Meaningful relationship adalah kunci keharmonisan untuk pasangan, terutama pasangan suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Sikap terbaik dalam memperlakukan pasangan ini sungguh bikin saya sedikit mengernyitkan dahi. Karena saya googling dan tidak menemukan satu artikelpun yang membahas hal serupa.
Saya lalu bertanya-tanya, benarkah istilah ini yang saya dengar kapan hari?
Saya lalu bertanya-tanya, benarkah istilah ini yang saya dengar kapan hari?
Lalu saya tanya google translate, dan memang benar, meaningful itu artinya berarti, dan itu serupa dengan yang saya dengar dari seorang psikolog beberapa waktu lalu.
Jadi, 2 hari menjelang lebaran kemaren, saya berkesempatan cuhat online kepada seorang psikolog yang bernama Maharani Octy Ningsih, M.Psi, atau yang biasa dipanggil Mba Rani.
Saya beruntung banget menjadi salah seorang yang terpilih untuk mengadakan konseling lanjutan, setelah saya mengikuti kulwap mental health yang diadakan oleh Blogger Crony Community.
Ah, sungguh saya berterimakasih kepada para kakak-kakak di BCC, Kak Anesa, Kak Wawa.
Mereka tahu banget saya butuh konseling tersebut, padahal waktu kulwap-nya saya sama sekali nggak ikutan curhat, karena saya terdiam pas baca curhatan teman-teman lainnya, yang ternyata juga punya masalah yang tidak ringan juga huhuhu.
Tapi entah mengapa, kakak-kakak BCC malah memilih saya, mungkin karena mereka sering baca curhatan galau saya di medsos, hahaha.
Setelah mendapatkan email dari Mba Anesa, saya kemudian menghubungi Mba Rani di nomor yang diberikan melalui email.
Saya menghubungi lewat chat WA, dan setelah beberapa waktu, akhirnya dijawab sama Mba Rani lalu kami mengatur waktu untuk konseling tersebut. Karena konselingnya diadakan dengan tatap muka via zoom awalnya, dan terealisasi melalui WA Video call, hahaha.
Dan dengan sesekali terputus-putus, karena pas lagi hujan dong.
Sinyalnya buruk banget, gregetan juga rasanya ngobrol tapi keputus-putus, hampir menyerah dan meminta by voice note saja, akan tetapi saya merasa, konseling sambil tatap muka itu sungguh beda effort-nya dibanding dengan by chat.
Dan begitulah, meski sempat terputus setengah jam, dan kemudian mba Rani menelpon lagi, dan kami menghabiskan waktu sejam lebih dong, padahal jatah saya cuman 1 jam doang huhuhu.
Sungguh betapa Allah selalu baik banget sama saya selama ramadan kemaren.
Meskipun saya galau dengan beban yang terasa menghimpit, Allah selalu nggak pernah ingkar dengan janjinya, di mana ada kesulitan, di situ kemudahan pun menyertai.
Demikianlah, saya ngobrol banyak banget, Mba Rani begitu perhatian dan tahu betul apa yang saya butuhkan.
I told you, ngobrol sama psikolog itu enaaakkk banget!
Bahkan ngobrol sama psikolog laki saja asyik, seperti saat saya konseling di unair beberapa bulan lalu, apalagi sama psikolog perempuan.
Bukan hanya itu, perempuan juga jauh lebih perhatian dan nggak bikin awkward momen sih menurut saya, mba Rani masih terus mencari tahu berita saya loh saat lebaran dia mengirim pesan dan saya nggak balas.
Seolah tahu tengah terjadi sesuatu pada saya, dan memang waktu lebaran saya down banget, namun saya belum mau bercerita tentang hal itu, lain kali saja dulu hehehe.
Dan ketika membaca pesan mba Rani saya jadi lebih semangat, merasa diri jadi lebih berarti, huhuhu.
Thanks mba Rani.
Sebelum saya video call dengan mba Rani, saya diminta menuliskan masalah saya, dengan alasan agar kami tidak menghabiskan banyak waktu sia-sia selama masa konseling.
Saya rasa ini brilian banget.
Saya tahu banget bagaimana rasanya curhat dikejar-kejar waktu saat konseling di Unair beberapa bulan lalu, karena si bapak psikolog bahkan sama sekali nggak tahu masalah saya apa, hahaha.
