Sharing By Rey - Disiplin!
Saya sungguh tergila-gila dengan kata tersebut, sebagai goal dalam pengasuhan anak-anak saya.
Betapa tidak?
Terdidik dengan keras sejak kecil, membuat saya tumbuh jadi orang yang disiplin, meski timbul tenggelam karena pola asuh yang (mungkin) salah dari orang tua saya.
Namun, hal itu berkembang jadi sebuah goal yang utama, dikarenakan saya berjodoh dengan suami yang lumayan bertolak belakang dengan kata disiplin tersebut.
Karenanya, bisa dilihat dari pencapaian hidup kami.
Jika saya terus mengisi hidup dengan berbagai goal-goal positif dan berjuang mencapainya.
Berbeda dengan suami yang kebanyakan menganut pikiran.
"Life must go on, maka jalani saja"Omaygod!
Apa sih definisi dari disiplin tersebut?
Disiplin adalah perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
Sebenarnya, kalau dilihat dari definisi disiplin tersebut, suami saya bukanlah termasuk orang yang nggak disiplin, beliau sangat bertanggung jawab terhadap apa yang harus menjadi tanggung jawabnya.
Namun, tanggung jawab itu selalu menganut prinsip, "yang penting dikerjakan!"
Contoh, beliau harus mengerjakan menyiapkan tugas buat besok, tapi beliau ngantuk.
Ya tentu saja beliau akan tidur dulu, tugas tersebut akan dikerjakan setelah beliau bangun.
Lalu tidurnya kebablasan sampai siang, dan tugas tersebut gagal dikerjakan, ckckckck.
Berbeda dengan prinsip saya.
Kalau saya ada tugas dan harus dikumpulkan besok, lalu saya ngantuk.
Itu berarti saya harus segera menyelesaikan tugas tersebut dengan cepat, agar saya bisa tidur dengan nyaman.
Sehingga tidak ada drama nggak sempat ngerjakan tugas, gara-gara ketiduran.
Hal seperti ini yang ingin saya tanamkan ke anak.
Meskipun jujur lebih berat, karena tidak ada contoh konsisten dari kami sebagai orang tuanya.
I mean, sayanya berusaha konsisten nunjukin disiplin tersebut, suami usahanya on off mulu, *sigh!
Namun, prinsip saya tak pernah berubah, anak berhak tumbuh menjadi manusia yang lebih baik lagi, terutama pada sikapnya, karena sesungguhnya, setinggi apapun ilmu yang anak punyai, tanpa dibarengi sikap yang baik, semuanya hanya akan membawa kehancuran saja.
Jadi, hal-hal yang bisa saya terapkan pada anak, tentu saja akan saya perjuangkan agar bisa diterapkan pada anak, salah satunya mendidiknya agar menjadi anak yang disiplin, sebagai bekalnya di saat dia dewasa nanti.
Kesalahan-Kesalahan Pola Asuh Saya Dalam Mendidik Anak Menjadi Disiplin
Karena perbedaan karakter atau kebiasaan yang tertanam dari saya dan suami, membuat usaha mendidik anak menjadi disiplin itu, sungguh penuh dengan drama.
Selain memang, mengasuh anak itu sungguh challenging banget, terutama tentang kedisiplinan. Karena kedisiplinan berkaitan dengan kemandirian anak.
Dan, kemandirian anak berkaitan dengan aspek perkembangannya.
Tentunya, hak tersebut membuat saya harus lebih rajin mengeksplor berbagai strategi yang bisa dilancarkan, sesuai usia anak.
Yang tentu saja, juga menjadi sangat challenging, karena beda usia si kakak dan si adik lumayan jauh.
Adapun kesalahan-kesalahan tersebut, saya dapatkan dari teori yang saya baca dan liat di berbagai media, yang mana teori tersebut mungkin sedikit bikin baper, tapi tidak ada salahnya untuk diperbaiki.
Di antaranya,
1. Seharusnya konsisten menerapkan kesepakatan bersama
KONSISTEN!
Ada di segala aspek kehidupan, dalam mencapai sesuatu, termasuk dalam mengasuh anak.
