Sharing By Rey - Tentang ipar.
Apa yang ada di benak temans jika mendengar kata ipar?
Tantangankah?
Atau berkah?
Saya rasa ini adalah topik menarik untuk diper-gibah-kan eh salah, diperbincangkan.
Tentunya untuk kebaikan ya, bukan untuk menjelekan orang, insha Allah.
Hal ini terpikir di saya, ketika membaca ada email serta DM yang masuk, yang isinya hampir sama, yaitu curhat masalah ipar.
Meskipun sesungguhnya saya agak-agak gimana gitu ya membahas hal ini, karena sejujurnya masalah periparan buat saya, sama sekali tidak jadi drama seperti kehidupan teman lainnya.
Tapi, setidaknya saya ingin membahas, mengapa saya diberi kehidupan tanpa drama menguras energi dari yang namanya ipar.
Tentang Ipar, Orang Yang Tiba-Tiba Jadi Saudara
Punya kisah drama dengan ipar itu sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa menurut saya, bahkan terkesan wajar saja, selama dramanya belum masuk tahapan kayak sinetron di Indosiar *eh.
I mean, hidup dengan pasangan aja, yang bahkan seperti saya misalnya, udah dekat selama 8 tahun sebelum akhirnya menikah.
Pas menikah, butuh waktu yang sangat lama untuk benar-benar sejalan.
Apalagi dengan orang yang dulunya bukan siapa-siapa, tiba-tiba jadi saudara kita.
Tapi ya mau gimana lagi?
Seperti kata banyak orang, menikah itu bukan hanya dengan pasangan, tapi juga dengan keluarganya.
Saya sih nggak setuju dengan hal itu, tapi tetap juga kudu wajib terjun meleburkan diri, agar bisa hidup dengan damai bersama pasangan.
Sayangnya, kenyataan yang terjadi, itu tidak semudah angan.
Buktinya ada banyak banget orang yang bermasalah dengan iparnya.
Baik dari yang namanya salah paham, sampai dengan yang levelnya kayak sinetron di Indosiar alias jahat banget.
Dan saya sendiri, termasuk orang yang lumayan beruntung dalam hubungan dengan ipar.
Bukan hanya ipar dari pak suami, namun juga ipar dari suami kakak saya.
Bukan berarti juga ipar saya kayak malaikat, adalah juga riak-riak drama yang terjadi, hanya saja setelah membaca curhatan beberapa teman, saya jadi tersadarkan dan bersyukur, how lucky i am dijodohkan dengan orang yang keluarganya lebih demokratis.
Selain itu, saya juga selalu berusaha untuk meminimaliskan drama dengan ipar, jadi baik dari pihak saya sendiri, maupun pihak ipar, sungguh sama-sama punya kontribusi untuk menjadi damai dan bahkan jadi berkah.
Iya, sepengalaman saya bisa kok, mengubah ipar menjadi berkah, dan meminimalis drama yang menguras emosi negatif.
Asal kita juga mau berusaha, bukan hanya menuntut semata.
Tips Agar Hubungan Dengan Ipar Menjadi Berkah A La Rey
Di luar bagaimana lebih beruntungnya saya ketimbang teman-teman yang drama dengan iparnya, saya rasa Allah itu maha adil.
Tidaklah mungkin Dia memberikan semua drama kepada kita, hamba-Nya.
Ye kan, saya sudah punya orang tua yang complicated, punya pasangan yang kadang bikin sedih oleh sikapnya yang keterlaluan.
Masa iya, saya ditambahin dengan beban drama dari ipar atau mertua?
Setidaknya, mungkin karena tantangan saya udah berada di orang tua dan pasangan, tantangan dengan ipar diperkecil oleh Allah.
Dan selain faktor lucky saya tersebut, beberapa hal saya lakukan pula, sehingga hubungan saya dengan ipar, sama sekali nggak akrab, mungkin juga saya sering dirumpiin di belakang saya, tapi sesungguhnya saya tidak merasa ada sesuatu yang merugikan saya dari pihak ipar.
I mean, kalaupun dirumpiin, biarin aja toh, kagak mengurangi satu halpun di saya, hahaha.
(kayaknya juga faktor saya terlalu cuek dengan orang lain selain pasangan dan anak-anak yang jadi pemicu keberhasilan hubungan saya dengan para ipar).
Selain daripada itu, menurut saya, agar drama tentang ipar bukanlah menjadi tantangan, tapi berkah, yaitu dengan:
1. Memastikan pasangan lebih 'condong' ke kita
Apa ya namanya? semacam bucin tapi yang masuk akal.
Maksudnya, sejak awal mengenal pasangan, saya sudah memastikan kalau pasangan lebih memilih saya ketimbang saudaranya.
