Kuliah teknik sipil sepertinya terlihat keren bagi sebagian orang, khususnya para cewek lulusan SMU, sehingga tidak sedikit yang terpikir ingin meneruskan kuliah teknik sipil
Berbeda banget dengan saya dahulu.
Sungguh ya, sama sekali tidak terpikir bahwa saya akan kuliah teknik sipil.
That's why, saat pertama kali lulus STM dulu, saya mengikuti UMPTN di Universitas Halu Oleo Kendari dan ikut-ikutan teman dengan mengambil jurusan Arsitektur.
Dalam pikiran saya dan teman-teman, arsitektur itu jauh lebih mudah dibanding dengan teknik sipil, yang isinya mayoritas perhitungan.
Akan tetapi apa daya, sudah jadi takdir saya kuliah teknik sipil, dan akhirnya saya tidak lulus saat itu dan membuat gempar banyak orang, karena menurut mereka saya lebih pandai.
Terlebih lagi, saat itu ada teman saya yang nilai-nilainya selalu di bawa saya, namun bisa sukses lulus.
Ternyata semua itu memang sudah digariskan, seolah memang seharusnya saya belum lulus tahun itu, karena beberapa waktu kemudian, adik saya meninggal dunia, dan saya terpaksa menganggur setahun dengan tidak kuliah dulu, demi menemani mama yang terpukul atas momen adik kandung meninggal dunia.
Lucky me, saya masuk SD di usia 5 tahun, dan tidak pernah tinggal kelas.
Sehingga saat setahun kemudian saya kembali berjuang untuk masuk ke perguruan tinggi, yang ternyata mengharuskan saya masuk ke PTS di Surabaya, usia saya masih sebaya dengan teman-teman lainnya.
Iya, saya mengikuti test UMPTN kedua kalinya di Surabaya, karena saat itu saya diberi kesempatan oleh mama untuk jalan-jalan di rumah om di Surabaya sekalian mengikuti bimbingan belajar buat persiapan ujian UMPTN.
Apa daya, saya malah melupakan niat awal saya datang ke Surabaya dan malah memilih kuliah di Unhas dan ITS, yang mana jelas saja tidak lulus lagi, lol.
Lalu saya akhirnya ikut-ikutan teman mendaftar di sebuah PTS di Surabaya, dan entah angin apa yang membawa saya yang kemudian malah memilih jurusan teknik sipil, yang sebelumnya selalu saya hindari, sungguh kurang kerjaan, lol.
Kuliah Teknik Sipil, Begini Rasanya, dan Pelajarannya
1. Pelajaran / Mata Kuliah Teknik Sipil
Well, meskipun saya punya background lulusan STM jurusan bangunan gedung. Namun entah karena memang pengaruh nganggur setahun, ditambah saya memang sedikit lemah di bidang perhitungan.
Pun juga kaget dengan kebebasan dalam ngekos pertama kali (nggak ada yang merintah untuk belajar terus). Akhirnya saya melewati tahun pertama kuliah teknik sipil dengan a little bit stress.
Khususnya dalam mata kuliah Kalkulus 1 atau pelajaran Matematika, ya ampun deh rasanya.
Saya butuh 3 kali mengulang mata kuliah tersebut hingga akhirnya saya lulus dengan nilai C, lol.
Awalnya saya dapat D, diulang malah dapat E, nantilah ketiga kalinya baru dapat C, ckckckck.
Ditambah lagi saya begitu kaget, masuk kuliah dan kalap untuk ikutan banyak banget himpunan mahasiswa serta Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya.
Saya ikutan Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil, pernah ikut andil kegiatan senat dalam penerimaan mahasiswa baru, hingga ikut beberapa kegiatan UKM seperti, bahasa Inggris dan Paduan Suara.
Nantilah memasuki semester kedua, saya mulai menikmati mata kuliahnya, karena sedikit banyak hampir mirip dengan pelajaran di STM.
Hanya saja di teknik sipil lebih mendetail.
Kalau di STM kami hanya mempelajari hal-hal yang dasar banget, di teknik sipil ibarat ilmu terapannya.
Makanya, di saat teman-teman dari lulusan SMU dengan nilai yang bagus di semester 1, memasuki semester 2 mereka mulai ngos-ngosan.
Mereka mulai kesal dengan mata kuliah mekanika rekayasa, mulai bete dengan tugas menggambar juga.
