Sharing By Rey - Indomie dan bagimu anakmu serta bagiku anakku.
Apaan tuh Rey? hahaha.
Setelah beberapa hari lalu saya menuliskan betapa mie instan, dalam hal ini adalah indomie begitu berharga dalam menemani hidup saya.
Kali ini saya ingin membahas indomie dalam segi pola asuh anak.
Gara-garanya tercetus ide beberapa hari lalu membaca postingan perdebatan buibu mengenai kasih mie instan ke anak.
Ada dua kubu.
Kubu pertama buibu anti indomie dan segala mie instan lainnya, dengan teori betapa tidak sehatnya mie instan itu buat anak-anak.
Kubu kedua, yaitu buibu santuy, yang beranggapan bahwa nggak masalah ngasih mie instan ke anak sesekali.
Kalau saya?
Kubu pengamat aja deh, hahaha.
Lucu aja soalnya melihat perdebatan buibu itu, i mean sebenarnya semua nggak salah sih ya.
Akan tetapi jadi salah ketika masing-masing kubu jadinya saling serang, seolah memaksa kubu lainnya untuk mengikuti pikiran mereka.
Duh kan ya lucu.
Lalu saya tercetus pemikiran, bahwa sesungguhnya, kalau ngomongin pola asuh anak itu, berlaku hukum...
"Bagiku anakku, dan bagimu anakmu"
Hahaha, maksa banget dah mamak Rey ini.
Tapi bener juga kan ya.
Bagaimana lah bisa kita memaksakan pola asuh anak kita untuk diikuti orang lain, sementara keadaan tiap orang itu nggak pernah sama.
Jangankan orang lain.
Pola asuh kita dengan saudara kita ke anak pasti beda.
Meskipun kita diasuh oleh ibu yang sama.
Iya nggak?
Indomie Dan Pola Asuh Anak A La Rey VS Kakak Rey
Perdebatan buibu tersebut membuat saya teringat akan perdebatan eh mungkin lebih tepatnya disebut perbedaan pola asuh anak antara saya dengan kakak saya.
Meskipun saya begitu mencintai indomie, dan kakak saya suka indomie tapi tidak selebay saya sukanya.
Kenyataannya saat berhadapan dengan anak-anak, kami amat sangat berbeda pemikirannya.
Kakak saya yang bahkan dari hamil, masih juga makan indomie, dan anak-anaknya, bahkan sejak di atas setahun sudah di kenalkan indomie, bahkan indomie sudah menjadi makanan kebangsaan anak-anak kakak saya.
Ye kan, kakak saya kerja kantoran, suaminya juga kerja.
Dan dia nggak punya pembokat.
Ya kali mau idealis terhadap makanan anak-anaknya, bisa-bisa anak-anak sehat, dianya sekarat hahaha.
Jadi ya gitu, makan indomie tiap hari udah jadi hal yang biasa bagi anak-anak kakak saya.
Bahkan sejak usianya di atas setahun.
Kalau saya?
Boro-boro ngasih anak indomie, bahkan sejak hamil pertama dulu, saya putus hubungan dengan indomie.
Iya, saya sebegitu cinta sama indomie, akan tetapi saat hamil.
Jangankan indomie?
Bakso aja saya nggak konsumsi.
Dari yang awalnya saya sedikit parno dengan penyedap rasanya yang biasanya lumayan banyak.
Sampai saya juga putus hubungan dengan berbagai bumbu penyedap rasa.
Entah itu masako, Royco ataupun micin.
Jadilah saya makannya cuman pakai garam dan bumbu lainnya.
Bahkan masak sayur bening kayak bayam ya cuman air, bayam ama garam hahaha.
Sedemikian parnonya saya.
Terlebih saat anak-anak saya lahir, khususnya si kakak, ampun deeehh sakit meluluuuu...
Padahal makanannya udah saya jaga seketat mungkin.
Gitu mau dikasih indomie, bahkan makan chiki sedikit aja udah batuk dan berujung ke dokter spesialis.
Tekor mamak Rey dong, hanya karena micin hahaha.
Jadi, saya adalah kubu mamak anti indomie buat anak (dulunya), sejak si kakak masuk SD dan mulai beradaptasi dengan mengandalkan imun tubuhnya, perlahan-lahan si kakak mulai saya bolehin makan indomie.
Meskipun awalnya ya gitu, berakhir dengan saya pusing sendiri karena dia akhirnya batuk dan demam tinggi.
Namun setelah berkali-kali mencoba dengan porsi seadanya, sampai akhirnya dia bisa makan 1 bungkus dengan aman, tanpa batuk.