Konsisten dalam mendidik anak agar disiplin sering on off, karena.
- Jika ada papinya, sungguh beliau seringnya mencontohkan hal yang bertolak belakang dari pola asuh yang saya ajarkan. Dan anak-anak menirunya dengan baik, bahkan si kakak selalu protes dengan ucapan, "Papi kok boleh kayak gitu!"
Mau nangis deh rasanya!
- Jika papinya nggak ada, sayanya nggak konsisten, karena capek bookk, lol.
Mengasuh 2 anak seorang diri, ditambah dengan kerjaan rumah, memasak makanan yang disukain bayi eh batita picky eater yang BBnya bikin depresi karena dia malas makan, mencari uang juga melalui internet, hadeeeehhh... sungguh amat sangat melelahkan.
Jadilah, sikap saya kadang tidak sesuai dengan apa yang saya ajarkan, dan itu sungguh memalukan dan bikin depresi, hiks.Tapi, meskipun demikian, bukan berarti saya akan menyerah dan pasrah dengan keadaan.
Saya sadari banget, karena di manapun saya berada, apapun yang saya kerjakan, pastinya selalu penuh tantangan.
Apalagi pekerjaan mengasuh anak, mendidik manusia, yang mahluk hidup.
Atuh mah, sungguh challenging!
So, iya banget!
KONSISTEN akan menjadi PR penting saya, dan saya akan berjuang untuk itu.
2. Tantangan bersikap positif dan memahami bahwa anak bermasalah adalah anak yang sedang menyatakan kebutuhan dirinya.
Terus terang, saya baru saja memahami hal ini.
Makanya Rey!
Banyakin perkaya pengetahuan diri tentang parenting, jangan baca gosip mulu, lololol.
Biasanya, saya langsung bereaksi marah jika si kakak berulah, menurut saya itu tidak baik.
Anak harus belajar untuk bisa mengendalikan diri.
Sungguh diktator banget kamu, Rey!
Anak harus bisa mengendalikan diri, sementara kamunya sendiri sama sekali enggak bisa melakukan hal tersebut, *plak!
Yup, pola pikir saya harus diubah!
Harus menanamkan ke diri sendiri, bahwa saat anak berulah, bukan berarti dia adalah anak yang buruk, tapi bisa saja anak berlaku demikian, karena ingin menyampaikan kebutuhan dirinya, dan saya mencontohkan dengan buruk, jadinya dia mengungkapkannya dengan sedikit 'ulah'.
3. Seharusnya bisa mengelola emosi dengan baik
Jika membaca semua teori parenting, tidak ada yang tidak menyarankan selain, jika ingin membenarkan anak, maka benarkan dulu diri kita sebagai ibu.
Betul banget, saya rasa hampir semua ibu di zaman sekarang, punya masalah dalam hal mengelola emosi dengan baik, dan saya adalah salah satunya yang terburuk! *sigh!
Emosi saya amat sangat meledak-ledak terutama saat pasca melahirkan dahulu, yang ditengarai dengan postpartum depression.
Alhamdulillah, sekarang sudah lebih baik, meski.. belum juga sepenuhnya baik, karena tetap saja emosi saya masih meledak-ledak, khususnya saat menjelang menstruasi.
Saya bahkan rajin meneliti waktu menstruasi saya, agar bisa lebih siap menghadapi perubahan mood yang kadang terasa ekstrim, sehingga bahkan saya sendiri takut, hahaha.
Iya, mengelola emosi itu penting, khususnya dalam mendidik anak menjadi disiplin, karena tentunya kita ingin agar anak tumbuh menjadi anak yang disiplin dengan penuh kesadaran, bukan karena takut, ye kan.
4. Seharusnya tidak takut salah karena percaya kesalahan adalah proses belajar
Uwowwww...
Ini sangat challenging banget!
Karena berkaitan dengan pola asuh orang tua saya di masa kecil saya yang sungguh diktator dan kolot.
Saya sungguh tidak boleh melakukan kesalahan sejak kecil, bagus sih.