Sungguh ya, amat sangat jarang ada teman SMU yang bisa dengan mudah memahami mata kuliah gambar teknik, even yang sederhana, misal menggambar denah dan tampak depan, belakang, samping, apalagi potongan?.
Lalu apakah saya menikmati semua mata kuliah teknik?
Tidak juga!
Beberapa mata kuliah sesungguhnya saya lulus dengan unbelievable!
Seperti Metode Numerik dan mata kuliah apa lagi sih yang pakai integral berlapis itu?
Sungguh sampai saat ini saya masih takjub, kok bisa gitu ya saya lulus? soalnya sampai detik ini pun saya tetap nggak ngeh dengan mata kuliah tersebut, lol.
Yang paling menyenangkan adalah, teknik sipil wajib hukumnya punya kalkulator, selain mata kuliah dasar kayak Kalkulus tentunya.
Serta beberapa mata kuliah malah diwajibkan untuk open book, yang awalnya saya merasa aneh, ini ujian model apa kok ya boleh nyontek catatan, lol.
Tapi yang benar saja nggak open book? orang soalnya cuman 1 aja, tapi jawabannya bisa 3 lebar double HVS hahaha.
Selain mata kuliah di ruangan, saya juga mencintai praktikumnya.
Selain Hidrolika atau Hidrologi ya? soalnya waktu STM seingat saya nggak ada pelajaran tersebut.
Saya menikmati praktikum Ilmu Ukur Tanah, dan lainnya itu, soalnya sejak STM mah, saya sudah familier sama praktikum demikian, terlebih bengkel praktikum kami di STM jauh lebih bagus ketimbang di kampus, lol.
Saya tidak tahu di zaman sekarang ya, tapi saat saya kuliah teknik sipil belasan tahun lalu (oh maii god, ketauan umurnya, lol), kebanyakan teman cewek se ruangan tuh 7-8 orang, itupun di semester awal, menjelang naik semester kami mulai terpisah-pisah, sehingga saya lebih sering kuliah dengan kakak tingkat cewek.
Oh ya, satu hal yang menarik, dulunya bahkan mahasiswi teknik sipil jauh lebih cepat dalam menjalani masa kuliah alias lebih berprestasi sehingga cepat lulus.
Dan Alhamdulillah saya termasuk dalam golongan tersebut, bersama seorang sahabat saya yang lulusan SMU, jadi sebenarnya lulusan SMU juga tidak menutup kemungkinan untuk bisa bersaing dalam kuliah teknik sipil, asalkan mau usaha.
Bagi saya, yang memang sejak kecil nggak pernah punya teman cewek banyak apalagi sampai punya geng-gengan. Mempunyai teman kuliah yang kebanyakan lelaki itu menyenangkan sekali.
Tidak perlu iri-irian, kecuali dengan teman cowok yang pinter sih, biasanya cowok pinter itu bahkan sama cewekpun bersaing.
So, menurut saya suasana kuliah di teknik sipil itu menyenangkan.
Apalagi kalau kita memilih ikut banyak kegiatan mahasiswa seperti HIMA dan UKM gitu.
Jujur, tidak semua teman cewek saya yang lulusan teknik sipil bisa bertahan berkiprah di dunia teknik sipil, setidaknya hanya ada 1 atau 2 orang yang bertahan, lainnya putar haluan di kancah lebih umum dan terlihat lebih feminis.
Misalnya bekerja di bank maupun perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan atau service.
Entah apa yang menjadi alasannya, mungkin saja karena salary, lol.
Loh, memangnya kerja di bagian teknik sipil salary-nya kurang memuaskan?
Ya tergantung sih.
Dari standar apa kita menilai kepuasan salary tersebut.
Namun yang jelas, kebanyakan mengikuti standar perusahaan.
Kalau perusahaan besar, bisa jadi salary yang kita dapatkan bisa sedikit di atas UMK.
Tapi kalau perusahaan start up sih bisa jadi malah di bawah UMK, lol.
Saya sendiri, setelah lulus kuliah teknik sipil, butuh waktu menganggur (lagi) setahun sampai akhirnya saya keterima bekerja di sebuah perusahaan start up kecil yang bergerak di bidang konsultan pengawasan proyek drainase.
Oh ya, by the way, waktu kuliah teknik sipil saya ambil jurusan struktur dengan skripsi yang fokus pada analisa konstruksi baja.