Terbaca egois memang, akan tetapi, selama kitanya pasangan yang baik, yang berada di jalan yang masuk akal, tidak menjajah terlebih menyakiti pasangan, serta tetap wajib menghormati dan menghargai saudara pasangan, why not?
Ini penting banget menurut saya, karena dari sejak sebelum menikah, saya melihat banyak banget pasangan yang gagal dalam pernikahan, hanya karena pasangannya lebih mudah atau nurut kepada saudaranya.
Alhasil, saat saudaranya ikut campur dalam masalah mereka, terlebih ikut campurnya malah membawa perpecahan dan perpisahan, maka ambyar-lah hubungan mereka.
Kalau pisah tanpa anak sih, meski perih, masih bisa ditolerir.
Tapi kalau pisah meninggalkan anak yang akhirnya jadi anak tak terurus?
Ya bablas dah.
Selain itu, pola orang tua memang amat sangat mempengaruhi saya.
Saya melihat banget bagaimana bapak memperlakukan mama.
Segalaknya minta ampun bapak saya, tapi beliau akan sangat marah sekali kalau ada satu orang keluarganya yang berani 'mencolek' mama.
Meskipun kadang bapak curhat juga masalah kekurangan mama ke saudaranya, tapi bapak mewanti-wanti semua saudaranya, untuk jangan berani menyentuh mama, meski hatinya.
Bahkan dulu saya sering banget menyaksikan bapak berantem dengan saudara-saudaranya, jika mama tersinggung dengan ucapan mereka.
So sweet banget bapak saya.
Sungguh saya belajar love hate relationship dari mereka.
Bagaimana bisa dua insan yang sejak menikah kerjaannya berantem eh salah, bapak marahin mama terus, mama juga selalu tampil menyebalkan, tapi mereka saling melindungi dan selalu bersama sampai sekarang?
So, saya jadi ingat rumpian saya dengan si blogger Kendari Diahalsa, di mana kami sering banget rumpi-rumpi, and she like my little sister btw... (sungguh profesi blogger ini sangat membawa kebaikan kepada saya, saya punya banyaaaakkkkk banget saudara kesayangan).
Dengan segala kerempongannya hahaha, awal-awal saya lumayan ternganga melihat kerempongan semuanya saat bersama, lama-lama jadi terbiasa dan menjadikannya sebagai sesuatu masa yang ngangenin |
Si Diah bilang, sewaktu saya rumpiin lelaki yang dulu suka sama saya, mendekat lagi karena membaca curhatan saya yang nggak bahagia dengan pak suami.
Katanya,
"Padahal dulu banyak yang naksir Kak Rey"
Iya sih, sama seperti wanita lainnya, saya juga punya banyak lelaki pengagum dulu hahaha, akan tetapi saya hanya melihat kriteria yang menurut saya, bisa menerima saya ya si paksu itu.
Di mana dulu dia itu sabar (meskipun kemudian hari saya tersadar, dia bukannya sabar, tapi diam karena nggak pandai berkomunikasi, hahaha).
Pun juga saya sudah mengenali keluarganya sejak dulu.
Karenanya girl!
Penting buat kalian untuk mengenali keluarga pasangan , sebelum menikah.
Tak perlu memaksakan diri untuk akrab dengan saudara pasangan, tapi fokuslah dengan reaksi pasangan kita, kepada siapa dia condongnya?
Dulu sewaktu masih pacaran, si pacar bahkan rela berkali-kali nggak ikutan acara keluarga, hanya karena saya nggak mau ikutan.
Mengapa saya nggak mau ikutan?
Ya saya minder, nggak nyaman, karena saya tidak terbiasa dengan kumpul-kumpul demikian.
Dan bertahun dan berkali terjadi, si pacar tetap memilih saya.
That's why saya berani memutuskan menikah dengannya.
Karena si pacar selalu memilih saya, meskipun belum sempurna, karena si pacar hanya memilih saya dalam keheningan, sama sekali nggak mau jelasin ke keluarganya tentang saya, tentang mengapa saya nggak mau sering kumpul sama mereka.
Alhasil, dulu sebelum menikah, bahkan bapaknya sempat nggak setuju dengan saya, terlebih saudara-saudaranya.
Tapi Alhamdulillah, setelah menikah, semuanya membaik, meski tidaklah semulus pipinya Jang Nara (lah? hahaha), akan tetapi setidaknya selama hampir 11 tahun menikah, para ipar bukanlah sebuah masalah atau tantangan buat saya.
2. Berusaha Untuk Membaur Dan Ramah Itu Wajib!
Saya sadar, setiap manusia memang punya karakternya sendiri.