Saya tumbuh jadi wanita yang penuh perhitungan, tapi efek sampingnya saya jadi mau semuanya serba perfect, terutama pada anak yang masih belajar untuk being a perfect human, huhuhu.
Karenanya, saya harus bisa menahan diri untuk tidak bereaksi negatif terhadap kesalahan anak, which is yang challenging sekarang tuh adalah, sudah kelas 3 dan masih terus harus diingatkan hal-hal yang seharusnya jadi habbit sejak kelas 1 SD, yaitu persiapan berangkat sekolah.
Tapi saya sadar, sesungguhnya... parenting is never ending sounding!
Jadi saya memang harus lebih bersabar untuk terus sounding dengan baik, sampai akhirnya anak menjadikan sounding saya sebagai alarm yang selalu dirindukannya, aamiin.
Hal lain yang sering terjadi adalah, saat anak mengerjakan sesuatu yang saya tugaskan, ya.. namanya juga anak-anak ya, kadang ada malasnya, sehingga mengerjakannya asal-asalan.
Saya harus bisa memahami hal tersebut.
Karena sesuatu hasil yang tercapai, tentu saja melewati beberapa kesalahan.
5. Seharusnya lebih asyik main bersama dalam proses menumbuhkan disiplin
Sesungguhnya, dari semua masalah yang memberatkan pola pengasuhan saya adalah, karena saya tidak bisa fokus hanya mengasuh anak.
Iya, di antara banyaknya hal yang harus saya lakukan seorang diri, saya juga harus bisa menyediakan waktu untuk mencari uang.
Duh ya, saya sungguh salut atas kehebatan mamak-mamak lainnya yang bisa terus produktif menghasilkan uang, di sela-sela mengasuh anak dan mengurus rumah.
Karena sejujurnya, saya hampir tidak sanggup, alias akhirnya ada yang dikorbankan, yaitu anak.
Si adik malah hingga usianya 2 tahun belum mau bicara.
Belum mau ya, bukan belum bisa, karena sebenarnya dia sepertinya bisa mengucapkan, tapi dia nggak mau.
Setelah saya amati, sepertinya dia seperti itu karena terlalu nyaman dengan kesunyian, yang mana saya sering lebih memperhatikan pekerjaan di laptop ketimbang menemaninya main.
Ya Allah..
Bingung sih sebenarnya, karena sesungguhnya, i need money!
Tapi, balik lagi.
Rezeki itu dari Allah.
Sementara tugas mengasuh anak itu sudah Allah amanahnya kepada saya.
Jadi sepertinya, saya harus memutuskan untuk lebih calm down terhadap rezeki, lebih mengutamakan anak.
Mempercayai bahwa rezeki itu bisa berbentuk apa saja dan lewat mana saja hadirnya.
So, yup!
Saya harus lebih memprioritaskan waktu lagi ke anak.
Mengajarkan disiplin, sangat bisa kita terapkan pada saat bermain bersama.
Karena sesungguhnya bermain adalah belajar juga buat anak.
Setidaknya, itu dia kesalahan-kesalahan pola asuh saya dalam mendidik anak menjadi disiplin, sesungguhnya, menulis ini sebagai refleksi diri untuk bisa self reminder untuk lebih baik lagi.
Kalau temans, apa nih kesalahan yang pernah dilakukan dalam mendidik anak menjadi displin?
Share yuk!
Sidoarjo, 6 November 2019
@reyneraea untuk #RabuParenting
Sumber :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Disiplin di akses 6 Nov 2019
- Akun IG @keluargakitaid
- Pengalaman prbadi
Gambar :
- Dokumen pribadi
- unsplash
Papi kok boleh kaya gitu?
BalasHapusWkwkwkwk, gw mau ketawa rasanya...
hihihihi, anak kan lebih suka mencontoh :D
HapusLuar biasa peran bunda dalam mendisiplinkan anak. Saya sepakat bahwa konsisten menjadi pertama yang patut diperhatikan dalam mendisiplinkan anak, sebab kebiasaan itu kadang cepat dan kadang lama pula baru terbentuk.
