Sharing By Rey - Quality time atau quantity time? mana sebenarnya yang anak butuhkan?
Saya rasa, most of moms pasti menjawab "QUALITY TIME!"
Iya kan?
Kalau saya, sejak dulu memang kurang begitu setuju hanya mengedepankan quality time saja, karena saya biasanya terlebih dahulu bertanya pada diri sendiri.
"Kamu sukanya quality time atau quantity time, Rey?"
"Well, quality time itu asyik sih, mengena banget, tapi saya nggak suka habis itu ditinggal sendiri, saya maunya selalu barengan"Dan, iyes!
Saya pribadi memilih quantity time, yaitu tidak masalah waktu kebersamaan kita tidak melulu tentang intens, asal kita bersama selalu, itu udah semacam berkualitas banget.
Eh ini memangnya ngomongin apa sih Rey?
Temanya parenting, tapi kok saya mencium aroma percintaan nih, lol.
Maksud saya, kadang kita 'sotoy' memberikan kesimpulan berdasarkan kehendak kita terhadap apa yang dibutuhkan anak, tapi kita sendiri bahkan tidak mau bertanya, jika kita ada di posisi tersebut, apa yang kita pilih?
Jadi, tema parenting kali ini ada karena muncul ide saat saya tidak sengaja membuka buku parenting yang pernah dihadiahkan oleh sahabat saya dulu, Stevani Dyah.
Buku yang berjudul 'Pedoman Penting Membesarkan Anak' karangan Roni Jay itu ternyata bagus banget isinya.
Etdah si mami Rey ini sering banget mengabaikan buku-buku yang ternyata sudah dipunyainya, bahkan kalau nggak salah sudah pernah dibaca, tapi akhirnya lupa lagi, lol.
Di antara beberapa sub judul dalam buku tersebut, saya terkesima dengan sub judul 6 yaitu "Lupakan Tentang Waktu Berkualitas"
Dalam buku itu, si penulis bercerita bahwa dia mempunyai seorang bayi newborn, sementara si sulung masih berusia 2 tahunan.
Lalu dia merasa sangat bersalah, karena akhirnya tidak bisa meluangkan waktu secara intensif bersama anak sulungnya tersebut, seperti sebelum si bayi lahir.
Karenanya, si penulis bertekad meluangkan 1 jam berkualitas untuk bermain bersama anak sulungnya.
Tibalah waktu yang ditentukan, si penulis begitu bahagia meluangkan 1 jam waktu berkualitas dengan si sulung, bermain tanah liat, berkejaran di taman, hanya mereka berdua.
Sayangnya, si sulung merasa kurang puas dan kurang nyaman.
Sampai akhirnya, keesokan harinya si bayi rewel terus, sama sekali nggak bisa ditinggal even cuman sejam untuk memberikan quality time bersama si sulung, maka yang terjadi adalah terpaksa si penulis memberikan si sulung quantity time, dengan tetap menemaninya sambil menggendong si bayi.
Dan ajaib!
Si sulung malah jauh lebih bahagia dan lepas dalam menikmati waktunya bersama ibunya.
Related Story Dengan Si Kakak Darrell
Membaca kisah si penulis tersebut membuat saya jadi teringat dengan kisah saya sendiri, dan iyes!
Saya merasa related banget dengan kisah si penulis.
Sama-sama punya bayi dan akhirnya merasa kehilangan waktu bersama si kakak.
Dan saya menghabiskan waktu setahun sejak si bayi lahir untuk menghadapi si kakak dengan salah cara.
unsplash |
Mungkin juga karena faktor gejala postpartum depression yang saya alami, kecapekan, kurang tidur dan sebagainya.
Saya merasa semakin depresi karena semakin jauh dengan si kakak.
Sesekali saat suami libur, saya meminta agar pak suami bisa mengurus si bayi, lalu saya meluangkan waktu untuk bisa lebih dekat secara intens dengan si kakak.
Entah melalui bikin cake kesukaannya bersama, atau menemaninya mengerjakan PR kumonnya.
Tapi ternyata hal tersebut tidak cukup membuat si kakak merasa lebih bahagia.
Entah mengapa, justru saya merasa canggung melakukan hal tersebut.
