Tapi, menikah hanya membawa sebuah harapan, terlebih harapannya hanya di hati saja, alias pasangannya nggak tahu apa harapannya?
Itu mah sama aja memasuki gerbang penderitaan.
Disclaimer lagi!!!
90% cerita di label #FridayMarriage pada blog ini, berisi tentang kehidupan rumah tangga saya, (ye kan, masa ceritain (baca: sotoy ama) rumah tangga orang, qiqiqiqi)saya tuliskan dengan gaya penulisan saya, dan saya tidak bertanggung jawab sepenuhnya atas dampak bagi pembacanya yang mungkin risih atau semacamnya.
Btw, saya lagi iseng liat google trending, enggak tahu klik apa, tiba-tiba malah menemukan konten youtube yang berisi tayangan sebuah acara reality show di RCTI bertahun-tahun yang lalu.
Reality show, yang dulunya sering dihujat penonton, katanya acara nyebar aib rumah tangga.
Tapi sejujurnya, saya suka banget nonton acara itu, sampai saya rela begadang deh demi nonton acara tersebut, karena dulunya acara itu memang ditayangkan di tengah malam buta, biar anak-anak nggak nonton.
Apalagi kalau bukan acara 'Masihkah Kau Mencintaiku', dan saya suka banget ama tagline acara tersebut, bahwa:
Apalagi kalau bukan acara 'Masihkah Kau Mencintaiku', dan saya suka banget ama tagline acara tersebut, bahwa:
Udah lupa sih kalimat yang sebenarnya, tapi maksudnya kurang lebih seperti itu."Aku tidak mencintaimu karena, tapi Aku mencintaimu meskipun... "
Dan setelah nemuin konten tersebut, saya lupa waktu dong, nontonin banyak vidionya dari beberapa episode yang ada.
Dan dari beberapa vidio yang saya tonton itu, saya jadi pengen membahas 1 vidio yang judulnya "Tak Pernah Dilayani Istri, Suami Minta Cerai"
Kalau dilihat dari judulnya, saya amat sangat yakin, 90% orang Indonesia, bahkan 70%nya adalah para istri juga, hahahaha. Bakal berkomentar,
"Ya wajar lah dicerai, istri macam apa tuh yang nggak pernah melayani suami!!!"
Tapi karena saya merasa diri saya juga manusia, yang penuh salah dan khilaf meski seringnya ada latar belakangnya, saya jadi tertarik pengen tahu.
"Apa sih alasannya, sehingga ada istri yang nggak mau melayani suaminya?"
Dan ternyata setelah saya tonton, memang dalam kacamata orang banyak, istrinya rada-rada keterlaluan sih, dia nggak mau ngerjain satupun kerjaan rumah, bahkan menyiapkan keperluan suami pun ogah, lalu suaminya menyindirnya dengan ungkapan, bahwa bahkan letak sapu di rumahpun dia nggak tahu, karena semua dikerjakan pembokat.
Hahaha."Lah kan udah dikerjain pembokat, ngapain juga saya harus ngatur letak sapu?"
Enggak ding, itu mah karangan saya aja, pas liat tayangan itu saya jawabnya gitu, hahahaha.
Yang menarik adalah, saat psikolog menanyakan mengapa sang istri demikian?
Ternyata sodaraaaahh, ya memang sejak dulu istrinya itu adalah anak perempuan yang manja, sejak kecil dia nggak pernah nyentuh kerjaan rumah.
Dimanja dan diperlakukan bak ratu oleh orang tuanya.
Ketika akan menikah, sang calon suami sebenarnya tahu banget akan sifat dan kebiasaan istrinya itu, tapi dia nekat aja memaksa sang istri menikah, meski saat itu si istri sebenarnya belum pengen nikah.
Alhasil, jangankan memberitahu apa harapannya menikah dengan si istri, yang ada dia kayak nipu si istri, dengan berniat dalam hati, bakal memaksa istrinya berubah jadi istri yang baik MENURUTNYA setelah menikah.
Uwowwwww...!
Ketika Menikah Dengan Lelaki Yang Penuh Harapan Di Dalam Hatinya
Mengapa saya tertarik membahas tayangan tersebut?
Ofkors karena saya juga mengalami hal tersebut.
Iya, semua tulisan saya di blog ini, lebih dititik beratkan di masalah saya sendiri, jadi saya sharing-nya lebih real, bukan untuk menilai rumah tangga orang, juga bukan untuk men-judge rumah tangga orang.
Bercerita tentang apa yang saya rasakan dan alami itu jauh lebih mudah, dan lebih aman. Karena saya sendiri yang rasakan dan alami, bukan cuman liat dari luar rumah tangga orang lain.
Oh bukaaannn!
Bukan saya juga sama, seorang istri manja yang nggak mau layanin suami.