Saya rasa, sebaiknya jika kita bikin janji konseling dengan dan tahu kapan harus ke psikolog. Mungkin kita bisa mengirimkan terlebih dahulu poin-poin masalah kita. Jadi baik psikolog maupun kita sebagai klien lebih terarah apa yang bakal dibahas, bukan hanya semacam curcol sambil kongkow hahaha.
Jadi, meskipun saya diminta menuliskan poin besar masalah saya, yang ada saya nulisnya poin panjang kayak novel hahaha.
Terimakasih lagi kepada mba Rani yang begitu sabar membaca semua masalah saya denga seksama. Dan tidak lupa memberikan saya semangat bahkan sebelum kami mulai konseling.
Dan sesi konseling kami, dibuka dengan beberapa pertanyaan mba Rani, tentang masalah yang saya tulis, off course masalah dengan papinya anak-anak yang nggak pernah pulang selama ramadan.
Lalu mendengarkan semua keluh kesah saya, menerima semua keluh kesah saya, mendukung saya sehingga saya merasa apa yang saya rasakan adalah hal penting.
Ciri khas kita kalau curhat sama psikolog, kita didengarkan, diterima bahwa it's oke bagi kita merasa itu adalah masalah, dan memang itu masalah.
Lalu perlahan mengarahkan saya menuju sebuah solusi yang paling sesuai dengan yang saya butuhkan saat ini, terlebih di bulan ramadan dan menjelang idul fitri, yaitu berbaikan.
Dan seni berbaikan itu dimulai dengan saya punya goal agar papinya anak-anak bsia kembali melihat anak-anaknya dulu, dengan cara saya kudu meaningful dalam memperlakukan pasangan.
Jujur awalnya itu berat banget! hahaha.
Meaningful artinya memperlakukan pasangan kita sebagai orang yang sangat berarti bagi kita, sementara jujur saya udah sampai di tahap ilfeel sama papinya anak-anak.
Entahlah, dengan sifatnya yang kekanak-kanakan, egois berlebihan, lupa kalau dia seorang ayah itu, bikin saya kehilangan alasan untuk mau memperbaiki hubungan lagi.
Bahkan saya merasa dia sungguh racun atau toxic love buat saya.
Akan tetapi, saya seorang ibu, dan saya tahu banget betapa anak-anak, khususnya si kakak butuh papinya.
Mungkin itulah yang namanya pengorbanan seorang ibu, bukan hanya mampu mengorbankan impiannya, seorang ibu juga mampu mengubah kebahagiaannya dengan menyesuaikan jadi kebahagiaan anak.
Dengan kata lain, asal anak bahagia, seorang ibu bisa jadi ikutan bahagia.
Dan kebahagiaan itulah yang mendorong seorang ibu melunturkan semua rasa kecewanya. Membasuhnya dengan banyak pengertian, dan mencoba untuk memperlakukan suami dengan meaningful.
Memang kalau dipikir-pikir, papinya anak-anak kabur karena saya idealis.
Meskipun sejujurnya bertentangan dengan hati nurani saya, i mean, saya berdiri di jalan yang lurus, menginginkan papinya anak-anak untuk sadar bahwa dia bukan seorang lajang lagi.
Yang mana, seharusnya kami bahu membahu mengorbankan semua kebahagiaan kami, dengan menggantinya dengan kebahagiaan anak.
Akan tetapi, ternyata hal tersebut sulit diterapkan pada seorang ayah.
Makanya sering ada pepatah mengatakan, kasih ibu sepanjang jalan, sedang kasih ayah sepanjang.... entahlah, hahaha.
Yup, intinya saya harus mengalah, menurunkan sedikit keidealisan saya, demi anak.
Yup anak memang satu-satunya penyemangat untuk saya bisa melakukan apa saja.
Seperti yang saya lakukan 6 tahun lalu saat rumah tangga kami diterpa badai.
Mengalah, dan kemudian memuja suami.
Mengatakan bahwa saya nggak bisa hidup tanpa dia.
Sungguh awalnya bikin saya merinding, hahahaha.
Sisi keidealisme saya memberontak.
Dan memang, akhirnya suami bisa pulang ke rumah, tapi kami ya berantem lagi, hahaha.