Ada yang pendiam, ada yang cuek, ada yang masa bodoh.
Saya sendiri, sejujurnya adalah pribadi yang cuek dan sukanya menyendiri, dan jujur sampai detik ini selalu merasa tidak nyaman kumpul dengan keluarga pak suami.
Akan tetapiiii...
Saya tidak juga sedemikian sakleknya dengan anggapan, masa bodoh!
Setidak nyamannya saya, tetap saja saya berusaha membaur dengan keluarga suami.
Setiap kali ke rumah mertua dan kumpul dengan keluarga besar, ibu mertua selalu tak pernah lelah menasehati.
"Rey, ayo kumpul sama yang lainnya, jangan di kamar aja!"
Dan iya, meski kadang saya krik krik jika nggak nyambung, tapi saya tetap ikutan nimbrung dan ikutan ngobrol.
Bahkan saya selalu mendekati siapa saja yang bisa didekati dengan mudah, seperti adik ipar yang cuman beda 1 tahun dengan saya.
Atau kakak ipar yang sifatnya mirip saya.
Lucky me, seperti yang sudah saya bilang di atas, saya sudah mengenali mereka sejak sebelum saya menikah, dan tahu betapa demokratisnya mereka, betapa mereka dididik dengan luar biasa oleh ibunya agar menghindari konflik.
Jadi, se'aneh' apapun saya, selalu saja diterima oleh mereka.
Dan demikianlah, saya selalu berusaha ramah, memaksakan diri untuk ikutan ngobrol dengan siapapun, saya bisa ngobrol berjam-jam dengan bapaknya karena bapaknya memang seseorang yang menyukai perkembangan zaman, dan pola pikir luas bapaknya sungguh klop dengan pikiran saya.
Atau menyumbangkan telinga berjam-jam mendengarkan cerita ibunya, yang diulaaangggg berkali-kali.
Saking berkali-kalinya, setiap beliau ngomong saya bahkan bisa menirukan perkataannya dalam hati, hahaha.
Semua itu saya lakukan dengan paksaan di awal-awal, sampai akhirnya udah semacam remote aja.
Saya jarang berinteraksi sama keluarga suami jika tidak bertemu di rumah mertua.
Tapi setiap kali bertemu saya bisa membaur bagai akrab hahaha.
Itulah mengapa saya kadang sedih sekaligus heran, kalau membaca curhatan teman-teman yang menceritakan katanya iparnya jahat, suka menjatuhkan, suka menjelekan dia.
Lalu karenanya dia males dan cuek terhadap iparnya.
Saking malesnya, terang-terangan ditunjukan di depannya.
Saya ternganga dan mengira-ngira, betapa tidak nyamannya hidup seperti itu, betapa melelahkannya berperang dengan saudara orang yang udah menjadi separuh jiwa kita.
I mean, meski nggak nyaman, apalagi jarang ketemu, mbok ya kalau ketemu itu tunjukan sikap ramah dan sopan, tidak perlu lebay ramah mengharapkan bisa akrab, yang penting kita berusaha selalu menampilkan yang terbaik di depan saudaranya, sehingga kalaupun konflik tetap ada, minimal di belakang aja.
Lah, percuma dong Rey, kalau baik di depan, di belakang dirumpiin.
Ya enggak percuma dong ya.
Selama dirumpiin itu nggak merugikan kita langsung, biarin aja napah?
Hahaha.
Iya, mungkin bagi orang lain sulit untuk cuek saat diomongin, tapi bisa dicoba deh untuk fokus pada kedamaian, pada apa yang punya impact langsung ke kita, dan berhenti menghiraukan hal-hal yang sebenarnya tidak benar-benar punya peranan sama kita.
Misal, saudara ipar kita rumpiin kita sama tetangganya, tapi kita nggak kenal tetangganya, dan bahkan nggak pernah ketemu.
Ya udah cuek ajaaahh, hahahaha.
Kecuali memang tetangganya setelah dirumpiin lalu tetangga itu mempermalukan kita.
Ya kalau saya mah, gampil, tonjok aja mulut tuh tetangga, selesai perkara (eh jangan ditiru yak, boong kok hahaha).
I mean, kalau tetangganya mempermalukan kita, ya tinggal kita jelasin.
Udah, kelar hahaha.
3. Jika Harus Serumah Dengan Ipar, Komunikasikan Batas-Batasnya Dengan Suami Dan Pemilik Rumah Terlebih Dahulu
Harus serumah dengan ipar yang menyebalkan?
Waooo Alhamdulillah saya belum eh semoga enggak akan pernah terjadi.
Saya dua kali serumah dengan ipar, namun seperti yang saya katakan, i am lucky karena saudara suami benar-benar demokratif dan tidak frontal.