BalasHapusBener banget, membentuk kebiasaan baik :)
HapusMembaca tulisan Mbak ini saya kok jadi ingat dengan Motto " A3 " = ASAH, ASIH, ASUH,
BalasHapusDan saya yakin Mbak juga pasti ingat dengan motto tsb. :) kalau ngak salah motto ini sering di ucapkan di kuis yang disiarkan oleh TVRI zaman dulu, hahahaha.....
hahahaha, serius kang, saya udah lupa, lebih tepatnya dulu saya dilarang nonton TV, saya baru bisa puas nonton TV setelah ngekos pas kuliah hahahahaha
HapusJujur saya paling suka kuatir dengan perkembangan anak karena sering ragu apakah cara mendidik mereka sudah benar? Akhirnya saya ikuti pengalaman masa lalu bagaimana orang tua dulu mendidik saya....
BalasHapusPaling tidak tulisan ini telah ditulis berdasarkan pengalaman yang sama berharganya dalam khazanah ruang waktu hidup kita.
Sejujurnya nggak ada teori parenting yang bener-bener benar. Karena kondisi tiap keluarga itu beda-beda.
HapusSaya pun sering berkaca pada masa kecil saya, mencontoh pola asuh ortu meski lebih sering disaring ambil yang positif saja :)
Kalau kesalahan yang saya lakukan lebih pada komitmen untuk benar-benar lepas dari HP saat tidak handle kerjaan. Karena dengan alasan hiburan, akhirnya saya masih main game. Dan suami juga begitu, meskipun anak masih prioritas tapi dia masih saja main game di depan anak. Tapi, kalau belum keterlaluan sih ga aku tegur.
BalasHapushuhuhu kalau saya masih tetap pegang hape di depan anak mba, gimana dong, nggak ada waktu bener2 lepas dari si ekcil, kalau dia bobok saya kejar2an kerjain kerjaan rumah atau buka laptop hahaha.
HapusSoal konsisten meski sudah dewasa aku akui masih sulit. Harus banyak belajar nih. Makasih sharingnya :)
BalasHapusSemangat :)
HapusAku jd mau cerita tentang point pertama yg konsisten ini mba. Anakku pas TK pernah tes psikologi, dan salah satu sikapnya adalah anak kurang percaya diri jadi lebih suka ikut2an temannya. Dan tau ga ternyata kenapa anak bs kaya gt? Karena bedanya pola pengasuhan yg diterima. Kebetulan memang anakku pas kecil di rumah kita rame bgd. Jd anak dpt perlakuan yg beda2 dr masing2 anggota keluarga. Yg aku kagetkan, ternyata itu mempengaruhi ga hanya k disiplin anak, tapi juga k karakter anak yg lain..
BalasHapusTapi untung anakkny masih kecil sih, kata psikolognya masih bisa banget diubah jd lbh baik. Semangat! 😁
Ada kakek neneknya juga ya mba? challenging banget itu mah, kalau saya sih beruntungnya cukup berperang dengan diri sendiri.
HapusSuami palingan bisa dikasih tahu meski banyakan dilanggarnya hahaha.
Semangaatt, semoga kita bisa mendidik anak2 dengan baik :)
Bermain juga adalah belajar untuk anak.
BalasHapusAku setuju sekali dengan kalimat ini Kak.
Setiap kali aku ngajar les, aku sering sekali mengajak anak untuk bermain tapi dengan waktu tertentu. Tapi, orang tua suka berpikiran aku sukanya ngajakin anak main aja. Padahal permainan yang dilakukan juga mengasah ketekunan anak dan kedisiplinan anak.
Orang tua sukanya aku harus fokus belajar selama 90 menit, padahal kasihan anak-anak kalau full mengerjakan soal selama 90 menit. Lebih baik belajar sambil bermain.
Terima kasih Kak Rey atas pencerahannya.
PS: Murid2ku masih TK dan SD. Hehe...