Sampai akhirnya saya berdoa memohon dikuatkan oleh Allah, sehingga perlahan saya bisa sedikit menerima, bahwa hidup memang kadang tidak adil, dan it's oke jika memang seperti itu.
Berusaha berpegang pada Allah, melakukan yang terbaik semata karena Allah dan anak, sehingga semua jadi terasa sedikit lebih ringan.
Pada akhirnya kita memang harus mengakui, bahwa jodoh adalah cerminan kita.
Kata-kata tersebut dilontarkan mba Rani dan menjadi penyemangat buat saya.
Saya jadi merasa lebih ikhlas untuk 'merendah', lebih ikhlas untuk menjadi makmum meski kadang hati nurani masih memberontak, karena merasa jalan yang dipilih imamnya sedikit nyeleneh.
Kembali lagi, sikap meaningful saya terhadap suami.
Mencintainya dengan ikhlas karena Allah, dan anak-anak.
Insha Allah jika dekat Allah, tidak akan ada hal yang berat yang tidak bisa kita taklukan, termasuk rasa egois kita serta idealisme tingkat dewa kita.
Demikianlah.
Sidoarjo, 29 Mei 2020
Sumber : Pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
Jadi, 2 hari menjelang lebaran kemaren, saya berkesempatan cuhat online kepada seorang psikolog yang bernama Maharani Octy Ningsih, M.Psi, atau yang biasa dipanggil Mba Rani.
Mba Rani bersama suami, sumber IG @maharani_octy |
Saya beruntung banget menjadi salah seorang yang terpilih untuk mengadakan konseling lanjutan, setelah saya mengikuti kulwap mental health yang diadakan oleh Blogger Crony Community.
Ah, sungguh saya berterimakasih kepada para kakak-kakak di BCC, Kak Anesa, Kak Wawa.
Mereka tahu banget saya butuh konseling tersebut, padahal waktu kulwap-nya saya sama sekali nggak ikutan curhat, karena saya terdiam pas baca curhatan teman-teman lainnya, yang ternyata juga punya masalah yang tidak ringan juga huhuhu.
Tapi entah mengapa, kakak-kakak BCC malah memilih saya, mungkin karena mereka sering baca curhatan galau saya di medsos, hahaha.
Konseling Bersama Mba Rani
Setelah mendapatkan email dari Mba Anesa, saya kemudian menghubungi Mba Rani di nomor yang diberikan melalui email.
Saya menghubungi lewat chat WA, dan setelah beberapa waktu, akhirnya dijawab sama Mba Rani lalu kami mengatur waktu untuk konseling tersebut. Karena konselingnya diadakan dengan tatap muka via zoom awalnya, dan terealisasi melalui WA Video call, hahaha.
Dan dengan sesekali terputus-putus, karena pas lagi hujan dong.
Sinyalnya buruk banget, gregetan juga rasanya ngobrol tapi keputus-putus, hampir menyerah dan meminta by voice note saja, akan tetapi saya merasa, konseling sambil tatap muka itu sungguh beda effort-nya dibanding dengan by chat.
Dan begitulah, meski sempat terputus setengah jam, dan kemudian mba Rani menelpon lagi, dan kami menghabiskan waktu sejam lebih dong, padahal jatah saya cuman 1 jam doang huhuhu.
Sungguh betapa Allah selalu baik banget sama saya selama ramadan kemaren.
Meskipun saya galau dengan beban yang terasa menghimpit, Allah selalu nggak pernah ingkar dengan janjinya, di mana ada kesulitan, di situ kemudahan pun menyertai.
Demikianlah, saya ngobrol banyak banget, Mba Rani begitu perhatian dan tahu betul apa yang saya butuhkan.
I told you, ngobrol sama psikolog itu enaaakkk banget!
Bahkan ngobrol sama psikolog laki saja asyik, seperti saat saya konseling di unair beberapa bulan lalu, apalagi sama psikolog perempuan.
Bukan hanya itu, perempuan juga jauh lebih perhatian dan nggak bikin awkward momen sih menurut saya, mba Rani masih terus mencari tahu berita saya loh saat lebaran dia mengirim pesan dan saya nggak balas.
Seolah tahu tengah terjadi sesuatu pada saya, dan memang waktu lebaran saya down banget, namun saya belum mau bercerita tentang hal itu, lain kali saja dulu hehehe.
