Etdah, itu judulnya panjang banget yak, sama sekali nggak sesuai dengan kaidah SEO hahaha.
Tapi biarlah, soalnya lagi aneh aja nih sama kebanyakan orang-orang.
Kenapa sih selalu mudah banget share tanpa cari tahu berita aslinya?
Padahal, di zaman now, bahkan website berita saja, bikin artikel, judulnya klikbait banget, eh salah ding, judulnya sharebait banget, alias bikin orang-orang jadi kayak bensin, langsung nyamber dan share artikel tersebut, tanpa baca isinya.
Para ibu-ibu protes berat dengan kabar pembelajaran jarak jauh yang konon akan dipatenkan.
Dan saya?
Mesam mesem aja sih.
Lagi mengira-ngira, berapa nilai SPP si kakak diturunkan lagi, terlebih sudah beberapa waktu dan cerita pembelajaran jarak jauh dilakukan.
Ye kan, daripada bete mengingat anak-anak belajar di rumah seterusnya, mending mikirin berapa yang bisa saya saving, kalau anak belajar di rumah, hehehe.
(Jika) Pembelajaran Jarak Jauh Dipermanenkan, Yay or Nay?
Off course Nay sih kalau buat saya.
Seandainya ditanyain sih, dibikin polling gitu.
Karena di sana semua serba Islami, amat sangat membantu mamak gagap Islam kayak saya.
Bayangin aja, udah 4 bulan dia nggak sekolah, perlahan-lahan celutukannya berubah jadi,
"Njir"Anak tiktok banget gitu loh, huhuhu.
"Bro"
"Cheecckk"
Gara-gara si kakak nonton TV acaranya tiktok-an semua, ckckckck.
Berbeda kalau si kakak sekolah, ucapan saya juga jadi ikutan terjaga dengan sopan.
Misal,
"Astagfirullah"
"Masha Allah"
Dan semacamnya.
Dengar celetukan gitu, masha Allaaaahhh, sungguh bikin adem dan bahagia.
Bahkan, sesungguhnya saya ikutan belajar agama Islam, kalau si kakak sekolah.
Dan yang lebih menyenangkan adalah, adiknya juga ikutan dia.
Kebayang kan betapa beban saya amat sangat berkurang dengan kenyataan si kakak membawa pengaruh positif bagi saya maupun adiknya.
Selain itu, sekolah sesungguhnya adalah tempat buat si kakak bisa me time, ketemu teman-teman.
Karena di rumah dia nggak pernah keluar, alias dilarang mamaknya yang galak itu loh, hahahaha.
Kalau masalah me time saya?
Nggak melulu jadi me time sih sebenarnya.
Kalau si kakak sekolah di luar maupun di rumah, sama-sama aja saya rempong.
Kalau sekolah di luar, saya kudu siapin sarapan lebih pagi, bangunin tepat waktu, kejar-kejar waktu berangkat sekolah. Belum lagi kalau udah sore kudu siap sedia, makanan nggak boleh telat agar jadwal tidurnya nggak molor.
Pun juga i hateeee sooo much cuciin seragamnya.
Si kakak punya 6 pasang seragam, mostly berwarna putih, daaannn itu kudu dicuci tangan, karena saya cuci di mesin selalu nggak bisa bersih.
Demikianlah, betapa bahagianya saya selama berbulan-bulan dia nggak sekolah, means saya nggak harus cuci seragamnya yang kudu di rendam ini itu, bikin tangan saya jadi bersisik, hiks.
Jadi memang semua Nay karena si kakak akan kehilangan hal-hal positif saat sekolah di luar.
Bukan Pembelajaran Jarak Jauh Yang Dipermanenkan, Tapi Platform PJJ
Jadi, karena kepo bin penasaran banget mau berkomentar, akan tetapi seperti biasa, saya malu kalau asal komen belum tahu masalahnya dengan jelas.
Banyak judul klikbait dari website berita, yang rata-rata menuliskan judul bahwa, pembelajaran jarak jauh yang akan dipermanenkan oleh pak Nadiem, meski pandemi sudah berakhir.
Nggak mau percaya begitu saja, saya akhirnya mencari website milik kemdikbud, harusnya di website mereka, semua informasi lebih terpercaya, karena langsung dari sumbernya.
Dan ketemulah saya dengan penjelasan dari Kemendikbud, bahwa memang bukan pembelajaran jarak jauhnya yang dipermanenkan, akan tetapi ketersediaan berbagai platform Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), baik yang bersifat daring maupun luring, yang selama ini telah ada untuk mendukung siswa dan guru dalam proses belajar mengajar selama masa pandemi.
