengatahuan agamanya lumayan...aaa...jangan jangan ustazd yang kemaren ceramah itu ini...ngaku..
HapusTapi mengena! Dan untuk Rey: Aku pernah di nasehati sama teman Australiaku: Dia bilang begini: Your sons and daughters just have limited golden age. It was during they were 1 to 7 years old! When you love them so much! Setelah itu kita akan jauh lebih sibuk lagi, mereka jadi nakal dan menjengkan. Memang butuh pengorbanan, ketekunan dan kasih sayang yang lebih pada saat kita di posisi sebagai orang tua...that's all.
Huwudiiih ..
HapusItu ternyata ada ustad senior pengomentar pertamanya ...
Itu loh yang pakai jaket kulit warna cokelat ..
*nulis sambil ngumpet*
@kang nata mah aktif banget di blok ini, kang natakan penjaga blog teh rey,..ea 😀
Hapus@Kang Nata : Saya terharu plus ngakak dikit haahah
Hapus@Sofyan : Awww... It's True!
@Himawan : siapa ya ustadz yang pakai jaket coklat? :D
@Kuanyu : wiihhh, ada penjaganya segala? :D
Mengasuh Anak Itu Berat, Maka Cobalah Untuk Cuek Dan Berdamai Dengan Keadaan.
BalasHapusjika sulit, suruh suami poligami, biar ada yang bantu, satu ngurusin anak, satu ngurusin suami, satu ngurusin rumah, satu bagian belanja kebutuhan rumah,
Gampang kan?
Hahahaha..... #ketawabahagia
Hahahahha.
HapusYa ampun... Mungkin bisa berhasil utk sebagian orang yang ya, tapi untuk yang lain juga ya...... belum tentu berhasil. Boro-boro jadi makin mudah, makan ati sama istri yang lain juga bisa. :))
Wkwkwkwkwk, kotanopan mah bercita-cita dijewer para mak-mak nih hahahahaha
Hapus@Ummu: percayalah saya mencoba memberi solusi dengan mudah efektif dan (semoga) membuat semua bahagia,, :D hahaha......
Hapus@Reyne: saya bercita2 punya istri 4 perempuan semua mbak, wkwkw,,,,
#Aamiin,,,,,, :D wkwkw
wakakakakaka, kirain, istrinya bukan perempuan hahahaha
Hapusdalam hal apapun menurut saya jika sering mendengarkan omongan orang lain akn sangat sulit untuk sukses, jadi ya biarkanlah mereka mau bilang apa,..setidaknya yang kita lakukan tersebut benar dan jadikan komentar mereka sebagai masukan untuk memperbaiki diri,..ea
BalasHapussaya setujuuuuu....🙋🙋🙋
HapusKang Nata tu dengarin KuanYu, benar dia tu
HapusIkutan setuju aaahhh hahahah
HapusJadi inget judul sebuah buku "Sebuah seni untuk bersikap bodo amat"
BalasHapusPada akhirnya, kebahagiaan itu dibuat.
kebahagiaan itu dipilih.
Bukan hal yang diterima begitu saja karena takdir.
Jadi kalau kita ingin bahagia, kita yang tentukan memang
Mendengarkan omongan julid orang-orang tidak termasuk hal yang membahagiakan, menurutku. Maka mari kita hindari. Jauh-jauh. diabaikan. Denger aja yang nyeneng-nyenengin hati ya mbaaak :)
Mantap gan masukannya,...memang ada baiknya menyeleksi setiap saran dan komentar yang mssuk agar hidup tentram dan damai,...ea 😀
HapusBang Aul mantaf, filosofinya tinggi!!
HapusBetul banget deh Aul :)
HapusKarena sibuk dengar omongan orang lain, anak jangan sampai "salah asuhan"
BalasHapus#Novel Abdoel Moeis....
Aaaa... Saya suka saya sukaaa
Hapuswaahhhh saya belum pernah baca deh kayaknya, saya bacanya roman ya namanya, judulnya salah asuhan.
HapusBagus banget deh :)
Ibu yang memilih mengasuh anak tuh pengorbanan yang luar biasa. Dia manajer, merangkap bendahara sekaligus baby sitter dan juga ART dan juru masak. Kalo dihitung gajinya, para suami gak bakal mampu membayar.
BalasHapusawwww... jadi merasa auto bahagia nih bang.