Udah, nggak usah nanyain secara detailnya, apa isi skripsi tersebut, karena selain saya udah lupa, pun juga aslinya skripsi saya dulu nggak punya kesimpulan yang memuaskan, lol.
Kurangnya akses informasi dan data di zaman dulu (zaman baheula) membuat saya kesulitan menyimpulkan materi skripsi saya.
Lah kok bisa lulus Mbak Rey?
Ya itu dia, saking nggak jelasnya, bahkan dosen pembimbing saya pun malas membahasnya, demikian juga dosen penguji saya waktu itu, lol.
Dan pas kerja?
Holaaa... selamat datang dunia konsultan perencanaan dan pengawasan proyek drainase.
Kerjaannya? menulis laporan pengawasan pakai excel.
Bantuin menggambar perencanaan drainase kota Surabaya dengan autocad, sungguh sedikit stress dulu karena saya sama sekali belum mengerti tentang autocad, maklum zaman dulu mah komputer dan aplikasinya itu masih terlihat mevvah.
Gajinya gimana Mbak Rey?
Hahahaha, jauuhh di bawah UMK saat itu, sungguh pengen nangis guling-guling tapi ya butuh kerjaan juga.
Namun saat ini kalau mengingat pekerjaan tersebut sungguh saya bangga.
Karena dulu, saya termasuk bagian dari terbebasnya Surabaya dari banjir karen proyek drainase se kota Surabaya saat itu.
Syukurnya, nggak sampai setahun saya dapat kerjaan yang lebih manusiawi, kali ini bekerja di sebuah proyek pelebaran jalan tol.
Dan ayo tebak sebagai apa?
Sebagai drafter dong!
Oh mai god!
Saya menghabiskan waktu 4 tahun capek berkutat dengan angka di kuliah teknik sipil, lalu berakhir dengan jadi drafter, yang mana sebenarnya itu pekerjaan anak STM, huhuhu.
Terlebih, saat itu saya belum mahir autocad.
Saya akhirnya melipir ke Gramedia untuk membeli buku belajar autocad secara otodidak, dan suprised! hanya kurang dari 1 bulan di proyek di mana seminggu kagok sambil niru-niru drafter lainnya yang lulusan STM namun mahir pakai autocad, ditambah seminggu lagi saya disuruh bos saya untuk pelototin gambar as build drawing dari proyek pembuatan awal jalan tol Surabaya di tahun 1980an, berikutnya saya jadi lebih mahir as a drafter.
Jadi yang harus dipahami, saat memutuskan bekerja di bagian teknik pada proyek langsung adalah, pastikan bisa membaca gambar, bukan hanya denah tapi juga potongan.
Misal proyek jalan dan jembatan, ya pastikan bisa membaca potongan jembatan, alias membayangkan jembatan itu kalau dibelah, kayak apa keliatannya?
Saya kurus kering dan pingsan bolak balik saat pertama kerja di proyek, namun Alhamdulillah itu tidak mempengaruhi kinerja saya.
Saya hanya kaget saja, kerja di proyek itu segitunya banget.
Begadang dan lembur nyaris 24 jam, dengan jam kerja nyaris 7 hari dalam seminggu itu sudah biasa banget.
Lucky me, i love bekerja.
Jadi meski berat (banget), saya menikmati pekerjaannya, sehingga akhirnya saya mendapatkan 'pinangan' bekerja di salah satu kontraktor jalan dan suply hotmix dengan gaji yang.....
.
.
.
.
.
.
standar amat, lol.
Can you imagine kan?
Kuliahnya ngotot mendalami struktur, ujung-ujungnya kerjanya di proyek jalan, yang kerjaannya apa? kebanyakan sih mengurus administrasi teknik.
Dari aanwijzing, survey lapangan, bikin tender, kalau menang bikin perencanaan pelaksanaan lengkap dengan waktu, bahan, dan biayanya.
Setelah proyek berjalan, sibuk jadi KPK proyek, mengontrol pengeluaran proyek, hingga akhirnya bikin laporan pengendalian tersebut.
Sulit nggak sih?
Tergantung sih.
Kalau bagi saya yang memang suka bekerja dan suka tantangan, meski kesal dan sering ngomel karena saya kebagian banyak banget tugas, akibat saya suka ikut campur kerjaan orang lain, lol.
