Sharing By Rey - Broken heart banget! saat tak sengaja membaca judul artikel di Kumparan, saat saya iseng melihat akun saya di Kumparan, beberapa hari lalu.
'Tangis Karen Idol Pecah Di Pemakaman Anaknya', demikian bunyi judul artikel tersebut, yang sontak membuat saya terkejut.
Bagaimana tidak? meskipun saya sangat jarang mengikuti berita gosip, tapi saya sempat mendengar kalau si Karen itu memang sedang bermasalah dengan suaminya, yang konon melibatkan seorang artis yang terkenal aktif menyerukan tentang mental illness.
Dan sebagai seorang yang juga sudah mengarungi rumah tangga hingga 10 tahun lamanya, serta mengalami begitu banyak pasang surut pernikahan, sedikit banyak bisa mengira-ngira, kalau anaknya tersebut menjadi rebutan antara si Karen dan suaminya, yang entah mengapa malah dibawa oleh suaminya.
Saya belum terlalu jelas sih, hanya membaca beberapa headline berita, bahwa konon si anak cantik berusia 6 tahun itu, meninggal karena jatuh dari balkon apartemen yang dihuninya bersama ayahnya yang berada di lantai 6 di sebuah kawasan kota Jakarta.
Konon lagi, jatuhnya itu malam, hujan-hujan dan sepertinya si anak cantik tersebut main hujan di balkon sambil naik ke kursi.
Ya Allah...
Bayanginnya aja, jantung saya hingga saat ini deg-degan, sakit rasanya, membayangkan anak umur segitu main sendirian di tempat yang berbahaya seperti itu, huhuhu.
Dan konon lagi, saat itu ayahnya tidak mengetahui kalau anaknya main di luar, bahkan ada berita yang mengatakan bahwa ayahnya sedang tidak ada di rumah, entah sedang bekerja or something.
Masha Allah, sakit rasanya ya Allah.
Anak usia segitu sendirian di apartemen, malam-malam pula!
Ya Allah, betapa besarnya ego di hati ayahnya, mengapa enggak dititipin saja sih di daycare or something, atau sekalian diajak, atau sekalian balikin ke ibunya kek!
Kalau dengar gosipnya, bahkan Karen sang ibu tidak pernah bisa menemui anaknya tersebut sejak bulan November 2019 lalu.
Sungguh, betapa egois di hati para orang tua itu, sedemikian egois merebut kasih sayang seorang ibu dari anak sekecil itu, huhuhu.
Tidak Semua Anak Bahagia Dengan Perceraian Orang Tuanya
Saya sering banget membaca komentar tegas yang halus hingga sadis, saat ada tulisan curhat mengenai pasangan yang menurutnya toxic.
Kebanyakan orang, khususnya wanita, menyarankan untuk cerai saja.
Bahkan, saat saya sering menulis mengenai masalah saya, tidak sedikit orang yang menyarankan saya untuk meninggalkan suami saya.
Meskipun ada juga yang support saya untuk tetap berjuang.
Para wanita (kebanyakan) menganggap, cerai itu jauh lebih membahagiakan untuk anak, tidak perlu takut kebahagiaan anak, karena anak justru akan tersiksa melihat ibunya sedih terus karena 'kedzaliman' ayahnya.
Bahkan, untuk masalah dilema ibu rumah tangga tanpa pekerjaan tetap, yang mana tentu saja bercerai membuat mereka bakal semakin bingung, nanti gimana sekolah anak-anak?
Gimana biaya ini itu?
Meskipun dalam hukum di Indonesia, diatur bahwa mantan suami wajib tetap menafkahi anak-anaknya hingga mereka dewasa nanti.
Namun kenyataannya, hanya segelintir orang yang taat akan hukum tersebut.
Dan para mantan istri yang sudah malas berurusan dengan mantan suaminya, memilih pasrah dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu lagi.
Di sisi lain, perceraian, khususnya dengan secara tidak baik-baik, akan memicu ego masing-masing untuk gagal move on.
Mengapa disebut gagal move on?
Karena jadinya pada rebutan hak asuh anak, terlebih kalau pihak mantan suami yang sedemikian temperamental, biasanya lelaki seperti itu nggak akan dengan ikhlas melepas mantan istrinya, tanpa menyakitinya lebih dalam.
Salah satunya ya dengan nekat memisahkan anaknya dari ibunya.
Seperti masalah anak cantik Karen yang jatuh dari balkon tersebut.
Kecuali memang kedua belah pihak memutuskan untuk berpisah dengan baik, seperti Dedy Corbuzier dengan mantan istrinya, dan keduanya sepakat agar anaknya ikut Dedy, serta Dedy memberikan hak kepada mantan istrinya untuk sering menjenguk anaknya.
Maka karenanya, banyak yang mengatakan bahwa perceraian itu tidak selamanya membuat anak menderita, contohnya ya anak si Dedy Corbuzier tersebut, dan mungkin masih ada contoh lain di luar sana.
Akan tetapi, benarkah anak-anak tersebut lebih bahagia dengan perceraian orang tuanya?
Benarkah anak-anak tidak lebih bahagia melihat kedua orang tuanya tertawa kompak bersama setiap saat?