HapusCoba aja suami saya pintar nulis, trus dia nulis kayak gini, hahahaha
Langsung auto minta dibeliin ais krim saya *loh hahahaa
Setujuuuu.. Kita hidup dengan apa yang jadi pilihan kita. Semangat untuk kita semuaa!
BalasHapusSemangat :)
HapusSetuju, cuekin aja, Sis. Memang iya, saya juga memilih untuk menciptakan jarak bagi mereka yang tanpa sadar berbicara tanpa filter. It's oke, lah, ya. Lebih baik menjaga hati daripada sering bertemu tapi bikin enggak enak hati. Hihi, hidup hanya sekali, biarlah bahagia Kita yang ciptakan.
BalasHapusbener, kadang jarak membuat hati kita lebih tenang :)
HapusCuek memang perlu. Saya memang belum memiliki anak, jadi belum merasakan betapa repotnya mengasuh anak. Tapi setidaknya saya paham, bahwa mengasuh anak itu gak boleh asal-asalan. Karena kita jadi orang tua, tentunya pengen punya anak yang soleh atau soleha, yang bisa berguna di dunia dan menolong kita di akhirat kelak. Karena anak yang soleh atau soleha ialah dambaan setiap orang tua.
BalasHapusBelajar berdamai dengan diri sendiri saya juga belum bisa sepenuhnya. Kadang suka mencari pelampiasan untuk membuat hati kembali tentang.
Setuju mba, paling sulit untuk bisa berdamai, tapi selalu berusaha untuk bisa :)
HapusKalau aku pribadi, ya .., selama buatku itu baik, menyenangkan dan tidak merugikan orang lain .., aku melakukan apapun tanpa pernah ambil peduli omongan negatif orang, kak.
BalasHapusNgga cuma di dunia maya, di dunia nyata pun juga banyak omongan/komentar nyinyir bin pedas nylekit kayak sambal ,hahhaa ... , cuekin aja.
Asalkan jangan keterlaluan nyakitin banget bicaranya,kita buat hepi aja :)
Sambal malah enak ya, wkwkwkwk.
HapusBenar banget.
Kuncinya kita ga ngerugiin orang lain ya :)
Wah, seperti sambal ya mas hima,...yuk kita cocol sama ayam kfc 😂😂😂
HapusAyam penyet lebih enak loh, eh sambal matah juga enyak hahaha
HapusSaya nggak ada konflik sama tetangga sebelah rumah krn ketemu paling sebulan sekali kalau pas arisan RT itu pun nggak banyak ngomong.
BalasHapushehehehe, kalau laki emang jarang, biasanya yang konflik itu perempuan :D
HapusNumpang nyimak mbk rey, tidak bisa ikutan sharing karena masih 0 pengalamannya.
BalasHapusBtw terimakasih atas cerita panjang lebarnya. Jadi semakin paham akan ilmu kehidupan irt
Di noted aja, biar nanti jadi list diskusi sebelum nikah ama mas jodoh :D
HapusAku konflik sama tetangga. Pada akhirnya aku ambil skul lagi balik ke kampung halaman, salah satu alasannya memang untuk menjauh dari tetangga, meskipun jadi ldr sm suami. Skrg udh slsai kuliah, anak udah 2,mau balik kumpul lagi. Tp milih pindah rumah. Rumah lm niatnya dikontrakin/dijual. Smntra kami ngontrak dirumah yg dkt SD anak. Daripada saya kena toxic mending menjauh lah. Untuk ke anak2, saya dulu stres karena ingin smuanya perfect oas pny anak pertama.alhasil si kakak disiplin, kritis, tertib tp disisi lain emosinya labil. Akhirnya anak kedua saya lbh slow, lbh santai dlm pengasuhan.kdg kita keras pada diri sendiri dan pada anak justru hal tsb yg membuat kita capek. Percaya deh, ibu dan anak yg lbh byk senyum dan tertawa justru semua berjalan lbh lancar. Ga sesusah dlu hrs memastikan semua berjalan dg benar, baik, dan sesuai. Karena apa? Krn ibu dan anak lbh happy. Jadi prioritas saya skrg adalah mengasuh dg happy
BalasHapusKereeeennnn banget mbaaa..
HapusSuka banget keputusannya.
Keputusan besar, tapi lebih tepat ketimbang memelihara toxic dan menghambat semua rezeki.
Terimakasih atas sharingnya mba, means a lot buat saya khususnya :)