Tapi saya menikmatinya.
Tapi kalau bagi perempuan kebanyakan yang kurang suka hal-hal yang ribet, sudah pasti pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang menyebalkan.
Hal itu terbukti, saat saya akhirnya resign dan meninggalkan perusahaan yang saat itu sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan IT untuk membuat sebuah program pengendalian proyek yang bisa terkoneksi dengan keuangan dan akunting.
Perusahaan tidak mau mengeluarkan dana yang sedikit besar untuk membuat program dari awal, alias program mentahan.
Yang terjadi, perusahaan mengambil satu paket program yang sebenarnya itu hanya bisa digunakan buat akunting, namun bos besar menekankan saya harus mampu bekerja sama dengan pihak IT agar program tersebut bisa digabungkan dengan data pengendalian proyek.
Ya kagak nyambung laahh, beda banget gitu loh!
Biaya proyek itu jauh lebih detail, tapi nggak ribet kayak akunting (menurut saya).
Alhasil, setelah saya keluar, proyek IT tersebut mangkrak sodara, ye kan siapa juga yang mau ngerjain kerjaan senjelimet itu, selain si Rey yang kayak ketagihan kalau dikasih tantangan yang sulit.
Meskipun saya akui kalau bekerja di bidang teknik sipil itu lumayan rempong bin njelimet. Akan tetapi saya menikmati banget, sampai akhirnya kodrat saya tiba.
Saya menjadi seorang ibu.
Dan tiba-tiba, semuanya jadi terasa sulit dilakukan.
Ada bayi yang menanti saya untuk segera mengurusnya, sementara laporan proyek kejar-kejaran dengan progres dengan permintaan dana, sementara dana proyek bisa keluar kalau sudah ada laporan dari saya.
Belum lagi kalau ada tender.
Sungguh stres berat saat mendekati jam pulang, lalu bos tanpa dosa mendekati meja saya, minta data ini itu, laporan ini itu, sementara ponsel saya sudah berdering melulu, panggilan dari mertua yang saat itu masih menjaga bayi saya.
Saya kesal dan bete.
Kinerja saya turun banget.
Sampai akhirnya saya sering kena teguran dan akhirnya saya resign.
Dunia teknik sipil, meski mungkin bukan menjadi passion dan hobi saya (awalnya), tapi karena saya jalanin dari STM, kuliah teknik sipil hingga akhirnya bekerja di bidang teknik sipil, sehingga akhirnya saya begitu menikmatinya.
Namun, sungguh dunia kerja teknik sipil itu tidak ramah buat seorang ibu, kecuali memang yang punya mental karyawan biasa.
I mean, karyawan yang patuh terhadap jam kerja, no matter what.
Kalau udah jam pulang ya say babay, meski kerjaan belum selesai.
Dear para adik-adik cewek lulusan SMU yang berencana kuliah teknik sipil, sebelum memutuskan masuk kuliah teknik sipil, sebaiknya :
Khususnya dalam mata kuliah Kalkulus 1 atau pelajaran Matematika, ya ampun deh rasanya.
Saya butuh 3 kali mengulang mata kuliah tersebut hingga akhirnya saya lulus dengan nilai C, lol.
Awalnya saya dapat D, diulang malah dapat E, nantilah ketiga kalinya baru dapat C, ckckckck.
Ditambah lagi saya begitu kaget, masuk kuliah dan kalap untuk ikutan banyak banget himpunan mahasiswa serta Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya.
Saya ikutan Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil, pernah ikut andil kegiatan senat dalam penerimaan mahasiswa baru, hingga ikut beberapa kegiatan UKM seperti, bahasa Inggris dan Paduan Suara.
Nantilah memasuki semester kedua, saya mulai menikmati mata kuliahnya, karena sedikit banyak hampir mirip dengan pelajaran di STM.
Hanya saja di teknik sipil lebih mendetail.
Kalau di STM kami hanya mempelajari hal-hal yang dasar banget, di teknik sipil ibarat ilmu terapannya.
Makanya, di saat teman-teman dari lulusan SMU dengan nilai yang bagus di semester 1, memasuki semester 2 mereka mulai ngos-ngosan.
Mereka mulai kesal dengan mata kuliah mekanika rekayasa, mulai bete dengan tugas menggambar juga.