Seperti Gempita anak si Gading dan Gisella yang masih terlihat biasa saja padahal ayah ibunya sudah bercerai, akan tetapi pikiran polos anak tetap menginginkan kedua orang tuanya mau saling mengalah dan memperbaiki hubungannya.
Agar dia bisa menikmati waktu kebersamaan dengan ayah ibunya, salah satunya momen yang mana Gempi meminta ayah dan ibunya bisa menemaninya tidur bareng.
Lalu kedua orang tuanya hanya bisa saling memandang dengan sedih.
Tidak semua anak, berbahagia dengan perceraian orang tuanya, saya yakin semua anak tidak akan egois melarang perceraian orang tuanya, semua anak ingin melihat senyum ayah ibunya, dalam satu waktu dan tempat pastinya, saat kedua orang tuanya masih rukun dan serumah dengannya.
Dear Parents, Berjuanglah Untuk Pernikahan Bahagia Demi Anak-Anak
Itulah mengapa, saya selalu saja masih mengerahkan semua tenaga dan kemampuan saya untuk memberikan orang tua yang lengkap serumah dan akur buat anak-anak saya.
Saya juga pernah mengalami, 5 tahun lalu, saat suami sedang error, saya sungguh shock kala itu.
Bayangkan, selama bertahun-tahun kami bersama, itu adalah pertama kalinya pak suami bilang nggak mau lagi hidup dengan saya.
Harga diri saya rasanya terpental entah ke mana, dan saya tentu saja menerima hal itu, dengan anggapan,
"Memangnya saya rugi apa kalau nggak lagi hidup dengan lelaki yang cemen?"Saya masih punya keluarga sendiri yang menyayangi saya, masih bisa bekerja meraih masa depan saya, bahkan saya yakin bisa jauh lebih sukses, karena anak saya bisa dibantuin jaga oleh orang tua saya.
So, buat apa mengemis pada lelaki cemen?
Akan tetapi, tangisan dan air mata tanpa suara dari si kakak menyadarkan saya, kalau memang saya sekarang bukan hanya sorang wanita.
Tapi saya adalah seorang ibu.
Dan membahagiakan anak adalah menjadi goal terbesar saya di masa kini.
Iya, kebahagiaan si kakak adalah saat saya kembali bersama papinya, meskipun saya jungkir balik menata hati, sering menangis di depannya.
Tapi saya tidak pernah lupa untuk mengajaknya ngobrol,
"Kakak, kalau nanti besar nanti, kakak nggak boleh bikin perempuan nangis ya?"Atau di lain waktu, saya menanyakan apa perasaannya, dan meminta maaf karena harus menangis di depannya.
Begitulah, meskipun si kakak sedih melihat saya menangis, tapi dia lebih sumringah saat melihat kami berkumpul bersama, si kakak, papi dan maminya.
Dan bagaimana bisa saya tega menghapus senyum bahagia itu dengan ke-cemen-an saya dalam berjuang untuk pernikahan yang bahagia.
Karenanya,..
Dear parents,
Tahukah kita?
Hadiah dari kita orang tuanya, yang paling manis dan berkesan buat anak itu apa?
Tiada lain dan tiada bukan adalah pernikahan yang bahagia.
Masih selalu bersama hingga menua nanti.
Anak-anak akan tumbuh dan keluar menyongsong dunia dengan berani dan kuat.
Karena mereka tahu kedua orang tuanya masih bersama dan masih saling menjaga saat mereka harus pergi meninggalkan orang tuanya demi masa depan.
Sungguh, berjuanglah untuk pernikahan yang bahagia, wahai parents.
Demi anak-anak yang sejatinya tanpa dosa dan tak pernah meminta untuk dilahirkan tersebut.
Demikianlah, pernikahan bahagia demi anak akan juga membawa hidup kita lebih bahagia.
Sidoarjo, 12 Februari 2020
@reyneraea untuk #RabuParenting
Sumber :
- Pengalaman pribadi
- https://kumparan.com/kumparanhits/foto-tangis-karen-idol-pecah-di-pemakaman-anaknya-1so5mESSfKo
Gambar : canva
Sungguh saya terharu lihat perjuangan mbak Rey demi membahagiakan anaknya, biarpun untuk itu mbak rela mengorbankan kebahagiaan sendiri. Ini yang disebut orang tua sejati, rela berkorban demi anak.
BalasHapusEh, tapi sekarang sudah akur lagi dengan suami kan.😃
Hidup ini, terutama pernikahan memang seperti kapal mengarungi lautan, kadang ombak tenang, kadang ada badai yang bisa menenggelamkan kapal. Setiap pernikahan ada senang dan ada sedih.
Nah, aku cuma mau komen. Kalo pernikahan penuh tangis terus nanti orang tua nanya "ini pernikahan apa rumah duka."
Tapi kalo pernikahan senang terus, nanti tetangga pada nanya " ini rumah tangga apa drama Korea."