Dan iyes lah, sekarang si kakak udah bisa makan indomie, dengan catatan maksimal 3-4 hari sebungkus, atau kalau perlu seminggu sebungkus.
Adiknya? kadang-kadang ikutan sih, dan Alhamdulillah memang daya tahan tubuh si adik memang lebih baik ketimbang kakaknya.
Ye kan, mungkin karena pengaruh ASI ekslusif kali ya, sementara si kakak udahlah premature, nyusunya lebih banyakan ke sapi pula, eh maksudnya minum susu formula, hahaha.
Indomie Dan Pola Asuh 'Bagiku Anakku Serta Bagimu Anakmu'
That's why saya menyebutnya, kalau ngomongin pola asuh mah berlaku, 'bagiku anakku dan bagimu anakmu'.
Tidak bisalah kita memaksakan apa yang kita terapkan ke anak kita, untuk anak orang lain.
Kalaupun memang kita sedemikian terganggunya dengan pola asuh orang yang menurut kita salah, ya udehhh... sono sekalian ambil anaknya, bantuin asuh kek, biar tahu rasanya hahaha.
Kakak saya sebenarnya sama dengan beberapa buibu tersebut, dia sering banget menasehati saya agar jangan terlalu menjaga makanan anak, alasannya karena setiap manusia itu punya daya tahan atau imunitas diri yang bisa bekerja kalau ada tantangan.
Kalau kita selalu bantuin tantangannya, kapan dong imun itu beneran turun tangan melawan apa yang salah di tubuh kita.
Iya, kalau dipikir-pikir apa yang kakak saya katakan itu benar.
Sesungguhnya anak-anaknya bukanlah anak yang kebal banget makan indomie.
Awal-awalnya juga bolak balik bereaksi buruk terhadap makanan instan kayak indomie.
Batuk bolak balik sampai demam tinggi dan sesak napas.
Bolak balik di infus, bahkan salah seorang anaknya sampai pernah dirujuk karena sebuah penyakit.
Sampai akhirnya sekarang jadi kebal sama efek buruk makanan instan, semua memang ada jalan tantangannya.
MASALAHNYA ADALAAAHHHH...
Kakak saya mah nakes, dia kerja di rumah sakit.
Bahkan dulu dia hamil bolak balik di infus karena nggak bisa makan selama hamil, dan itu bukan masalah.
Iyalahh.. gratis!
Palingan beli cairan infus sendiri, biaya tindakan medis kan gretong, orang yang tindaki teman-temannya semua.
Anaknya pun demikian, udahlah kalau di opname mudah banget akses pesan kamarnya, pun juga pakai BPJS yang gratis tis...
Kalau saya?
Etdaaahhh...
Anak batuk pilek biasa saja, kalau nggak menghabiskan uang minimal setengah juta, rasanya belom bisa sembuh si kakak dulunya.
Bukan hanya itu, opname itu tidak semudah kakak saya yang mudah cari ruangan, pun juga saat ditindaki dokter, mereka bisa lebih tenang bercakap-cakap, lebih nggak was-was anaknya disalah diagnosis ama dokter.
GAK KAYAK ANAKNYA SI REY!
UDAHLAH BOSAN KE DSA, CARINYA PROFESOR MALAH DI OVER DIAGNOSIS!!
Huuuhhhh beteeehhhh!!!
Masih gemas saya kalau ingat-ingat si kakak cuman sariawan dibilang kena virus kawasaki, ckckckck.
Bahkan sayapun ketularan virus kawasaki katanya, duuhhh sebeeell..sebeelll...sebeelll...
That's why, mending deh saya menyiksa diri, anak-anak hanya boleh makan indomie secara bertahap, dan saya yang observasi sendiri, jadi saya yang memutuskan, kapan anak-anak bisa makan indomie lagi, kapan nggak boleh dulu.
Kebayang nggak sih, kalau ada yang maksain anak-anak tuh makannya jangan terlalu dijaga.
Untungnya yang ngomong gitu sih cuman kakak saya, coba kalau orang lain, mau saya minta alamatnya buat kirim si kakak biar dibayarin ke dsa kalau sakit hahahaha.
Iyaaa...
Bagiku anakku, karena cuman saya yang lebih paham kondisi anak-anak saya.
Juga kondisi saya.
Kadang juga saya kasih indomie, saat si kakak mengeluh lapar dan saya lagi nggak enak badan, bahkan sekarang saya ajarin dia masak indomie sendiri, Alhamdulillah si kakak udah bisa, tapi tetap dalam pengawasan saya, karena masih kudu dibatasi konsumsi makanan instan yang mengandung banyak msg.