Sungguh ya, amat sangat jarang ada teman SMU yang bisa dengan mudah memahami mata kuliah gambar teknik, even yang sederhana, misal menggambar denah dan tampak depan, belakang, samping, apalagi potongan?.
Lalu apakah saya menikmati semua mata kuliah teknik?
Tidak juga!
Beberapa mata kuliah sesungguhnya saya lulus dengan unbelievable!
Seperti Metode Numerik dan mata kuliah apa lagi sih yang pakai integral berlapis itu?
Sungguh sampai saat ini saya masih takjub, kok bisa gitu ya saya lulus? soalnya sampai detik ini pun saya tetap nggak ngeh dengan mata kuliah tersebut, lol.
Yang paling menyenangkan adalah, teknik sipil wajib hukumnya punya kalkulator, selain mata kuliah dasar kayak Kalkulus tentunya.
Serta beberapa mata kuliah malah diwajibkan untuk open book, yang awalnya saya merasa aneh, ini ujian model apa kok ya boleh nyontek catatan, lol.
Tapi yang benar saja nggak open book? orang soalnya cuman 1 aja, tapi jawabannya bisa 3 lebar double HVS hahaha.
Selain mata kuliah di ruangan, saya juga mencintai praktikumnya.
Selain Hidrolika atau Hidrologi ya? soalnya waktu STM seingat saya nggak ada pelajaran tersebut.
Saya menikmati praktikum Ilmu Ukur Tanah, dan lainnya itu, soalnya sejak STM mah, saya sudah familier sama praktikum demikian, terlebih bengkel praktikum kami di STM jauh lebih bagus ketimbang di kampus, lol.
2. Suasana Kuliah Teknik Sipil
Saya tidak tahu di zaman sekarang ya, tapi saat saya kuliah teknik sipil belasan tahun lalu (oh maii god, ketauan umurnya, lol), kebanyakan teman cewek se ruangan tuh 7-8 orang, itupun di semester awal, menjelang naik semester kami mulai terpisah-pisah, sehingga saya lebih sering kuliah dengan kakak tingkat cewek.
Oh ya, satu hal yang menarik, dulunya bahkan mahasiswi teknik sipil jauh lebih cepat dalam menjalani masa kuliah alias lebih berprestasi sehingga cepat lulus.
Dan Alhamdulillah saya termasuk dalam golongan tersebut, bersama seorang sahabat saya yang lulusan SMU, jadi sebenarnya lulusan SMU juga tidak menutup kemungkinan untuk bisa bersaing dalam kuliah teknik sipil, asalkan mau usaha.
Bagi saya, yang memang sejak kecil nggak pernah punya teman cewek banyak apalagi sampai punya geng-gengan. Mempunyai teman kuliah yang kebanyakan lelaki itu menyenangkan sekali.
Tidak perlu iri-irian, kecuali dengan teman cowok yang pinter sih, biasanya cowok pinter itu bahkan sama cewekpun bersaing.
So, menurut saya suasana kuliah di teknik sipil itu menyenangkan.
Apalagi kalau kita memilih ikut banyak kegiatan mahasiswa seperti HIMA dan UKM gitu.
Cewek Lulusan Kuliah Teknik Sipil Kerja Apa?
Jujur, tidak semua teman cewek saya yang lulusan teknik sipil bisa bertahan berkiprah di dunia teknik sipil, setidaknya hanya ada 1 atau 2 orang yang bertahan, lainnya putar haluan di kancah lebih umum dan terlihat lebih feminis.
Kerja di proyek itu berat, tapi percaya membanggakan! Source : pesona.co.id |
Misalnya bekerja di bank maupun perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan atau service.
Entah apa yang menjadi alasannya, mungkin saja karena salary, lol.
Loh, memangnya kerja di bagian teknik sipil salary-nya kurang memuaskan?
Ya tergantung sih.
Dari standar apa kita menilai kepuasan salary tersebut.
Namun yang jelas, kebanyakan mengikuti standar perusahaan.
Kalau perusahaan besar, bisa jadi salary yang kita dapatkan bisa sedikit di atas UMK.
Tapi kalau perusahaan start up sih bisa jadi malah di bawah UMK, lol.
Saya sendiri, setelah lulus kuliah teknik sipil, butuh waktu menganggur (lagi) setahun sampai akhirnya saya keterima bekerja di sebuah perusahaan start up kecil yang bergerak di bidang konsultan pengawasan proyek drainase.