Dari sisi psikis anak memang pasti akan terpengaruh mba kalau melihat orang tuanya berpisah, meski mungkin berjalan dengan waktu akan mengerti bahwa itu yang terbaik untuk orang tua. Tapi untuk anak-anak, satu orang tua saja nggak ada di rumah karena alasan berpisah, rasanya bisa nggak aman dan gelisah :"D
BalasHapusSaya memang jarang lihat ortu saya bertengkar, tapi pernah. Dan meski nggak sering, itu cukup membuat pikiran saya yang waktu itu masih kecil (elementary school) sakit ~ ketika ayah ibu bertengkar, meski mungkin hanya debat kusir biasa, bagi saya yang kala itu anak-anak, rasanya seperti dalam perang dunia mba. Seperti ketakutan kalau nanti mereka berpisah atau saling menyakiti satu sama lainnya.
Perdebatan ortu yang cuma sepele saja bisa saya anggap sebagai perang dunia, apalagi kalau sampai adu mulut teriak-teriak lalu berpisah, haduuuh mungkin saya waktu itu bisa menangis sejadi-jadinya karena merasa nggak aman, takut apabila nggak akan bisa lagi melihat salah satu dari mereka. Bayangan bayangan itu akan terus ada :"))
Tapi, saya juga nggak menampik kalau perceraian kadang menjadi pilihan terbaik meski bukan yang terbaik untuk anak-anak tapi minimal untuk orang tuanya. Karena nggak ada yang tau kecuali pasangan itu sendiri, apakah mereka betul-betul masih bisa dalam satu jalan atau nggak. Jadi semua dikembalikan pada sejauh mana setiap pasangan ingin mempertahankan. Apapun itu keputusannya, saya selalu mendoakan teman-teman saya bahagia. Karena pada akhirnya, happy mom will make happy kids <3
SEMANGAT TERUS MBA~
Semoga mbak rey & suami selalu dikaruniai kekuatan dan kesabaran dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang ya...we know lah, serba nggak pasti ini.
BalasHapussaat menjadi broken home.. emang sih perasaan anak tersebut jadi absurd dan serasa ga ada tmpt utk bersandar.
BalasHapuscerita dari tmn sendiri sih ini hehe
Saya terharu banget baca tulisan ini, nggak tau kenapa. Tapi saya sepakat, pernikahan yang bahagia tentu saja harus diupayakan dan percayalah, tak ada satupun keluarga yang bebas masalah.
BalasHapusKadang mereka rukun dan tampak tenang, padahal sebenarnya mereka sebenarnya sedang dalam keadaan yang sangat kepepet masalah keuangan.
ada lagi keluarga yang bergelimang uang dan apa saja kebeli, eh ternyata musibah datang dengan anaknya yang sakit
Ada lagi keluarga yang dikarunai anak-anak pintar, ternyata orang tuanya bertengar terus
selalu ada masalah kan. tapi tenang saja, tugas kita sebagai manusia ya mencari solusi. Nggak ada masalah tanpa solusi walau kadang nggak tau nemu solusinya dimana
Yang jelas harus tetap semangat, apapun yang terjadi kini dan kelak akan tejadi ...bismillah aja :)
Keep strong Mbak Rey, pernikahan sebenarnya adalah babak baru dalam kehidupan kita setelah berakhirnya masa pencarian. Tetap semangat memperjuangkan pernikahan dan semoga selalu diberikan limpahan berkah dan kebahagian oleh Allah SWT
BalasHapusMbaaaa.. aku malah tahu kronologi ceritanya dari blog Mba, bukan portal-portal berita atau gossip. Hehe. Aseli merinding bacanya, sedih juga membayangkan si Almh, memiliki anak, mendidik anak memang suatu jalan panjang yang harus diperjuangkan dengan baik..
BalasHapusNever agree more, Mbak rey.
BalasHapusAnak-anak itu bangga jika melihat orang tua mereka akur, saling mencintai dan ini sampai aki-nini.
Karena pernikahan orang tua kelak juga bisa menjadi cerminan buat kehidupan pernikahan anak-anak. Aku sendiri mengalaminya, hungan Papa dan Bundaku sangat manis meski mereka seperti Tom dan Jerry tapi mereka ini saling tidak bisa dipisahkan. Ada di Bali sebentar saja, Bunda kepikiran Papa (padahal ada Kakak) dan sebaliknya Papa selalu wanti-wanti, tentang apa makanan yang Bunda suka, apa yang ga Bunda suka, blo bla bla. Yang bikin kami berpikir, we have to have a marriage just like them! They care and think each other the most!
Sebaliknya, di keluarga suamiku. Mama dan Papa ga pernah akur, yup karena memang ada kesalahan fatal dari seorang lelaki yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Tapi, mereka tetap bersama dan mereka bikin (aku) sakit kepala kaarena tempat curhat Mama adalah aku. Dan aku setiap hari harus mendengarkan cerita yang sama.
AKhirnya, pernikahan mereka juga menjadi pelajaran buat kami.
Dan saat Mbak Rey bilang ke Kakak buat memuliakan perempuan (istrinya) aku setuju banget. Bahkan, saat kita membesarkan anak-anak kita dengan kasih sayang ini mengajarkan mereka untuk menghargai perempuan lain.
Stay strong and please be happy, Mbak Rey!