Sampai akhirnya, saya mencoba melibatkan dia dalam semua hal yang saya lakukan, memasak bersama, bermain bertiga dengan adiknya.
Si kakak tiba-tiba menjelma jadi anak yang super manis, sama seperti dulu saat adiknya belum lahir.
Masha Allah..
So, sejak saat itu saya mulai memperlajari satu hal baru, bahwa si kakak tidak peduli seberapa intens waktu yang saya berikan untuk dia.
Karena menurutnya, waktu terbaik bersama maminya adalah SETIAP SAAT.
Quality Time Bagi Si Kakak Adalah Quantity Time Bersama Mami
Jangankan bagi seorang anak yang memang butuh perlindungan, kasih sayang, perhatian setiap saat dari orang tuanya, seperti yang saya katakan di atas, saya pun lebih memilih quantity time bersama orang terkasih, ketimbang quality time tapi cuman sebentar.
Iyes, mungkin saya terlalu kekanak-kanakan, tapi bukannya bagus ya, biar bisa memahami anak, lol.
Ternyata, apa yang si kakak inginkan dan rasakan saat ini tuh, persis seperti apa yang saya rasakan waktu kecil.
Dulu, saya selalu kebingungan saat mama nggak ada di rumah, sering terjadi saya kelaparan menanti mama, bingung mau ngapain, bahkan sudah diajarin cara masakpun, saya tetap bingung.
Semacam ada yang kurang dari hidup saya.
Saat mama di rumah, dan tetap sibuk mengerjakan pekerjaan kantor, saya sedih.
Tapi kemudian berubah jadi gembira saat mama meminta bantuan saya mengerjakan beberapa hal tugasnya.
Seperti meminta saya mengambilkan botol obat yang harus diberikan pada pasien berdasarkan resep dokter.
Atau membantu mama membuat laporan pekerjaannya secara manual.
Atau sekadar menggunting kertas untuk dijadikan bungkus obat.
Itu rasanya bahagiaaaa banget, karena bisa ada di dekat mama terus.
Dan ternyata seperti itu pula apa yang diinginkan si kakak.
Dia ingin agar saya melibatkannya dalam semua hal yang saya lakukan, entah itu pekerjaan rumah seperti memasak.
unsplash |
Dia bakalan happy kalau saya minta dia untuk cuci piring sementara saya ada di dekatnya.
Atau saat saya menyusui si bayi dan dia bisa ada di samping saya, bebas bercerita tentang berbagai hal dan saya mendengarkannya dengan seksama.
Meskipun mungkin diselingi dengan kegiatan lain, tapi terlihat jelas si kakak amat sangat menikmati kebersamaan kami.
Itu pula yang menjelaskan, mengapa meski segalak apapun saya, si kakak lebih memilih bersama saya ketimbang harus pergi mengikuti orang lain dengan berbagai iming-iming.
Beberapa waktu lalu, saya sakit.
Pak suami saat itu sedang tidak di rumah, dan sedihnya saat saya mengeluh sakit, beliau sama sekali nggak bisa langsung pulang.
Beliau hanya meminta tolong kakaknya yang memang tinggal beberapa kilometer dari tempat tinggal kami untuk datang menjemput anak-anak dan di bawah ke rumahnya agar saya bisa beristrahat sejenak.
Tidak berselang lama, kakaknya pun datang.
Dan si kakak sama sekali nggak mau dong diajak ke rumah budhenya, meski dengan beragam iming-iming.
Dia lebih memilih berada di dekat saya, meski hanya bisa makan nasi dan telur goreng sisa sarapan pagi hari karena saya sama sekali nggak bisa masak.
Masha Allah, antara merasa sebal karena semacam nggak sikasih waktu istrahat bentar, dan juga merasa sangat berharga bagi anak-anak.
Sesungguhnya, makna quality time buat anak itu adalah selamanya bersama orang tuanya selalu, atau juga disebut quantity time.
Meskipun sesungguhnya waktu orang tua untuk anak, serta perhatian orang tua untuk anak, adalah dua hal yang berbeda.
Namun setidaknya anak dapat melihatnya dalam satu waktu quantity time tersebut.
Setidaknya, itu yang saya alami bersama anak-anak.