Itupun, nggak hanya asal dipermanenkan lalu dipaksakan untuk semua sekolah, penggunaan platform tersebut tidak diwajibkan, hanya akan dibuat tersedia saja.
Metode pembelajarannya pun, diberikan kepada siswa berdasarkan kategori zona pandemi.
Adapun platform yang dimaksud adalah seperti Rumah Belajar dan Guru Berbagi, di mana keduanya telah banyak membantu proses belajar mengajar guru dan murid selama masa pandemi ini.
Btw, ada yang tahu platform tersebut nggak?
Saya dong baru tahu.
Selama study from home, si kakak cuman pakai Google classroom dan zoom.
Sementara buat ngaji pakai Google Duo.
Adapun terima raport pakai aplikasi School Talk.
Sama sekali belum pernah dong buka aplikasi atau website lainnya.
Jadi entah platform tersebut akan digunakan buat sekolah si kakak, sepertinya sih enggak, karena biasanya sekolah swasta punya materi tersendiri buat siswanya meski tentunya tetap berdasarkan kurikulum kemdikbud.
Jadi, kesimpulan sementara adalah, saya nggak perlu rempong khawatir dengan semua keputusan kemdikbud.
Saya juga yakin, apapun yang diputuskan, tentu saja sudah didiskusikan dan dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
Nggak mungkin banget si Pak Nadiem, yang juga tahu persis, kalau Gojek aja belum ada di seluruh penjuru Indonesia, gitu kok mau meng online kan seluruh kegiatan belajar mengajar se Indonesia.
Aneh banget itu mah.
Jadi, saya rasa temans juga tidak perlu khawatir dengan keputusan pembelajaran jarak jauh.
Makanya, kalau mau share atau ngomentari sesuatu tuh, biasakan cari data atau sumber beritanya langsung.
Jangan cuman baca di website berita A, bahkan mungkin cuman baca judulnya doang, saking kebanyakan website berita tuh dibikin ber page-page yang nyebelin banget ngabisin kuota bukanya.
Terlebih di zaman sekarang, semua instansi selalu rajin mengupdate semua berita atau pengumuman.
Termasuk gosip kalau pak Nadiem udah bukan Menteri Pendidikan lagi.
Belum ada update dari websitenya tuh.
Saya rasa itu masihlah sebuah berita Hoax akibat dari si bapak Jokowi maramara kapan hari, ditambah website berita yang menggorengnya jadi gosip renyah kayak ayam goyeng mekdi hahaha.
Semoga, apapun nanti keputusan pemerintah, menjadi keputusan yang terbaik, untuk seluruh rakyat Indonesia, sampai ke pelosok-pelosok, maupun orang tak mampu.
Aamiin.
Sidoarjo, 8 Juli 2020
Sumber :
- https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/07/kemendikbud-permanenkan-ketersediaan-platform-teknologi-belajar-bukan-metode-pembelajaran-jarak-jauh diakses Juli 2020
Gambar : Canva edit by Rey
Polling bukan pooling.. wkwkwkwkwkww Polling = survey, pooling = pengelompokkan.
BalasHapusSakbenere mau cara apapun, selama si anak mendapat transfer pengetahuan mah saya ga pusing. Ke sekolah puyeng, nggak ke sekolah puyeng. Jadi yang manapun , kita adaptasi saja.
Cuma memang kalau pergi ke sekolah si anak bisa belajar hal lain, seperti berkomunikasi dengan sesama, sosialisasi, bermain, berdiskusi dengan orang lain dan bukan cuma orangtua.
Kalau disuruh milih sih, saya nggak suka pembelajaran jarak jauh.. wkwkwkwk... Si kribo bisa jadi kumang/klomang kalau pandemi terus ada. Keluar kamar cuma buat makan doang.. wkwkwkwk..
masalahnya siapa yang mau nyuruh.
Saya belum tahu bagaimana sistemnya nanti di lapangan selama masa pandemi dan sesudahnya. Maunya dibawa ke arah mana sistem pendidikannya, apakah memakai pola baru, atau pola sebelumnya. Teori yang disebut di atas sendiri masih membingungkan karena belum jelas juknisnya.. Jadi belum ada yang mengalami.
Wajar saja kalau masyarakat bingung dan langsung komentar karena selama ini yang disebut metode pembelajaran jarak jauh seperti apa, ya mereka juga bingung. Yang terbayang si anak harus belajar seperti sekarang pakai zoom dan kawan kawan.