Persamaannya, memang saya terlihat jarang melayani suami.
Khususnya di dapur.
Saking kesalnya, apa yang saya siapkan jarang disentuh.
Suami terbilang mandiri banget kalau mengenai perdapuran, dia biasa mah kalau mau makan masak dan bikin sendiri.
Bahkan seringnya, kalau makanan yang saya masak tidak seramai masakan ibunya.
(maklumlah, mamak Rey masaknya mah cuman nasi, 1 macam lauk dan 1 macam sayur, sementara dia terbiasa bahkan sarapanpun bisa makan nasi dengan 2 sampai 3 lauk, plus sayur).
Tua di dapur saya mah jadinya, kalau tiap hari masak beragam lauk gitu, hahahaha.
Terlepas dari itu, papinya anak-anak itu terbiasa makanan yang panas dan segar.
Saking dari SMP udah biasa obrak abrik dapur ibunya.
Jadi dia lebih suka makan makanan yang baru matang.
Jadinya dia lebih cenderung mandiri di dapur, termasuk cuci piring, biar kata abis itu tanduk saya keluar, saking piring ada yang pecah atau minimal retak, sendok garpu selalu berkurang, entah kebuang di sampah.
Pokoknya begitu deh.
Lah jadi panjang bahas tentang jarang layanin suami di dapur.
Balik lagi ke masalahnya.
Kesamaannya adalah, saya menikah dengan suami penuh dengan harapan yang sudah saya ungkapkan (beeeerrrrrulaaaangggggg kali) jauh sebelum menikah, sementara pak suami nekat menikah dengan saya, dengan membawa seribu satu harapan tak terucap di benaknya untuk saya.
Hasilnya?
Baru beberapa hari kami menikah, saya udah menangis dan berontak dengan sikapnya.
Iya, saya ingat banget, waktu itu kalau nggak salah 3 atau 4 hari ya, kami udah di Surabaya dan tinggal di rumah mertua, dan saya ngomongin masalah duit kalau nggak salah waktu itu, saya lupa jelasnya mengapa dia nggak setuju, lalu berkata dengan membentak saya.
"Aku nikah sama kamu itu, dengan harapan kamu bisa berubah jadi istri sholeha setelah nikah!"
Uwowwwww...
Dia sungguh luwaarrr biasaaahh.
Selama 8 tahun pacaran, tidak pernah sekalipun dia berani membentak saya.
Coba aja kalau berani, babay babay selamanya deh!
Bukan hanya itu, konotasi 'sholeha' itu yang mencengangkan buat saya, seolah dia menikah dengan wanita nggak baik-baik, dan dia pungut dari lembah nista dan ingin dia ubah jadi wanita baik-baik.
Bukan hanya itu, konotasi 'sholeha' itu yang mencengangkan buat saya, seolah dia menikah dengan wanita nggak baik-baik, dan dia pungut dari lembah nista dan ingin dia ubah jadi wanita baik-baik.
(Iya, i know pikiran saya terlalu lebay, tapi begitulah kebanyakan wanita, lebaaayy tapi memang bener, hahaha).
Maksud saya, konotasi 'sholeha' harapan dia itu seperti apa?
Mengapa nggak diomongin sejak sebelum menikah?
Mengapa 8 tahun pacaran dengan saya, dan saya tampil gila-gilaan demi mengetes kesabarannya, seharusnya dalam 8 tahun itu dia udah tahu, wanita seperti apa yang bakal dia ajak menikah ini?
Dan dia berharap, di dalam hati pula, saya bisa berubah sesuai maunya, di mana maunya itu amatttt sangat bertolak belakang dengan prinsip saya!.
Hasilnya?
Kami melewati awal pernikahan yang kacau, sampai saya ngotot minta pindah dari rumahnya, saking sungkan berantem di rumah ortunya.
Nyatanya, setelah nggak di rumah ortunya pun kami tetap berantem.
Bagi saya, prinsip itu udah sulit diubah, karena toh juga prinsip yang saya pegang itu, udah saya katakan berulaaaangggg kali ke dia saat pacaran.
Sering banget saya bilang, bahwa saya sempat nolak pacaran (baru pacaran loh, udah nolak) dengan beberapa lelaki yang udah punya kerjaan atau karir bagus, hanya karena saya takut tidak bisa beradaptasi dan melebur dengan mereka.
Karena jujur, saya terbentuk jadi pribadi yang seperti ini, yang disiplin, yang nggak suka melenceng dari jalan yang lurus, yang selalu ingin semuanya lebih terencana.
Sementara dia?
Dia memaksa mau merokok, padahal rokok itu udah dibahas ratusan kali, udah berkali-kali kami putus 15 menit (iyaaa, putusnya bentar, soalnya dia bakalan berdiri ketok-ketok pagar kos saya, sampai saya keluar dan mau terima cokelat atau jajan darinya, means saya nggak marah lagi) hanya karena masalah rokok.