Jadi selama berbulan-bulan serumah dengan ipar di rumah mertua, Alhamdulillah tidak pernah ada konflik yang berarti.
Bisa dibilang memang saudara pak suami itu selalu saling menghargai satu sama lain, dan mereka sangat menghargai saya, karena mereka menghargai pak suami.
Meskipun demikian, bukan berarti saya tinggal di saya tanpa persiapan.
Terlebih waktu itu saya ditinggal sendiri di rumah tersebut, pak suami kerja di luar kota dan pulang seminggu sekali, bahkan kadang minggupun lembur.
Sebelumnya memang saya sudah mengkomunikasikan ke pak suami tentang batasan-batasannya, dan saya memaksa pak suami untuk menyampaikan hal tersebut kepada semua orang rumah tersebut, termasuk ipar.
Tapi tenang saja, saya bukanlah menantu dan ipar yang nggak tahu diri kok.
Lalu seenaknya mengatur-ngatur di rumah mertua.
Saya hanya ingin mertua dan ipar tahu jelas alasan saya melakukan beberapa hal, misal..
- I hate memasak. Jadi baik ibu mertua maupun ipar nggak terlalu mempermasalahkan kalau saya menantu yang malas banget, hahaha. Saya memilih menyumbang uang ke ibu dan membiarkan ibu tetap menjadi ratu di dapur dan rumahnya. Dan saya hanya meminta kamar yang kami tempati saja di mana saya menjadi ratunya.
- Tugas di rumah bukan tanggung jawab saya, karenanya saya memilih menyumbang duit buat bayar pembokat.
- Saya hanya mau mengerjakan apa tugas saya, misal mencuci baju sendiri, suami dan anak, saya nggak mau nyuci bajunya mereka, tapi ini sih bukan masalah besar, karena bahkan bapaknya pun nyuci bajunya sendiri.
- Dan lain sebagainya.
Hal itu juga sudah saya lihat jauh dari sebelum saya menikah dengan pak suami.
Di mana dulu tuh juga ada kakaknya pak su yang tinggal di rumah tersebut.
Saya melihat betul, bagaimana ketidak nyamanan (dalam versi saya), di mana istri kakaknya paksu harus memasak sendiri makanan untuk dia dan suami.
Di dapur yang sama, dan disimpan di meja makan yang sama.
Saya membayangkan betapa hal tersebut bakal jadi konflik yang luar biasa.
Tapi nyatanya?
Sungguh dalam hal ini saya sangat bersyukur punya bapak dan ibu mertua seperti mereka, di mana bisa mendidik anak-anak mereka untuk beradaptasi terhadap konflik internal di rumah.
Jadi meski menurut saya itu tidak nyaman, nyatanya mereka baik-baik saja, bahkan ibu mertua, dan saudara pak suami, semua sangat menghormati istri kakaknya suami tersebut.
Demikianlah, sesungguhnya Allah itu maha adil, memberikan apa yang kita butuhkan.
Allah tahu saya adalah manusia yang super idealis dan super sensitif, karenanya saya dijodohkan dengan keluarga demokratif kayak gitu.
Meskipun demikian, butuh juga usaha penuh dari saya, setidaknya bersikap ramah, memaksakan berbaur, itu penting.
Dan karena itu, kalau ditanya, ipar saya tantangan atau berkah?
Alhamdulillah berkah.
Yang selalu punya hati luas mencintai adik/kakaknya (dalam hal ini pak suami), dan demi cinta mereka kepada saudaranya, mereka mampu menerima saya yang masih terlihat aneh dalam usaha saya berbaur dengan mereka.
So, jadilah ramah, tidak ada ruginya kok kita ramah, selama pasangan kita baik dan melindungi kita, why not?
Semoga teman-teman lainnya yang masih punya drama dengan ipar yang penuh tantangan, diberikan kesabaran dan kemudahan untuk bisa menjalin hubungan yang sehat dengan ipar.
Tak perlu harus akrab sih menurut saya.
Asal saling menghormati saja terutama saat bertemu, semua itu sudah cukup.
Kalau temans?
Sidoarjo, 19 Juni 2020
Reyne Raea untuk #Marriage
Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
"meskipun kemudian hari saya tersadar, dia bukannya sabar, tapi diam karena nggak pandai berkomunikasi, hahaha" Kata-kata mutiara yang bagus ini mba rey 😂😁
BalasHapusMasalah dgn ipar dan mertua ini sepertinya emang gak bakal habis habis dikeluhkan para istri. Dapet mertua atau ipar yang keren itu kayak menemukan jarum di tumpukkan jerami.