Dalam hal ini tugas pemerintah untuk memastikan masyarakat mengerti. Terkadang menterinya juga kebanyakan omong, padahal dia seharusnya mengerti juga bahwa situasi sedang panik, dan ia harus bisa menjelaskan dengan jelas, sejelas-jelasnya, seperti apa.
Bukan cuma tebar jargon dan istilah.
Banyak menteri yang sepertinya gagap dalam menghadapi situasi seperti sekarang. Tidak heran pakde Jokowi marah kemaren, karena sepertinya mereka bukan membantu menenteramkan, tapi malah menambah kepusingan di masyarakat dengan cara mereka.
Maaf, bukan cuma ibu-ibu yang harus belajar mencari informasi, tapi saya rasa, para pejabat termasuk pak Menteri Nadiem juga harus belajar cara menyampaikan sesuatu kepada masyarakat supaya tidak ada simpang siur.
Dan, saya tidak akan merasa rugi kalau si pak Nadiem ternyata diberhentikan... Jika ia tidak mampu menjelaskan konsep yang dia mau kepada masyarakat dan malah menimbulkan kerusuhan, maka ia tidak pantas jadi menteri
Orang Lupa kan nggak inget Kong, Jadi harap maklum nggak usah protes kong.🤣🤣🤣 Haahaa..
HapusDan saya juga baru tahu kong Pooling dan Polling ternyata ada perbedaan..Maklum sekolah di pohon bambu.🤣🤣🤣🤣 Eeheeehee..
Setuju apa yang kong anton sebutkan diatas dan juga seperti yang mas Agus katakan dibawah.😊😊
Mau komen juga sudah dibabat habis sama Engkong Anton..Jadi saya mohon pamit saja..Misi aahh!..🙏🙏 🤣🤣🤣
hahahaha tengkiu Bapak :D
HapusUdah saya edit :D
Iya juga sih, sejujurnya memang si Mas menteri tersebut menurut saya kurang tegas.
Kayak keputusannya menyerahkan sekolah masuk atau enggak ke pemkot, kan yang ada jadinya ambigu, kurikulum juga kan jadi beda penerapannya kalau sekolah di rumah atau di sekolah :D
Sekarang memang banyak berita yang judulnya aneh atau memprovokasi, tujuannya agar bisa di klik oleh pembaca. Sebenarnya jika dibaca seutuhnya sih tidak masalah. Ada sebagian malah yang cuma baca judulnya saja lalu berasa tahu semuanya. Ini yang memprihatinkan.😂
BalasHapusSoal pembelajaran siswa sekolah, aku lebih setuju kalo belajar di kelas saja. Pertama anak jadi belajar berkomunikasi dan bermain bersama anak lain, kedua anak lebih nyangkol pelajarannya jika yang mengajar gurunya, ketiga koneksi internet disini memprihatinkan apalagi kalo malam hari, buat streaming sering loading saja. Bisa sih pindah ke kampung sebelah yang sinyalnya kencang, kebetulan ada saudara disana, tapi bagaimana kalo hujan?
Tapi memang belajar secara online itu sepertinya sudah jadi kebutuhan di saat sekarang apalagi di masa pandemi ini. Semoga pak menteri bisa ngasih solusi yang bagus bagaimana baiknya. Tiap solusi memang tidak bisa memuaskan semua pihak sih.
hahahaha, iyaaa, demi memancing pembaca :D
HapusNah bener sekolah anakku juga terpaksa online, kuota terkuras banyak hiks
Memang ya headline suatu artikel itu suka mengundang hoax jika nggak dibaca keseluruhan artikelnya. Masalahnya, banyak orang yang baca judulnya doang tanpa membaca keseluruhan isi yang membuat hoax mudah sekali bertebaran 😅
BalasHapusAku lebih setuju kalau sekolah itu belajar seperti normalnya yaitu ketemu secara fisik. Pembelajaran lewat online itu kurang efektif menurutku, apalagi kalau lagi ujian tapi online 😅
Tapi jika kedepannya memang harus online, aku yakin juga itu adalah keputusan terbaik dari pemerintah yang pastinya diambil berdasarkan kepedulian mereka terhadap masyarakat.
Kalau aplikasi yang kakak sebutin di atas sih, aku belum pernah denger. Selama ini cuma tahunya Ruang Guru aja 🙈
Nah kan, repot kalau online, meski live, tetep nggak sebagus mereka ketemu gurunya langsung :D
Hapuslebih banyak orang sukanya diberi tahu dari ada mencari tahu.... opo meneh kalau sudah di goreng in :D hehehe
BalasHapushahahah betul :D
HapusIya ya mbak, orang kadang suka nyebar berita sembarangan padahal baca juga belum kelar. Dan nggak tahu itu betul apa enggak, asal kelihatan bakal heboh di share aja....