Oh ya, by the way, waktu kuliah teknik sipil saya ambil jurusan struktur dengan skripsi yang fokus pada analisa konstruksi baja.
Udah, nggak usah nanyain secara detailnya, apa isi skripsi tersebut, karena selain saya udah lupa, pun juga aslinya skripsi saya dulu nggak punya kesimpulan yang memuaskan, lol.
Kurangnya akses informasi dan data di zaman dulu (zaman baheula) membuat saya kesulitan menyimpulkan materi skripsi saya.
Lah kok bisa lulus Mbak Rey?
Ya itu dia, saking nggak jelasnya, bahkan dosen pembimbing saya pun malas membahasnya, demikian juga dosen penguji saya waktu itu, lol.
Dan pas kerja?
Holaaa... selamat datang dunia konsultan perencanaan dan pengawasan proyek drainase.
Kerjaannya? menulis laporan pengawasan pakai excel.
Bantuin menggambar perencanaan drainase kota Surabaya dengan autocad, sungguh sedikit stress dulu karena saya sama sekali belum mengerti tentang autocad, maklum zaman dulu mah komputer dan aplikasinya itu masih terlihat mevvah.
Gajinya gimana Mbak Rey?
Hahahaha, jauuhh di bawah UMK saat itu, sungguh pengen nangis guling-guling tapi ya butuh kerjaan juga.
Namun saat ini kalau mengingat pekerjaan tersebut sungguh saya bangga.
Karena dulu, saya termasuk bagian dari terbebasnya Surabaya dari banjir karen proyek drainase se kota Surabaya saat itu.
Syukurnya, nggak sampai setahun saya dapat kerjaan yang lebih manusiawi, kali ini bekerja di sebuah proyek pelebaran jalan tol.
Dan ayo tebak sebagai apa?
Sebagai drafter dong!
Oh mai god!
Saya menghabiskan waktu 4 tahun capek berkutat dengan angka di kuliah teknik sipil, lalu berakhir dengan jadi drafter, yang mana sebenarnya itu pekerjaan anak STM, huhuhu.
Terlebih, saat itu saya belum mahir autocad.
Saya akhirnya melipir ke Gramedia untuk membeli buku belajar autocad secara otodidak, dan suprised! hanya kurang dari 1 bulan di proyek di mana seminggu kagok sambil niru-niru drafter lainnya yang lulusan STM namun mahir pakai autocad, ditambah seminggu lagi saya disuruh bos saya untuk pelototin gambar as build drawing dari proyek pembuatan awal jalan tol Surabaya di tahun 1980an, berikutnya saya jadi lebih mahir as a drafter.
Jadi yang harus dipahami, saat memutuskan bekerja di bagian teknik pada proyek langsung adalah, pastikan bisa membaca gambar, bukan hanya denah tapi juga potongan.
Misal proyek jalan dan jembatan, ya pastikan bisa membaca potongan jembatan, alias membayangkan jembatan itu kalau dibelah, kayak apa keliatannya?
Saya kurus kering dan pingsan bolak balik saat pertama kerja di proyek, namun Alhamdulillah itu tidak mempengaruhi kinerja saya.
Saya hanya kaget saja, kerja di proyek itu segitunya banget.
Begadang dan lembur nyaris 24 jam, dengan jam kerja nyaris 7 hari dalam seminggu itu sudah biasa banget.
Lucky me, i love bekerja.
Jadi meski berat (banget), saya menikmati pekerjaannya, sehingga akhirnya saya mendapatkan 'pinangan' bekerja di salah satu kontraktor jalan dan suply hotmix dengan gaji yang.....
.
.
.
.
.
.
standar amat, lol.
Can you imagine kan?
Kuliahnya ngotot mendalami struktur, ujung-ujungnya kerjanya di proyek jalan, yang kerjaannya apa? kebanyakan sih mengurus administrasi teknik.
Dari aanwijzing, survey lapangan, bikin tender, kalau menang bikin perencanaan pelaksanaan lengkap dengan waktu, bahan, dan biayanya.
Setelah proyek berjalan, sibuk jadi KPK proyek, mengontrol pengeluaran proyek, hingga akhirnya bikin laporan pengendalian tersebut.
Sulit nggak sih?
Tergantung sih.