Kalo dirasa sulit sekali menemukannya, maka istrilah yang mau gak mau harus berupaya jadi menantu dan ipar yang super keren saat menghadapi keluarga suami. Ibaratnya, kita harus menggunakan besi berani atau magnet (memaklumi dan memahami serta melihat dari sudut pandang mereka) biar ntuh jarum bisa ditarik oleh magnet yang memang sudah kita pegang jauh sebelum kita mengganggap mertua dan ipar itu baik dan manis dibanding ketika di awal-awal perkenalan dengan suami 😂😅😁
Sedihnya lagi, seuniverse selalu menekankan istri yang kudu manut, padahal belum tentu semua istri yang salah.
Hapussampai pakai ancaman halus, biar kalau suami macam-macam ada yang belain.
Etdaaaahh, mau istrinya kayak singapun, saat suami macam-macam ya haram dibela, selesaikan masalahnya satu-satu, jangan ditumpuk gitu, maksudnya pas suami macam-macam, keluarga suami mendukung buat pisah, dengan alasan istri nggak baik.
Astagaaaahhh... istri nggak baik sebijaknya dipisahkan konteknya dengan suami macam-macam.
Kalau istri nggak baik, nasihati, kalau nggak mau dengar, usahakan cara lain, kalau tetap, baru deh ceraikan.
Setelah cerai baru deh macam-macam.
Sebal sayah :D
Hubungan saya sama ipar biasa saja mba 😂 baik itu ke ipar dari adik saya, atau ipar dari si kesayangan. Mungkin karena jarang ketemu jadi nggak ada konflik dalam sekam 🙈 dan sekalinya ada kesempatan ketemu, hanya untuk makan bersama jadi nggak pernah spend time lebih dari 2-3 jam kalau diingat-ingat. Itupun bertemu hanya setahun sekali sepertinya 😅
BalasHapusTapi saya sering dengar dari beberapa teman yang punya masalah dengan ipar, dan terlihat complicated sekali memang ☹ dan dibeberapa case, permasalahan dengan ipar terjadi karena ortu yang nggak bisa bersikap adil ke anak dan mantunya (begitu kata teman saya) semacam pilih kasih alhasil membuat percikan rasa benci diantara mereka 😕
Well apapun itu, semoga siapapun yang sedang memiliki masalah dengan ipar bisa mengikuti beberapa tips dari mba Rey yang mungkin bisa bermanfaat di hidup mereka dan semoga masalah-masalahnya bisa segera hilang ❤ karena nggak enak banget pastinya punya masalah dengan orang yang terhitung kerabat dekat 🙃
That's why peran orang tua / mertua sangat penting agar membentuk sikap dan mentalitity untuk nggak saling menyakiti pihak satu sama lain 😁
HapusSo, salut dengan mertua mba Rey yang bisa mendidik anak-anaknya hingga ke menantu-menantunya untuk saling menghormati dan menyayangi satu sama lainnya 😄
Nah bener say, kadang memang perselisihan itu dipicu oleh karakter, yang masing-masing mengedepankan ego.
HapusYang ipar maunya dimengerti dan dihormati, yang mantu juga hahahaha.
Yang penting ramah dan mau berbaur ya mabk rey, walaupun masih kelihatan kikuk. Bakal saya praktekin deh😁 Soalnya saya juga mau nikah dan berasa kikuk banget kalau kumpul sama keluarganya calon suami. Ya emang saya nggak terlalu suka sama yang rame-rame. Tapi saya harap punya hubungan yang baik dengan mereka😊
BalasHapusBetul sekali, intinya semua juga kudu diperjuangkan, dan tetap kitanya kudu baik, jangan berharap dibaikin kalau kita nggak baik :D
HapusNoted bgt mbak Rey. Aku baca sambil ngangguk2 sepakat. Soalnya blm ngerasain punya ipar baru bayangin doang. Hhh
BalasHapusSemoga besok q dpt mertua baik kaya mbak rey. Xixix
Aamiin, insha Allah :)
HapusAku juga biasa sama kakak dan adik ipar saya, akur dan suka ngobrol kalo ketemu. Tidak ada masalah berarti sih, soalnya ketemu hanya lebaran, sibuk di tempat perantauan karena memang pada merantau.