Bagimu juga anakmu.
Kayak kakak saya yang ngasih anaknya indomie berlebihan.
Meski anaknya bolak balik masuk RS, hahaha.
Saya sama sekali nggak menyalahkan kakak saya, karena saya tahu bagaimana kondisi kakak saya.
Bukanlah hal yang ringan mengurus rumah, anak dan kerjaan sekaligus.
Apalagi nggak ada yang bantuin.
Saya yang kerja dari rumah aja mau nangis rasanya dengan keidealisme sendiri, hahaha.
Jadi sesungguhnya, kalau ada ibu yang ngasih anaknya indomie, bukan berarti ibu tersebut tidak tahu mengenai efek samping makanan instan buat anak kecil.
Bisa jadi memang karena kondisi yang memang tidak memungkinkan untuk terus konsumsi makanan sehat.
Baik memang kondisi waktu hingga biaya.
Ya kali semua orang makan indomie karena pengen.
Sebagian besar makan indomie karena murah tauk, hahaha.
Kayak saya dulu waktu kecil, kalau mama belum gajian, ya makan indomie deh.
Itupun indomie sebenarnya makanan mewah, makanya kami makannya sebungkus berdua sama kakak saya.
Begituhhh...
Kalau temans, gimana nih pola asuh anak terhadap indomie? :D
Sharing yuk :)
Sidoarjo, 24 Juni 2020
Reyne Raea untuk #RabuParenting
Sumber : Pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
Yup. Setuju pisan bahwa "anakmu ya anakmu, anakku ya anakku".. hahah diubah dikit dari tulisanmu. Tapi, sebenarnya memang harus begitu Rey, karena anak kita adalah manusia dan setiap manusia itu berbeda.
BalasHapusTidak bisa digeneralisir. Seperti misalkan makanan ini bagus untuk anak saya, pasti bagus untuk anakmu. Nah pemikiran yang kayak gini ini yang ngawur.
Kondisi dan situasi setiap orang berbeda. Orangtuanya berbeda. Lalu bagaimana bisa pola yang sama diterapkan.
Orangtua harus jeli dan mau mengamati perkembangan si anak, kemudian memutuskan untuk mengambil jalan sesuai yang diyakininya sebagai benar. Tapi, dia juga harus sadar bahwa tindakannya cuma untuk anaknya saja dan tidak berlaku umum. Jadi, dia tidak bisa sebenarnya memaksakan pandangannya dan pola asuhnya kepada anak orang lain.
Kali ini setuju banget.
Saya makan indomie lumayan banyak, dan masih baik2 saja..tapi itu bukan berarti anakmu kalau makan indomie terus bakalan seperti saya.. iya nggak.
Amati dan asuh anakmu dengan caramu dan gayamu.. bukan dengan cara orang lain
hahahaha, iya Pak, kondisi tiap orang beda, nggak mungkin bisa menerapkan pola asuh yang sama buat semua ibu, yang ada sutris sendiri ibunya hahaha
HapusLakumdinukum wa liyadin ya mbak rey? wkwk..
BalasHapussama banget kayak aku.. jaman hamil aku juga putus sama indomie, bahkan sampai aku menyusui juga gak makan indomie sama sekali. Setelah udh gak nyusui baru deh konsumsi indomie lagi..
anakku belum pernah sih makan indomie.. palingan kalo liat aku lagi makan, dia suka minta.. jadi kupisahin mie nya aja satu sendok taro di mangkok bayi.. lalu ku bumbui pake kecap manis dan kecap asin.. kalo pake bumbu indomie nya belom pernah sih..
wkwkkwkwkw kurang lebih begituuhh say :D
HapusIyaaa, dulu anak pertama juga kayak gitu, nanti sekarang-sekarang ini baru bisa makan indomie dengan nyaman, meski tetap dibatasi sih :D
He..he.. Saya belom punya anak mbk, nikah juga masih otw😁 tapi kalau saya punya anak nanti,mungkin juga bakal sedikit bikin batasan. Soalnya anak kecil kan emang gampang sakit, nggak salah kalau saya larang beli ini itu.
BalasHapusKok udah ngebayangin punya anak ya saya... Jadi merasa agal aneh😁
hahahaha, siapa tahu udah dekat waktunya kan ye, semangaatt jadi ibu *eh :D
HapusIya, kadang suka merasa bingung juga dengan orang yang punya prinsip atau opini yang bertentangan tapi saling serang karena mau diikuti. Terlepas dari mereka benar, opini orang lain juga patut dihormati.