Kalau bagi saya yang memang suka bekerja dan suka tantangan, meski kesal dan sering ngomel karena saya kebagian banyak banget tugas, akibat saya suka ikut campur kerjaan orang lain, lol.
Tapi saya menikmatinya.
Tapi kalau bagi perempuan kebanyakan yang kurang suka hal-hal yang ribet, sudah pasti pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang menyebalkan.
Hal itu terbukti, saat saya akhirnya resign dan meninggalkan perusahaan yang saat itu sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan IT untuk membuat sebuah program pengendalian proyek yang bisa terkoneksi dengan keuangan dan akunting.
Perusahaan tidak mau mengeluarkan dana yang sedikit besar untuk membuat program dari awal, alias program mentahan.
Yang terjadi, perusahaan mengambil satu paket program yang sebenarnya itu hanya bisa digunakan buat akunting, namun bos besar menekankan saya harus mampu bekerja sama dengan pihak IT agar program tersebut bisa digabungkan dengan data pengendalian proyek.
Ya kagak nyambung laahh, beda banget gitu loh!
Biaya proyek itu jauh lebih detail, tapi nggak ribet kayak akunting (menurut saya).
Alhasil, setelah saya keluar, proyek IT tersebut mangkrak sodara, ye kan siapa juga yang mau ngerjain kerjaan senjelimet itu, selain si Rey yang kayak ketagihan kalau dikasih tantangan yang sulit.
Namun, Cewek Lulusan Teknik Sipil Jadi Dilema Saat Sudah Menjadi Ibu
Meskipun saya akui kalau bekerja di bidang teknik sipil itu lumayan rempong bin njelimet. Akan tetapi saya menikmati banget, sampai akhirnya kodrat saya tiba.
Saya menjadi seorang ibu.
Dan tiba-tiba, semuanya jadi terasa sulit dilakukan.
Ada bayi yang menanti saya untuk segera mengurusnya, sementara laporan proyek kejar-kejaran dengan progres dengan permintaan dana, sementara dana proyek bisa keluar kalau sudah ada laporan dari saya.
Belum lagi kalau ada tender.
Sungguh stres berat saat mendekati jam pulang, lalu bos tanpa dosa mendekati meja saya, minta data ini itu, laporan ini itu, sementara ponsel saya sudah berdering melulu, panggilan dari mertua yang saat itu masih menjaga bayi saya.
Saya kesal dan bete.
Kinerja saya turun banget.
Sampai akhirnya saya sering kena teguran dan akhirnya saya resign.
Dunia teknik sipil, meski mungkin bukan menjadi passion dan hobi saya (awalnya), tapi karena saya jalanin dari STM, kuliah teknik sipil hingga akhirnya bekerja di bidang teknik sipil, sehingga akhirnya saya begitu menikmatinya.
Namun, sungguh dunia kerja teknik sipil itu tidak ramah buat seorang ibu, kecuali memang yang punya mental karyawan biasa.
I mean, karyawan yang patuh terhadap jam kerja, no matter what.
Kalau udah jam pulang ya say babay, meski kerjaan belum selesai.
Kesimpulan
Dear para adik-adik cewek lulusan SMU yang berencana kuliah teknik sipil, sebelum memutuskan masuk kuliah teknik sipil, sebaiknya :
- Pastikan, kalau kalian suka pelajaran yang penuh dengan hitung-hitungan, minimal punya semangat pantang menyerah untuk terus memperbaiki nilai yang kurang agar bisa lulus.
- Persiapkan mental dan fisik dalam dunia kerja yang jam kerjanya kebanyakan amburadul itu.
- Jika memang ingin terus berkarya, sebaiknya memilih D4 teknik sipil, kalau nggak salah lulusan D4 teknik sipil itu lebih ke pendidikan, alias bisa menjadi pengajar atau semacamnya (saya rasa pengajar atau dosen masih lebih manusiawi ketimbang kerjaan dunia proyek).
Demikianlah.
Btw kisah ini berdasarkan pengalaman pribadi saya semata, yang tentu saja tidak mutlak dialami oleh semua wanita lulusan kuliah teknik sipil.
Saya punya bos wanita yang lulusan teknik sipil ITS, dan dia keren banget, mampu menahan baper dan tangisannya karena meninggalkan bayinya saat masih di bawah usia 1 tahun, untuk harus kerja di luar pulau dan pulang beberapa bulan sekali.