BalasHapusUntuk yang ada masalah dengan ipar juga wajar sih menurutku, karena kalo semua damai nanti ngga ada bahan artikel buat mbak Rey.😄
hahahaha, iya juga ya, etapi kalau damai kan saya bisa berbagi kedamaian itu sebagai bahan tulisan hahahaha
HapusAlhamdulilah aku juga dianugerahi keluarga pak suami (baik ipar maupun mertua) yang demokratis (orangnya pada santuy-santuy semua, jadi ga ada yang berpemikiran kolot walaupun kami hidup berjauhan karena posisi anak pada merantau semua). Misalkan pernah ada perbedaan pendapat ya tetep saling menghormati pilihan masing-masing. Jadi selama ini sih adem-ayem saja karena memang komunikasi baik. Kalau wayahnya silaturahmi ya kumpul misalnya mudik hari besar atau libur panjang, saling membaur dan ngajeni atau menghargai, guyon-guyon, luwes gitulah walau kalau tahap meluweskan diri aku masih terus belajar hahahha.
BalasHapusIntinya alhamdulilah aku ketemu jodohnya yang punya keluarga santuy-santuy semua. Bahkan pas pertama kalinya Pak Suami ngenalin aku ke keluarganya beliau berkata bahwa : "Tenang saja Mbul, keluarga Mas orangnya demokratis kok, jadi cincay lah." Eh bener pas membaur ke keluarga inti pak su untuk yang pertama kalinya, ajaibnya aku langsung gampang adaptasi karena kakaknya luwes dan supel, begitupula camer, sampai sekarang malah sering banget ngajakin cerita ini itu dan ga pernah absen nanyain cucu hihihi....Mudah-mudahan sih bisa selalu seperti itu, amiiin.
Klo ngomentarin isi artikel kak rey, apa ya...beneran aku baca semua sih sampai bagian yang bikin ngakak juga, yaitu pas kak rey bisa betah berlama-lama menimpali obrolan bapak mertua karena setipe dengan beliau yang sama berpengetahuan luasnya kayak kak rey, juga cerita bukmer yang mengulang cerita yang sama sampai kak rey hapal di luar kepala, wekekek...#kocak dan kebayang ramai serta serunya...
Wah kak rey soulmatean dengan Mama Di juga #etdah gitu ya kalau sesama blogger asal Sulawesi udah kumpul-kumpul syantik...jadinya ngalir terus deh itu ide cerita haha, aku juga suka ama cerita2nya mba diah alsa wekekek...#keingetan uda lama ga sowan blognya >____<
hahaha saya sampein ke Diah, katanya dia kangen juga, lama nggak sowan, dia rempong dengan 3 krucilnya tuh :D
HapusBener banget ya, di karuniai keluarga suami yang demokraris itu beneran jadi sesuatu yang berarti banget buat kita, sementara masih banyak orang yang malah musuhan dengan keluarga suaminya
Puji Tuhan sampai hari ini hubunganku dengan para ipar baik-baik ajah. Karena memang jarang ketemu sih, kecuali dengan keluarga kakak suami yang memang tinggalnya nggak jauh dari rumah mertua.
BalasHapusTapi baca cerita Mbak Rey di atas yang harus 'nyebur' di keluarga besar paksu, itu yang kurasakan juga 😂 apalagi suamiku anak bontot, semua kakaknya udah punya anak gede-gede. Awalnya aku kikuk banget memang tiap ngumpul sama mereka, entah harus ngomongin apa. Mana aku tuh satu-satunya ipar yang IRT, lainnya kerja semua. Sempat ada rasa minder kalo mereka ngomongin kerjaan, tapi suami ngingetin nggak usah merasa rendah diri dengan keputusan sendiri. Kalo kita aja ngerasa gak enak sama diri sendiri, orang lain juga nggak nyaman dengan kita.
Yang dialami Mbak Rey juga pernah kualami saat aku mojok waktu ada acara di rumah mertua, kakak ipar langsung manggil "janee sini dong ngobrol sama kita". Memang sih terkadang 'jarak' atau 'tembok' itu kita sendirilah yang membangunnya. Padahal kalau dijalani semua akan baik-baik aja.
Dan setuju sekali dengan pernyataan ini: "Seperti kata banyak orang, menikah itu bukan hanya dengan pasangan, tapi juga dengan keluarganya.
Saya sih nggak setuju dengan hal itu, tapi tetap juga kudu wajib terjun meleburkan diri, agar bisa hidup dengan damai bersama pasangan." Balik lagi ke diri kita sendiri, kalau ingin diperlakukan baik, kita harus berbuat baik dulu dan menghormarti semua orang termasuk keluarga suami ya.