Kalau temans lainnya?
Seperti apa memaknai quality dan quantity time bersama anak?
Share yuk :)
Sidoarjo, 4 September 2019
#RabuParenting
saya jadi sedih, kerjaan saya pindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain...jadi jarang ketemu anak
BalasHapusAduhhh, maafkaaannn..
HapusBukan maksud saya bikin sedih, murni cuman ingin berbagi pengalaman.
Semoga nanti bisa stay bareng keluarga ya.
Sekarang disiasati dengan komunikasi melalui HP aja.
Jadi setiap hari, meski jauh, tetap bisa ngobrol sama anak :)
Good banget pointnya Rey.. Selama ini kebanyakan orangtua berpikir bahwa mereka cukup memberikan waktu "sedikit" kepada anaknya, tetapi "berkualitas" menurut mereka.
BalasHapusMaklum deh, banyak yang kemakan teori parenting dari para ahli.
Tetapi, pengalaman saya sebagai orangtua menemukan bahwa, prinsip semakin banyak semakin baik kalau dalam urusan dengan anak. Dengan begitu ikatan batin, transfer pengetahuan, dan kasih sayang antar orangtua dan anak bisa terbentuk dan tumbuh dengan subur.
Jujur saja, mempertentangkan antara "Quality" dan "Quantity" yang sudah dianggap benar belakangan ini, sebenarnya hanya sebuah pembenaran dari pihak orangtua saja yang malas meluangkan waktu untuk anak mereka.
Prinsip dikit yang penting berkualitas juga sebenarnya absurd dan tidak masuk akal karena kualitas itu sendiri sulit diukur, apalagi dalam urusan hubungan dengan anak. Standarnya tidak ada.
Prinsip semakin banyak semakin baik itu sebenarnya untuk orangtua juga. Pada waktunya sang anak akan pergi meninggalkan kita sebagai orangtua dan pada saat itu kita akan menyadari bahwa waktu yang sedikit itu sangat mungkin melahirkan penyesalan karena tidak lebih banyak meluangkan waktu tuk anak.
Tidak pernah ada kata cukup sebenarnya, bagi saya sebagai orangtua untuk anak. Bahkan, setelah begitu banyak waktu yang saya habiskan untuk si kribo, tetap saja, saya merasa kurang. Padahal, si kribo sudah bukan anak kecil lagi, dan tidak semudah dulu diajak pergi bersama dengan saya.
Jangan pernah pertentangkan antara kualitas dan kuantitas dalam urusan anak. Yang rugi diri sendiri.
"berkualitas" menurut mereka (orang tua)
HapusBener banget pak, persis seeprti yang digambarkan si penulis buku tersebut.
Dia menyediakan waktu yang berkualitas bagi anaknya, (menurutnya itu berkualitas) tapi anaknya malah nggak menikmati, mungkin karena terlalu dibuat-buat ya.
Soalnya, anak itu manusia, mahluk yang bernyawa, ada pikiran, ada rasa.
Yang mana sama dengan hubungan orang dewasa, bakal lebih bonding kalau lebih sering bersama :)
Setuju mba Rey, saya memang pilih quantity time, karena bagi saya juga quantity time itu sudah quality time. Setiap waktu yang dihabiskan bersama itu sungguh berharga dan walaupun monoton itu itu aja,bagiku itu lebih baik dan lebih berquality, daripada harus diberi senang senang bersama sejam abis itu ditinggal lagi
BalasHapusAh ini keren.
HapusQuantity is quality, bahkan dalam kebersamaan itu kita mungkin bete sama anak, anak juga bete sama kita, tapi di akhir hari, kita bisa merasakan, bahwa kebersamaan dalam quantity itu adalah semua quality time :)
Iya lho, saya kadang sengaja bawa anak pertama dan kedua jalan-jalan, sementara si bungsu di tinggal di rumah bersama ART. Tapi ternyata mereka nggak menikmati dan malah pengen segera pulang, katanya kangen adek.
BalasHapushahaha iya mba, pada akhirnya sesering apapun berantem, senyebelin apapun sodaranya, tetep berantem dll itu adalah waktu yang berkualitas ya menurut anak2 :)
Hapusini aku 0ernah dapat seminarnya mbak. narsumnya bilang begini, "nggak ada quality time tanpa quantity time."