Dan ketika membaca pesan mba Rani saya jadi lebih semangat, merasa diri jadi lebih berarti, huhuhu.
Thanks mba Rani.
Meaningful Relationship Adalah Sikap Dalam Memperlakukan Pasangan, Poin Penting Dari Konseling Bersama Mba Rani
Sebelum saya video call dengan mba Rani, saya diminta menuliskan masalah saya, dengan alasan agar kami tidak menghabiskan banyak waktu sia-sia selama masa konseling.
Saya rasa ini brilian banget.
Saya tahu banget bagaimana rasanya curhat dikejar-kejar waktu saat konseling di Unair beberapa bulan lalu, karena si bapak psikolog bahkan sama sekali nggak tahu masalah saya apa, hahaha.
Saya rasa, sebaiknya jika kita bikin janji konseling dengan dan tahu kapan harus ke psikolog. Mungkin kita bisa mengirimkan terlebih dahulu poin-poin masalah kita. Jadi baik psikolog maupun kita sebagai klien lebih terarah apa yang bakal dibahas, bukan hanya semacam curcol sambil kongkow hahaha.
Jadi, meskipun saya diminta menuliskan poin besar masalah saya, yang ada saya nulisnya poin panjang kayak novel hahaha.
Terimakasih lagi kepada mba Rani yang begitu sabar membaca semua masalah saya denga seksama. Dan tidak lupa memberikan saya semangat bahkan sebelum kami mulai konseling.
Dan sesi konseling kami, dibuka dengan beberapa pertanyaan mba Rani, tentang masalah yang saya tulis, off course masalah dengan papinya anak-anak yang nggak pernah pulang selama ramadan.
Lalu mendengarkan semua keluh kesah saya, menerima semua keluh kesah saya, mendukung saya sehingga saya merasa apa yang saya rasakan adalah hal penting.
Ciri khas kita kalau curhat sama psikolog, kita didengarkan, diterima bahwa it's oke bagi kita merasa itu adalah masalah, dan memang itu masalah.
Lalu perlahan mengarahkan saya menuju sebuah solusi yang paling sesuai dengan yang saya butuhkan saat ini, terlebih di bulan ramadan dan menjelang idul fitri, yaitu berbaikan.
Dan seni berbaikan itu dimulai dengan saya punya goal agar papinya anak-anak bsia kembali melihat anak-anaknya dulu, dengan cara saya kudu meaningful dalam memperlakukan pasangan.
Jujur awalnya itu berat banget! hahaha.
Meaningful artinya memperlakukan pasangan kita sebagai orang yang sangat berarti bagi kita, sementara jujur saya udah sampai di tahap ilfeel sama papinya anak-anak.
Entahlah, dengan sifatnya yang kekanak-kanakan, egois berlebihan, lupa kalau dia seorang ayah itu, bikin saya kehilangan alasan untuk mau memperbaiki hubungan lagi.
Bahkan saya merasa dia sungguh racun atau toxic love buat saya.
Akan tetapi, saya seorang ibu, dan saya tahu banget betapa anak-anak, khususnya si kakak butuh papinya.
Mungkin itulah yang namanya pengorbanan seorang ibu, bukan hanya mampu mengorbankan impiannya, seorang ibu juga mampu mengubah kebahagiaannya dengan menyesuaikan jadi kebahagiaan anak.
Dengan kata lain, asal anak bahagia, seorang ibu bisa jadi ikutan bahagia.
Dan kebahagiaan itulah yang mendorong seorang ibu melunturkan semua rasa kecewanya. Membasuhnya dengan banyak pengertian, dan mencoba untuk memperlakukan suami dengan meaningful.
Memang kalau dipikir-pikir, papinya anak-anak kabur karena saya idealis.
Meskipun sejujurnya bertentangan dengan hati nurani saya, i mean, saya berdiri di jalan yang lurus, menginginkan papinya anak-anak untuk sadar bahwa dia bukan seorang lajang lagi.
Yang mana, seharusnya kami bahu membahu mengorbankan semua kebahagiaan kami, dengan menggantinya dengan kebahagiaan anak.
Akan tetapi, ternyata hal tersebut sulit diterapkan pada seorang ayah.
Makanya sering ada pepatah mengatakan, kasih ibu sepanjang jalan, sedang kasih ayah sepanjang.... entahlah, hahaha.