Semoga yang mau nikah bisa mendapatkan pencerahaan dari tulisan Mbak Rey ini. Thank youu Mba Rey! ❤
Nah benerrr, kadang kita sendiri yang merasa ada jarak dan tembok, padahal ya semua baik-baik saja :)
Hapushehehe kebayang banget tuh ya, agak kikuk kalau masuk ke dalam saudara yang lebih tua, kalau suami saya anak tengah, jadi masih ada adiknya yang hampir seumuran kayak saya, yang peling sering jadi teman ngobrol saya sih :D
Ipaarr!!...Kalau saya yaa biasa saja karena memang tidak tinggal dalam satu rumah....Jangan sampe dah...Tinggal sama mertua saja ogah gw dari dulu.🤣🤣 Tapi kalau soal bantu membatu sesama Ipar atau saudara lainnya saya selalu siap. Tetapi yaa tidak meski patuh atau menuruti keinginan semuanya.😊😊
BalasHapusPernah dulu ipar dari keluarga dirumahku pinjam uang 10 juta secara mendadak. Terus saya bilang kalau 5 juta ada itupun saya pantungan sama istri....Eeehh malah ngeyel. Gw dibilang kirolah pelitlah, Takut nggak digantilah. Akhirnya gw nggak ambil pusing bodoh amat...Tekap kuping sajalah...Dikasih malah banyak tingkah. Makanya saya sama Ipar yaa biasa2 saja..Gw nggak minta makan sama dia kok.😊😊🤣🤣
Tapi itu saya...Yaa mungkin setiap orang punya cara sendiri dalam menyikapi Ipar dan saudara lainya..
Dan kalau menurut Islam Ipar itu bisa diartikan Al-Hamwu seperti yang disebutkan dalam hadis adalah kerabat suami, selain ayah atau anaknya. Karena ayah dan anak suami (jika menikah dengan duda) adalah mahram bagi istri. Sementara saudara suami, keponakan suami, paman suami, dst. mereka bukan mahram bagi istri...😊😊
Dalam artian Al-Hamwu adalah kerabat suami, selain ayah dan anaknya. Karena ayah dan anaknya suami adalah mahram bagi istri. Boleh berduaan dengannya, dan tidak disebut sumber maut (kehancuran). Namun yang dimaksud dalam hadis adalah saudara suami, keponakan suami, paman suami, sepupu suami atau yang lainnya, yang bukan mahram baginya..
Dan kebiasaan orang menganggap biasa masalah ini. Ada orang yang berduaan dengan istri saudaranya. Inilah kebinasaan Al-Maut. Sehingga mereka lebih layak untuk dicegah agar tidak terjadi khalwah, dari pada orang lain. Begitu kata guru agama saya..😊😊
Meski terkadang keadaan bisa membuat orang maklum dengan hal sedemikian. Tetapi selagi bisa dicegah tentunya akan lebih baik lagi..😊🙏🙏
Makasih banyak atas tausiyah nya pak ustadz.🙏
HapusBermanfaat banget pak Ustadz.
HapusSaya masih jarang memperhatikan jilbab kalau di rumah mertua, ada ipar-ipar ya cuek aja, bahkan pake sekseh dulunya wakakakkaka.
Tapi memang, pernah adiknya suami tinggal sementara sama kami di Jombang, saya terima dengan syarat, kalau suami lembur, adiknya juga kudu lembur, saya nggak mau di rumah nggak ada suami cuman adiknya saja.
Risih aja :D
semoga nanti aku bisa menjadi ipar dan ketemu ipar yang baik, rasa sodara gitu
BalasHapusselama ini ngeliat dari keluarga orangtuaku antara saudara bapak dan ipar-iparnya, semuanya baik dan membaur, apalagi kalau udah kumpul, guyon terus isinya hehe
Aamiin, insha Allah :)
Hapusbaca tulisan mbak rey selalu bikin saya mencatat poin-poin yang penting untuk diingat kalau nanti saya bertemu dengan situasi itu di kemudian hari, hahaha....
BalasHapuskarena saya dan suami sama-sama anak pertama, kayaknya kami diberi keberuntungan karena jadi objek percobaan dari keluarga masing-masing. sesama baru punya menantu, sesama jadi mertua. sesama baru punya saudara ipar.
tapi saya sadar sih, ada beberapa hal yang berpotensi jadi konflik kalau saya nggak bisa menempatkan diri dengan baik. tapi itu dengan keluarga saya sendiri. kalau saudara ipar, malah nggak ada masalah karena ya itu, mereka masih muda-muda, dan tinggalnya jauh hahaha...
ibu saya dulu bilang, senang punya saudara ipar banyak (alias kakak-adik ayah saya), karena dia cuma tiga bersaudara dan anak paling tua. memang, kalau hubungan dengan ipar baik, jadinya adalah rezeki yang tak ternilai harganya :)
Waaahh enak tuh anak pertama, semua saling menyesuaikan, dan nggak ada saingan buat dijadikan perbandingan hehehe
HapusWah, ternyata ada Baju Persatuan Keluarga besar yah Mbak....? kerennn tuh....kompak banget. :)
BalasHapusItu pasti foto lama yah Mbak, soalnya saya lihat si dedek Dayyan rambutnya belum gondrong,hehehe....#maaf kalau salah tebak. :)
Masuk ke keluarga Inti dari pasangan kita mungkin akan terasa berbeda yah Mbak dibandingkan kita dekat dengan teman akrab kita sendiri, ada sisi " agak risih ".