BalasHapussebenarnya yang begini ini masih jadi perdebatan sih. tapi saya ambil aliran yang quality time itu ada karna quantity time. at least salah satu dari orang tuanya memenuhi hal ini.
saya pernah jadi anak yang ibu saya selalu ada ketika saya butuh dan mulai nggak ada ketika saya butuh karena kebutuhan ekonomi saat itu. beda banget rasanya. padahal di fasa "ditinggalkan" ibu itu saya udah baligh, udah remaja, tapi ya gimana ya. tetep aja rasanya nggak enak.
lebih nggak enak lagi ketika kami ketemu isinya cuma marah-marah aja. hhh...
Setuju banget mba, minimal salah satu orang tua selalu ada.
HapusKasian juga kalau dua2nya sibuk ya, meski zaman sekarang itu sering terjadi gara-gara kebutuhan yang mendesak.
Btw sama mba, dulu sampai usia 5 tahun mama saya IRT, beliau selalu merawat kami dengan baik, saya ke sekolah dengan cantik karena didandanin, rambut dikuncir sama mama.
Setelah itu mama lulus PNS, tiba-tiba saya jadi ga keurus, rambut awut-awutan, sedih rasanya
Anak itu tidak mengerti dan paham dengan apa itu kualitas waktu.
BalasHapusMereka hanya bisa merasakan dan melihat saat berdekatan. Semakin sering bersama, disitulah ada rasa kebahagiaan. Jadi bagi anak yang dibutuhkan adalah quantity waktu.
Nah penjelasan yang masuk akal nih, :)
HapusBaiklah terjawab sudah ini mb rey, ttg 2Q itu😌
BalasHapusEeh ditunggu (((REVIEW))) buku pedoman penting membesarkan anak mb rey🤭
hahahaha, isinya banyaaakk, bagus2 meski bahasanya kacau karena itu kayaknya buku saduran.
HapusSayapun baru ngeh lagi setelah iseng lihat2 koleksi buku saya.
Insha Allah saya bahas satu2 deh :D
Sama pentingnya yaa. Aku blm bisa janjiin quantity time utk anak2, krn kerjaan yg skr jujur menuntut banyak. Tp setidaknya sebisa mungkin aku usahain utk pulang ga terlalu malam supaya bisa ngobrol dgn anak2 ttg apa yg mereka kerjain :D. Iya sih, terkadang mereka udh tidur, tp coba compensate dgn mengajak jalan2 pas weekendnya.
BalasHapustrus, aku usahain utk slalu nelpon dr kantor jg Rey. sekedar ngobrol bntr udh makan ato sedang apa :D. si kaka biasanya yg lgs cerewet kalo ditanyain begitu :D.
Quality time yg palingan bisa aku janjiin ke mereka. kebanyakan sih traveling bareng. nanya ke mereka, mau ke mana jalan2nya, yg mau dilihat apa dll. jd mereka jug belajar ngasih pendapat mereka sendiri
Awww.. bener mba, jadi merasa bersalah membuat teman-teman yang belum bisa kasih kuantitas waktu ke anak merasa sedih.
HapusTenang mba, pada waktunya anak-anak pasti akan mengerti, lagian mba fanny selalu mengganti waktu tidak bersama anak-anak dengan mengajak mereka main bareng.
Apalagi kayak si gemes Fylly yang katanya strees diobati dengan nginep di hotel hahaha.
Itu bisa membayar banget waktu kebersamaan ya :)
Dan iyes, menggunakan teknologi juga bisa banget.
Quality time comes in the right quantity....saya sih percaya seperti itu Ma Rey.
BalasHapusDan yang namanya quality time itu setahu saya perlu diupayakan, direncanakan, dan benar-benar dilakukan. Nggak bisa nunggu waktu luang kalau tidak pernah diluangkan, ibarat kata sih gitu.
Nah bener, nggak ada waktu luang kalau nggak diluangkan hahaha
Hapusthanks for sharing mbak, jadi belajar wlpn anak sy baru 10 bulan, hihi.
BalasHapusSama-sama, semangat :)
Hapus