Yup, intinya saya harus mengalah, menurunkan sedikit keidealisan saya, demi anak.
Yup anak memang satu-satunya penyemangat untuk saya bisa melakukan apa saja.
Seperti yang saya lakukan 6 tahun lalu saat rumah tangga kami diterpa badai.
Mengalah, dan kemudian memuja suami.
Mengatakan bahwa saya nggak bisa hidup tanpa dia.
Sungguh awalnya bikin saya merinding, hahahaha.
Sisi keidealisme saya memberontak.
Dan memang, akhirnya suami bisa pulang ke rumah, tapi kami ya berantem lagi, hahaha.
Sampai akhirnya saya berdoa memohon dikuatkan oleh Allah, sehingga perlahan saya bisa sedikit menerima, bahwa hidup memang kadang tidak adil, dan it's oke jika memang seperti itu.
Berusaha berpegang pada Allah, melakukan yang terbaik semata karena Allah dan anak, sehingga semua jadi terasa sedikit lebih ringan.
Pada akhirnya kita memang harus mengakui, bahwa jodoh adalah cerminan kita.
Kata-kata tersebut dilontarkan mba Rani dan menjadi penyemangat buat saya.
Saya jadi merasa lebih ikhlas untuk 'merendah', lebih ikhlas untuk menjadi makmum meski kadang hati nurani masih memberontak, karena merasa jalan yang dipilih imamnya sedikit nyeleneh.
Kembali lagi, sikap meaningful saya terhadap suami.
Mencintainya dengan ikhlas karena Allah, dan anak-anak.
Insha Allah jika dekat Allah, tidak akan ada hal yang berat yang tidak bisa kita taklukan, termasuk rasa egois kita serta idealisme tingkat dewa kita.
Demikianlah.
Sidoarjo, 29 Mei 2020
Sumber : Pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
Apa haru mewujudkan pasangan ideal juga ga sih mba? atau sudah cukup menerima apa adanya aja hehe. Yang penting ikhlas.
BalasHapusEnggak harus ideal sih menurut saya, asal masih berada di dalam batas-batas kompromi dan kewajaran.
HapusTentunya, kita juga kudu mengukur kemampuan kita, biar meaningfulnya bisa bermanfaat.
Kalau meaningful tapi sulit ikhlas dan bikin kita makin parah, mau nggak mau memang kudu ada jalan lain :)
ehem...resep jitu memperlakukan pasangan terima kasih nasehatnya
BalasHapusSama-sama :)
HapusBaca artikelnya mbak Rey memang kadang seperti baca novel.🤣
BalasHapusJadi intinya mbak Rey mengalah demi kebahagiaan anak anak ya. Kasihan, apalagi si kakak yang butuh papinya. Eh, emang si kakak ngga butuh emaknya ya.😂
Berarti benar kata pepatah, kasih ibu sepanjang jalan, kasih ayah sepanjang... Ah sudahlah.😂
Menurunkan ego tepatnya hahaha.
HapusMeski sulit, ibu selalu rela melakukan apa saja demi anaknya :D
Waah semangat terus mbak Rey.. Noted buat pelajaran penting saat besok udh berkeluarga. Huhu
BalasHapusKeren ya program konseling BBC
Semangat :)
HapusSaya termasuk salah satu silent reader mbak Rey, hanya bisa mendoakan agar mbak Rey dan anak-anak selalu diberi kesehatan dan panjang umur oleh Allah, aamiin. Ah, gimana lagi cara ikutan konseling BBC. Pingin banget ikut gabung.
BalasHapusAamiin.. aamiin, makasih banyak yaaa...
HapusKonseling tersebut dari kulwap yang diadakaan BCC di bulan Ramadan kemaren, coba deh gabung di BCC, ada banyak kegiatannya :)
paling nggak konseling ini udah bikin plong ya mba
BalasHapusaku ngebayangin kalo konseling sama pakarnya gini kayaknya ngalir aja dan psikolognya lancar banget ngasih masukan, solusi
life must goes on, semangatt
Bener, asyik banget curhat ama psikolog :)
Hapusapalagi Mba Rany sangat perhatian :)
Semoga usaha mba nggak sia-sia, dan membuahkan hasil yang maksimal, selama dilakukan untuk kebahagiaan keluarga (anak-anak tepatnya), pasti akan selalu ada jalan. Semangat mbaa ~ ehehehe, by the way bicara soal meaning saya jadi ingat percakapan saya sama si dia dulu banget waktu awal-awal kenal hahahaha dia juga pernah bahas meaning yang sempat membuat saya bingung dan nggak paham :D tapi berjalan dengan waktu, saya jadi mengerti maksud dari meaning apa :>
BalasHapusTeruntuk mba Rey, jangan menyerah <3
Aamiin...