BalasHapusEh, ini postingan kedua soal Mie Instan yah? He he he
Nah bener, sebenar-benarnya kita, bukan berarti kita bebas memaksa orang kan ya, hehehe iyaaa... mie instan buat anak :D
HapusMemang kalo bisa sih kurangi makan mie instan karena bumbunya itu banyak pengawetnya kata teman saya.
BalasHapusAnak saya juga senang makan mie instan tapi aku batasi seminggu 2x saja, takut kenapa-napa soalnya ada teman saya yang lain anaknya sampai dirawat di RS karena kebanyakan makan mie instan.
Sebenarnya bukan hanya mie instan saja sih, minuman kemasan yang seribuan itu juga banyak pengawetnya, begitu juga minuman serbuk. Kalo mau sehat, misalnya anak pengin minum jeruk ya beli jeruk lalu diperas, pengin minuman apel beli apel lalu dibikin jus, tapi sayangnya harganya mahal.😂
Disini kadang jadi dilema hahaha.🤣
nah itu dia, kebanyakan memang memilih makanan instan karena harganya cenderung terjangkau ketimbang yang sehat ya.
HapusAsalnya nggak berlebihan sebenarnya oke-oke saja sih, dan pastikan anak nggak alergi kayak anak saya heheheh
Akuuuu... Aku masih belum pernah mengasuh anak, Mbak Rey. Doakan segera punya anak sendiri ya, Mbak. Hehehe.
BalasHapusEh, tapi aku mau cerita masa kecilku aja deh, Mbak Rey. Tepatnya pola asuhnya ibu. Ngomong-ngomong ibuku ini sebelas-dua belas sama kakaknya Mbak Rey. Gak masalah kalau anaknya (aku) makan Indomie sejak kecil. Soalnya dulu saat masih batita udah dikenalin Indomie sama Mbah Putri. Akhirnya aku ketagihan Indomie, dan susah makan makanan lain selain indomie. Gak nafsu gitu kalau gak Indomie. Dan gara-gara aku sudah makan, daripada gak makan ibu jadi ngebiarin aku makan Indomie. Bukan salah ibu, sih. Menurutku ini salahku juga yang saat itu gak berani coba makanan sehat (namanya juga masih kecil + picky eater pula). Apalagi ibu kerja, jadi kadang malah gak sempat masak sama sekali.
Sampai akhirnya waktu kelas 5 SD aku kena DBD. Saat itu aku parah banget. Bisa dibilang hampir sekarat, Mbak Rey, karena sudah keluar darah dan sempat hilang kesadaran pula. Tapi Alhamdulillah Allah kasih aku kesempatan buat hidup. Dan dari situ aku mulai sadar pentingnya hidup sehat dan makan makanan sehat. Aku mulai belajar makan sayur dan buah juga mengurangi makan Indomie selepas aku sembuh DBD itu.😄
Aamiin, semoga segera diberi amanah ya say, aamiin ya Allah :)
HapusNah iya, salah satu alasan ibu-ibu kasih anaknya indomie karena anak susah makan, kayak anaknya kakak saya tuh, ketimbang nggak makan.
Ya Allaaahhh, serem juga dong say sampai keluar darah :(
Ibu saya sama seperti mba Rey, kasih anaknya Indomie sesekali saja. Bahkan mungkin sebulan atau bulan sekali baru dikasih itupun sebungkus makan sama-sama karena memang cuma biar nggak lupa saja sama rasanya 😂
BalasHapusThat's why Indomie merupakan makanan mevvah untuk saya karena nggak bisa makan semau saya alias harus tunggu jadwal ibu mau kasih makan 🤭 dan saya setuju sama mba Rey, urusan kasih makan Indomie sebetulnya nggak perlu diperdebatkan karena masing-masing ortu pasti punya caranya sendiri dalam membesarkan anak plus yang paling tau kebutuhan anak-anaknya seperti apa 😁
Seperti saya yang jarang makan Indomie, namun punya sahabat baik yang hobi bangett makan mie karena ortunya kerja jadi jarang masak.. however kami berdua tumbuh sehat dan dalam keadaan baik-baik saja meski ortu kami punya cara kasih makan anak yang berbeda pada masanya 😆 so, persoalan Indomie ini seyogyanya bukan persoalan besar, tinggal ikuti aturan yang dipunya tanpa harus menyalahkan aturan orang tua lain di luar sana 😍
hahahaha, kalau saya lebih baik capek mengusahakan anak dengan masak lainnya sih atau biasanya maksa anak makan nggak pilih-pilih, soalnya kalau keseringan makan indomie, saya juga yang puyeng kalau anak-anak sakit saya yang jaga sendiri huhuhu.