namun apapun itu....semuanya pasti butuh penyesuaian dan butuh momen momen bahagia yang berulang, agar tingkat ke akraban menyatu di dalam hati.eaaa, #apaan nih koment saya,hahaha....
hahaha 2 tahun lalu Kang, kangen juga ya jalan-jalan kumpul keluarga gini :D
HapusSaya sudah "tidak punya" ipar. Bukan karena semua sudah mati, tapi semua adiknya istri, suaminya kakak, sudah jadi kakak saya.
BalasHapusAlhamdulillah, karena masa pacaran dilewati bukan cuma ngurusin berduaan, saya akrab dengan semuanya. Begitu menikah, justru kemana-mana kalau ada yang perlu nasehat, semua datangnya ke saya bukan ke "kakak" langsungnya.
Saya jadi kakak semua orang. Bahkan, sepupu-sepupu istri pun sudah jadi adik saya dan mereka pun sama, kemana-mana butuh saran dan nasehat, dateng ke rumah. Kayak adik.
Kata mereka, saya bahkan lebih kakak dari kakak kandung mereka seniri.
Jadi, maaf ga komentar ah.. saya nggak punya ipar. adanya adik dan kakak saja.
Ah percaya saya deh Pak, saya ingat Pak Anton pernah ngomong kalau bersaudara semua cewek, jadinya lebih luwes karena pengaruh masa kecil hingga dewasa penuh perhatian :D
HapusKalau di keluargaku, sejak aku dan adekku masih kecil ibu selalu bilang: "Nanti adek harus menghormati suami mbak seperti mas sendiri ya. Mbak juga gitu, harus mengayomi suami adek seperti halnya mengayomi adek sendiri. Ibu cuma punya anak dua, ibu pengen anak sama menantu ibu rukun-rukun semua." Oleh karena itu ketika aku sudah menikah, adekku pun menganggap suamiku adalah masnya sendiri.
BalasHapusSayangnya di keluarga suami tidak seperti itu. Adek iparku malah menganggap aku merebut kakaknya. Jadi dia semacam kurang suka ke aku. Sedih sih.. Tapi aku tetap maklum. Mungkin karena dia masih remaja, emosi masih labil. Apalagi memang aku dan suami gak serumah sama mertua karena merantau. Mungkin dia berpikir aku yang memaksa suami gak tinggal di rumah mertua, padahal memang aslinya suami kerja di luar kota. Masa iya tiap hari harus pulang pergi dari kampung halaman..
Walaupun begitu aku selalu membebaskan suami untuk tetap berbakti sama orang tuanya. Selalu membantu membiayai sekolah dan keperluan adeknya. Tapi ya gituuuu. Kalau ingat adek ipar masih sinis aja sama aku, aku jadi merasa sedih juga.. Sejahat itukah aku sampai disinisi..😭
Adeknya cewek ya? banyak kejadian gini, dulu saya ditaksir orang, salah satu yang bikin saya nggak sreg ya karena dia sayang banget ama adiknya dan aadiknya manja banget sama dia, si Rey memang aneh, hahaha
HapusKalau bahas soall ipar pasti tiada habis nya, karna saya pertama nikah , ngak ada ipar terserbut, karna dia kerja di luar negri, dan lambat laun dia pulang, saya merasa aneh dengan kehadiran dia karna selama bebebrapa tahun tanpa adanya ipar, dan berlama nya waktu terkadang, dia sering meminta perhatian adik nya, dan memita di antar kan kemana mana dia pergi, dan kalau di rumah, sering berpakaian yang kurang sopan , knapa ya , kak rey hati rasanya ngak enak banget saat itu, karna saya sering banget, .melihat hal seperti itu, itu membuat saya bukan siapa siapa, tetapi sejak saya menjelaskan kepada suami saya , jika saya tidak suka, dan saat itu suami saya menyuruh saya saja yang mengatarnkan ipar saya kmna mana, entah knpa saya berpikiran yang aneh* entalah , apa saya terlalu egois ya kak rey, dan saya dulu masih ada mertua, jarang makan di rumah mertua karna suami waktu itu belum kerja dan, rasanya jika lapar saya serasa ngak enak makan disana kadang mertuaku bilang, yang kerja hanya saya, rasa hati ini berontak akhir nya, saya nekat merantau, hemm .. jadi curhat ni kak rey😊
BalasHapus