BalasHapusCkckck....
Padahal dosa juga nyebar berita nggak bener.
Tapi saya terkejut ketika sampai pada kalimat pak nadiem bukan menteri pendidikan lagi. Semoga itu emang hoaks.
Nah iyaaa..
HapusKayaknya sih masih tetep menteri, belum ada konfirmasi :D
betul, ya karena gak semua daerah apalagi di desa2 gak bisa pakai pjj ini. di tempat aku punay komunitas anak di desa, anak2 malah kerjaannay main terus di sawah, mancing, ke kebun ambil buah
BalasHapusNah iya Mba, dilema memang
Hapusjudul berita yang aneh memang sengaja dibuat buat menggiring opini publik ke hal yang nggak-nggak, ujung-ujungnya berita belum dicerna malah jadi hoax
BalasHapussi kakak sama kayak adik aku, lama ga sekolah, ngomongnya "njir", dalam hati geram ahahaha, lingkungan temen-temennya yang masih anak kecil aja ngomongnya begini, duhhhh
aku mendukung apapun keputusan pemerintah untuk pendidikan di indonesia, bener kata mba rey, pastinya sudah dipikirin positif negatifnya jika ada kebijakan soal program/tata cara belajar yang baru.
Nah iya Mba, padahal kadang isinya nggak seekstrim judulnya :)
HapusDi satu sisi, si pembaca sadar atau tidak lebih suka dengan informasi yang hiperbola atau bahkan hoax. Asalkan tidak sesuai, langsung sebar kemana-mana tanpa cari tau info yang disebarkannya benar atau tidak.
BalasHapusDi satu sisi, si penulis tahu bahwa pasar pembaca seperti saat ini. Jadi dengan membuat headline yang terkesan berlebihan apalagi hoax, si penulis berharap artikelnya bisa banyak dikunjungi dan meningkatkan statistik websitenya. Padahal dia tahu itu ga baik.
"Bad news is good news" masih sangat eksis di tanah air. Miris tapi begitulah kenyataannya.
hihihihi iya Mbaaa, yang bad news lebih menjual huhuhuh
HapusSaya itu juga heran kenapa lah pemakai smartphone makin banyak tapi yg punya juga jadi nggak smart alias tidak pintar membaca informasi,, lebih suka hal yg berbau keributan hehehe
BalasHapushahahhaa lebih heboh kayaknya menarik perhatian hahaa
HapusSaya merasa terpanggil karena kadang masih ngomong 'Njiirrr' hahaha *sungkem* :))
BalasHapusKalau saya memposisikan diri sebagai pelajar, saya akan merasa paling enak sekolah langsung di tempat, nggak pakai jarak jauh karena bisa ketemu teman, belajar juga lebih fokus nggak terganggu keinginan menonton TV, Youtube dan lain sebagainya dan tentu bisa diskusi face to face dengan guru kalau ada yang ingin ditanyakan :D
Ngomong-ngomong berarti kakak sudah 5 bulanan belajar dari rumah ya, mba ~ kebayang bagaimana bosannya si kakak pasti karena nggak ketemu teman-temannya. Bisa-bisa nanti pas ketemu lagi langsung berasa awkward karena sudah lama nggak tatap muka :"3 semoga Corona cepat hilang, biar kakak bisa kembali sekolah, dan membawa ilmu-ilmu baik ke rumah ~ dan semoga kita as pembaca nggak gampang ke-triger sama judul-judul news sharebait dan clickbait yang mba contohkan di atas :D
SEMANGAT! :P
hahahaha, langsung membayangkan Eno bilang 'Njirrrr' :D
HapusIyaaa, kasian sebenarnya di rumah, tapi deg-degan juga kalau melepasnya ke sekolah di masa sekarang :D
Aku dah kenal lama mbk sama si daring beginian, karena sy praktisi hser dah biasa belajar mandiri. Tapi emang sih pendemik gini bukan cuman anak sekolahan yang bersedih, kamipun hser ikutan terkena imbas. Lha biasa kita kerjaan suka ngeluyur, trus anak2 aktifitas keluar ketemuan juga sama temen2 dari sekolahan mana2. Mungkin utk PJJ ga masalah, yang lain...hikkss... Rencana traveling kita setahun ini udh pake janji temu sama temen2 lain dari mana2 jd ikutan ambyar....
BalasHapusBtw ngmngin clickbait, emang keknya lg musim ya? Hehe....
hihihi betul Mba, kasian banget yang terpaksa cancel tiket dll, apalagi kalau memang tiketnya hangus gitu :D
Hapus