HapusMakasih banyak ya kesayangan.
Jujur, saat saya mau menyerah, banyak bayangan teman-teman yang berkelebat di depan saya, salah satunya Eno, meski saya nggak pernah tahu wajah Eno seperti apa, tapi perhatian dan dukungannya selalu menyemangati.
Tengkiuuu yaaaakk :*
Bisa terpilih menjadi salah satu peserta konseling by BCC adalah salah satu hal yang sangat disyukuri di bulan Ramadan kemarin.
BalasHapusSemoga setelah konseling,Mba Rey dan suami bisa mendapatkan solusi dari masalah yang ada untuk kebahagiaan keluarga. Tetap semangat ya, Mba.^-^
Aamiin Alhamdulillah Mba, setidaknya ada semangat selalu :)
HapusBaca tulisan ini bikin aku terdiam beberapa menit. Satu sisi aku kagum Mbak Rey bisa menceritakan apa yang dialami Mbak Rey sendiri, yang mana aku tau ini nggak mudah, tapi salah satu sisi aku bersyukur bisa membaca pengalaman ini karena aku juga bisa mengambil hikmahnya (:
BalasHapusSemangat terus yaa, Mbak Rey! Percaya semua akan ada jalan keluar yang terbaik. Bukan kebetulan juga rasanya Mbak Rey yang terpilih untuk melakukan sesi konseling ini, berarti memang saatnya Mbak Rey dan pasangan bisa mendapatkan solusi terbaik. Semangat semangat!
Oh ya, selamat hari Raya Lebara jugaa ya, Mbak Rey (:
Aamiin, terimakasih banyak yaaa :*
HapusSemoga Mbak Rani bisa membantu apa yang Mbak butuhkan dan perlukan terkait mencari solusi dari masalah yang Mbak hadapi.
BalasHapusSaya tahu tiada manusia yang sempurna, namun berbuatlah yang terbaik buat " Arjuna Mbak ".
Kalau menurut saya lelaki bisa dikendalaikan oleh Wanita walau hanya dengan kalimat sederhana.Walau caranya bakal bertentangan dengan Hati, tapi cobalah....... saya yakin Mbak bisa menguasai keadaan.
Betul ya, ada caranya meski kadang mengorbankan hati :D
HapusMba Rey semangaaat!! Insya Allah itu jalan yang ditunjukkan Allah melalui tangan Bu psikolog Rani. Semoga setelah itu Mba rey diberikan kekuatan, ketabahan, dan kebahagiaan yaa.. Semoga semua masalah dg suami juga segers mendapatkan jalan keluar ya Mba 😊
BalasHapusAamiin aamiin, makasih banyak yaaa :)
HapusHuhuhu mbaak... sebagai sesama cewek keras kepala, ku merasakan banget yaa, menerima itu kok ya susah banget. Padahal masih hijau, masih banyak yang bisa disesuaikan, tapi aku tuh ngototnya nggak kira-kira. Dan mikir pasangan nggak memikirkan kita. padahal kalo dipikir-pikir, yaaa, kita juga yang nggak memikirkan mereka dan kurang sabar.
BalasHapus(lah jadi curhat. tapi kapan saya nggak curhat di komen orang?)
Senang mbak Rey bisa mendapatkan sesi konseling yang menyenangkan. Semoga dilancarkan selalu ya, dan diberikan solusi terbaik!
Mbak reeeeeey, aku salut banget lho, sama Mbak Rey. Mbak Rey kuat banget. Kalau aku jadi Mbak Rey mungkin aku juga udah gak kuat. Apalagi aku orangnya tertutup, punya masalah apapun pasti aku pendam sendiri karena gak punya keberanian buat cerita ke orang lain, bahkan ke orang terdekat seperti orang tua atau saudara aja aku gak berani cerita..
BalasHapusSemangat terus ya, Mbak Rey. Semoga masalahnya segera membaik.🙏