Sekarang beliau sudah sukses bekerja di perusahaan asing dengan salary yang tentunya jauh di atas salary kebanyakan perusahaan lokal.
Ada pula sahabat saya lainnya yang lulusan kuliah teknik sipil, dan masih kerja di bagian kontraktror rumah atau properti. Dan tentu saja waktu kerjanya selalu pas, jarang bisa telat pulang kantor.
Namun jika kalian punya semangat yang kayak saya, saya sarankan cari tahu bakat dan passion kalian aja deh.
Jadi, kuliahnya di bidang itu saja biar lebih mendalami.
Kayak saya, setelah sibuk berkutat dengan besi dan beton, serta rumus-rumus manual tanpa aplikasi kayak zaman now.
Ujung-ujungnya saya jadi ibu rumah tangga, yang menemukan passionnya di bidang menulis.
Tahu gitu kan dulu mendingan saya kuliah jurusan sastra aja, misal sastra Inggris gitu, ckckck.
Dan agar kalian tidak menyia-nyiakan waktu kalian begitu saja, karena ada banyak dari teman-teman saya, yang sudah kuliah 1 tahun 2 tahun di teknik, ujung-ujungnya drop out dan kuliah di jurusan yang lebih umum, hahaha.
Begitulah..
Semoga bermanfaat.
Sidoarjo, 22 Februari 2020
@reyneraea
Bermanfaat sekali kak Rey... Sekarang enaknya adik2 bisa mendapat informasi riil ttg jurusan kuliah ya salah satunya melalui pengalaman yg dituliskan sprti ini. Aku pun sdg menggarap naskah ttg Jurusanku dl yg diambil dr sudut pandang yang pas eh hehe objektif maksudnya.
BalasHapusAku berharap profesi lainnya mau menuliskannya kaya gini juga, supaya gak ada lagi yg merasa salah jurusan, and the bray and the bray. Asik kan ngebayangin setiap orang bekerja sesuai passionnya. Jadi bisa lebih profesional dan berintegritas. Tsyah... Hahaaa
Ayo ditulis Mba biar bisa di baca adik-adik yang mau nerusin kuliah :)
HapusDulu aku saat masih SMU punya cita-cita masuk kuliah jurusan teknik sipil karena aku suka pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan logika dan hitung-hitungan seperti matematika dan fisika. Selain itu juga karena sepertinya jurusan teknik sipil itu keren banget menurutku. Tapi pada akhirnya aku malah memilih untuk kuliah jurusan akuntansi karena menurutku kesempatan karirnya lebih luas. Semua bisnis kan pasti butuh karyawan yang mengurus keuangan perusahaan.
BalasHapusLulus dari jurusan akuntansi, inginnya bekerja yang berkaitan dengan akuntansi juga. Ternyata dapat kerja sebagai Staff ekspor impor, melenceng banget. Setelah menikah ternyata harus menjadi IRT. Hahaha. Memang realita tidak selalu sesuai dengan ekspektasi.😂
Hahahaha, etapi akuntasi juga kepake loh dalam rumah tangga :D
HapusKepala banget, Mbak Rey. Akuntansinya lebih kepake pas jadi IRT dari pada pas kerja kantoran dulu.😂
Hapushahahaha kaann...kaaannn :D
HapusWkwkwk...sayah pun berakhir dengan menjadi mamak2 rempong di rumah yang doyan nulis. Ribet kuliah di jur akuntansi, pernah kuliah di sastra inggris tapi malah kabur. Tahu gt jangan kabur ye hahaha
BalasHapusSaya dong seharusnya ambil sastra Inggris deh.
HapusWaktu kecil saya suka nulis dan suka mempelajari bahasa Inggris :D
Sayang dulu sastra Inggris itu semacam tidak menjanjikan :D
sesuai dengan realita, aku sekarang semester 5 yg mana cuma semester 1 & 2 doang yg offline, aku lulusan SMA, dan bener si, ngos"an di semester 2 berakhir dengan gambar teknik dapet B- itu aja keknya ga rela tu dosennya ngasih segitu wkwkwk (krn menurutku aku pantes dapet C / D untuk matkul itu krn uas ga kelar gambarnya), autocad msh kagok tapi alhamdulillah bgt kemarin bisa ngerjain sendiri(ga dibuatin orang lain) walaupun aku stres bgt krn revisi" terus ����
BalasHapus