Ya ampun, kita aja orang dewasa bisa kram otak belajar 90 menit hahahaha
Hapusaku setuju konsisten hrs jd yg no1. dan suami plus istri hrs bisa seiya sekata pas bikin aturan. kalo aku sdg marah ke anak, si papi ga bakal ikut campur. dia akan mendukung apapun yg aku lakuin, walopun mungkin ga setuju. dia bakal bilang dia g setuju, pas di belakang. yg ptg di depan anak2, kami ga boleh kliatan ga kompak. kalo memang aku ga izinin anak2 main hp dari jam sekian ampe jam sekian, si papi jg hrs begitu.
BalasHapuskalo anak2 ga boleh jajan dari penjual yg sering lwt depan rumah, si papi hrs setuju. jgn sampe ntr, anak2 minta back up dr papinya kalo kliatan dia sbnrny mengizinkan.
tp yg msh jd pr buatku, kontorl emosi sih mba. aku suka terlalu cepet marah ke mereka. aku akuin itu ga bagus. makanya lg berusaha bangetttt utk bisa lbh sbar, dan ksh cth yg baik ke anak2 :(
Hahaha sama mba, kalau suami saya juga gitu, yang selalu kudu ngontrol nih saya, kadang saya nggak tahan untuk menegur suami di depan anak-anak.
HapusHabisnya gemesin.
Saya capek berbusa-busa sounding ke anak tentang ini itu, eh dia seenaknya contohin yang dilarang.
Btw seandainya sabar itu bisa dibeli ya mba, masih PR banget deh buat saya juga :(
sepertinya font nya ganti yaa..? (haha, gagal fokus :D)
BalasHapushemm, agak susah juga ini mendidik anak disiplin. apalagi kalo masih tinggal bareng orang tua. pas anakku ku larang begini atau begitu, lalu dia ngadu deh ke neneknya.. ampuunnn dahhhhh... hffft..
hahahahah jeli banget :D
HapusRencananya mau ganti template, tapi galau.
Setelah saya cek-cek, template yang aman ya cuman punya blogger, meskipun H1 H2 H3 nya masih belum ada :D
Waaahhh, no komen saya kalau sama kakek nenek hahahaha
Permasalahannya saya juga sama, dalam hal disiplin gak bisa kompak sama suami.
BalasHapusKadang saya bangun pagi, suami bangunnya siang. Begitupun sebaliknya.
Yang paling saya gak suka itu kalo suami punya kebiasaan begadang hampir tiap malam, karena gak berfaedah, wkwkwk
hahaha saya juga sering bergadang, gara-gara kudu ngeblog waakakak.
HapusTapi sekarang saya akalin dengan tidur cepat, dan bangun di malam hari, meskipun lebih seringnya gagal, karena pas mau bangun, eh si kecil ikutan bangun hahahaha
Kesalahan paling besar saya dalam hal parenting adalah MEMBACA BERBAGAI TULISAN PARENTING
BalasHapusKarena pada dasarnya, setiap anak akan berbeda, tidak beda halnya dengan manusia yang berbeda.
Tidak ada jurus yang bisa diterapkan pada semua anak.
Orangtua harus memperhatikan perkembangan anaknya dan kemudian memutuskan apa yang terbaik bagi sang anak berdasarkan situasi yang ada. Bukan berdasarkan pandangan orang lain yang dibuat berdasarkan pengalaman dan sikon yang berbeda.
Mengasuh anak itu sebuah proses pembelajaran bagi orangtua juga.
Alhamdulillah, si kribo cilik sudah berkembang menjadi anak yang tidak mengecewakan orangtuanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Soal kesalahan, saya tidak bisa mmebuat list karena begitu banyak kesalahan yang saya perbuat. Tetapi, yang terbesar adalah ya itu tadi membaca tulisan soal parenting...
hahahaha, saya pikir cuman saya yang kadang sebal baca teori parenting, ternyata bapak-bapak juga ya :D
HapusKalau saya fifty-fifty pak, kadang saya baca, meski seringnya saya skip, apalagi yang teori banget!
Dan nggak sesuai dengan kondisi saya.
Dijamin saya skip langsung :D
Bikin depresi aja bacanya :D