HapusBetul sekali, buibu itu tahu yang terbaik buat anaknya :)
Yaa kalau untuk anak jika khawatir dengan Indomie memang perlu pembatasan. dalam memberikannya.😊😊
BalasHapusTetapi bukan berarti mengurangi beli Indomienya yaa...Karena saya tetap beli satu dus tiap Bulannya yaa...😊😊
Jadi tolong jangan Hujat2 Indomie lagi. Karena bagi saya Indomie penyelamat perut saya kalau lapar diwaktu ngekost...Bahkan sampai sekarang sih kalau malam lapar masih suka buat Indomie.😂😂😂
Wadooohhh banyaknya Kang, saya nggak sampai se dus sih, soalnya bingung menjelaskan ke si kakak kalau saya makan indomie teruuusssss, kadang saya belain tengah malam bangun mengendap-ngendap ke dapur buat masak mie, meski kadang juga si kakak terbangun dan ikutan bilang lapar pengen indomie hahahaha
Hapuskalau adikku dirumah ketauan bikin indomie terlalu sering akan diomeli hahaha, kalau aku karna udah gede sudah tau kadarnya ya hahaha
BalasHapusdirumah nggak ada stok mie banyak, beli kalau lagi mau masak aja, kadang aku nyimpen sendiri 1-2 bungkus jaga jaga kalo malem malem mendadak lapar
aku liat temen kantor, dia begitu "ketat" untuk pemberian mie instan ke anaknya, memang di nyetok mie dirumahnya tapi itupun disembunyiin dan kalau anaknya keseringan, si ibuk ini bakalan ngomeli hehe
hahahaha iyaaa, anak-anak sebaiknya dibatasi, anak pertama saya udah saya bolehin makan kok sekarang, tapi memang dibatasi banget :D
HapusAku juga dulu masih kecil dibebaskan makan indomie. Tapi setelah dewasa kalau lagi sakit batuk makan mie instan meski yang kuahpun batuku semakin menjadi.. ternyata tenggorokan ku sangat sensitif terhadap bumbu mie instan. Jadi mulai dari situ aku mengurangi makan mie instan. Sekaraang jarang sekali makan mie instan. Karena kalau aku sudah batuk obatnya harus pakai antibiotik yang paten kak Rey baru bisa sembuh batuk ku. Kalau keterusan minum antibiotik paten kan mahal dan bisa kena maag aku.
BalasHapusSatu lagi ibu ku juga penggemar mie instan. Setiap pulang kerja malam dari apotik ibuku selalu makan indomie.. dan hasilnya sekarang beliau di usia manula 70 an sudah pikun. Dan pikun nya itu kalau nanya sesuatu bisa berulang-ulang dalam hitungan 5 menit.. otomatis yg jawab juga capek. Setiap hari begitu. Kata tante saya mungkin ibu saya itu kebanyakan makan mie instan jadi memperparah pikun nya. Saya jadi agak takut nggak mau makan mie instan terlalu sering.
Astagaaaa, saya jadi auto kurangin mie instan hehehe.
HapusIyaa, pakai antibiotik itu nggak baik juga, apalagi yang paten, biasanya dosisnya lebih tinggi :)
Abis baca postingan Taro aku ke sini ehh ternyata bahas micin-micinan lagi 😝
BalasHapusJujur aja sampai sekarang ini anakku belum pernah aku jajalin indomie, Mba Rey. Bukan karena aku idealis, justru karena aku emak2 ogah repot tapi tetap mau cari alternatif yang sehat di kala anak susah makan (plus mie itu makanan favorit si kecil), akhirnya aku nemu mie goreng instan favorit dari brand Lemo*ilo. Pernah coba nggak Mba Rey? Enakkk banget lho, bumbunya hampir persiss si indomie, tapi versi sehat karena emang non msg, non pengawet dll. Aku nggak ngiklan tapi beneran enak wkwkwk Aku selalu nyetok selusin di rumah 😂
Agak mahal sih memang per bungkusnya, tapi kalo lagi promo lumayan lho hihi
hahaha udah saayy, saya pernah nyetock, tapi anak-anak nggak suka, terutama si kakak, katanya enakan Indomie hahaha.
HapusJadi si kakak saya bolehin makan indomie sesekali sih, tapi kalau adiknya saya beliin mie nya Promina, dia lumayan suka tuh :D