Iyaaaa, dia pernah kok bertahun ngebucin ke saya, wakakakakak.
Kalau enggak?
Ih yang benar aja saya mau nikah dengan lelaki yang belum punya kerjaan tetap, ngerokok, nggak pernah mau komunikasi langsung ama ortu saya, dan mohon maaf nih, dalam dunia pendidikan dan kemampuan masih mendingan saya, hahaha.
Dan yang benar saja saya mau melewatkan tawaran mama kuliah S2, jadi PNS lewat pintu mudah, dan segala masa depan yang (minimal) bisa punya kemandirian dalam finansial, demi seorang lelaki seperti dia.
Bahkan semua teman-teman saya di Buton, bertanya kepada saya, apa yang saya lihat dari dia?
Padahal yang suka dan bucin ke saya (tapi orangnya keras sih), juga jauh lebih ganteng *eh.
Ya itu dia, karena dia tuh ngebucin banget sama saya dulunya.
Dia dulu gondrong, karena saya nggak suka cowok gondrong, dia potong dong.
Dia perokok, saya nggak suka dia berusaha sekuat tenaga nggak merokok, berhasil dong.
Meski sekarang dia sengaja menerjunkan dirinya ke rokok lagi biar saya sakit hati hahaha.
Dia rela nggak kumpul acara keluarga berulang kali, hanya karena saya minder dan kagok ikutan kumpul keluarganya.
Pokoknya, saya tuh kayak ratu dulunya.
Saking jadi ratu dalam percintaan, banyak teman-teman yang suka minta tips biar punya pacar yang bucin ke saya.
Tulisan saya di kompasiana, multiply pun dulunya tentang tips relationship, yang bahkan karena tulisan tersebut, saya banyak di add beberapa penulis kompasiana senior di facebook..
Ternyata oh ternyata...
Saya ditipu, hahahaha.
Nipunya juga nggak nanggung-nanggung.
Saya ingat banget, pertama kali nikah dia bentak saya.
Saya pergi dong.
Oh saya si Rey, si wanita anti ribet-ribet club, zheyenk!
Bagi saya, hidup terlalu luas hanya untuk dihabiskan buat saling bertahan di ego masing-masing.
Terlebih, hal yang saya pertahankan bukanlah sesuatu yang salah.
Saya menginginkan dia nggak merokok, merawat penampilan, rajin baca buku biar pengetahuannya berkembang, biar nyambung kalau ngomong sama saya, (dia pintar tapi bidangnya cuman apa kata orang, bukan dari sumber yang akurat, dan gitu dia ngeyel).
Semua itu kan demi kebaikan dia, saya juga nggak mau anak saya merokok hasil contoh dari papinya, saya nggak tahu besok anak-anak bakal merokok atau enggak, harapan saya enggak.
Tapi seandainya mereka ketularan, lebih baik dari luar, bukan dari keluarga.
Dan semua itu saya ungkapkan jauh sebelum menikah.
Karena dia nggak mau ngalah, dengan alasan saya tahu dia merokok dan kacau kayak gitu sejak sebelum menikah, sementara saya bertahan, memang saya tahu, tapi selama 8 tahun udah lebih dari cukup saya menunjukan, mengatakan, dan bertanya apakah dia bisa menerima saya yang terkesan nggak santai ini?
Sebelum nikah, dengan yakin dan berulang kali dia bilang sanggup, sementara baru aja nikah dia mulai amnesia dengan ucapannya.
Ya udah, saya tinggal pergi.
Babayyyy....
Saking demi pengen kami segera berpisah, saya berselingkuhlah di awal pernikahan kami dulu, hahaha.
(Jangan risih dulu, baca dulu ini cerita selingkuhan si Rey di awal pernikahannya).
Nyatanya?
Dia kayak orang gila dong nyari saya, dikira kalau udah nikah saya bakal tunduk mengorbankan prinsip saya? BIG NO!
Daripada sutris (saya kenal batas mental saya menghadapi tekanan), mending babay.
Terserah keluarga mau nganga baru nikah kok cerai.
Mending nganga saat itu kan, ketimbang miris melihat saya nangis tak berujung seperti sekarang?
Nyatanya, dia kembali jadi lelaki yang manis seperti sebelum nikah, sampai saya hamil dan punya anak, dia masih jadi lelaki yang super manis.
Meski kehidupan kami, ngos-ngosan dalam ekonomi.
Meski kami masih juga sering berantem, tapi selalu seperti waktu pacaran, cepat selesainya.
Karena dia nggak pernah kabur, selalu mau duduk menyelesaikan masalah.
Namun ternyata, harapan di dalam hatinya tak pernah hilang.
Dan begitulah, dia menipu saya dengan punya anak dua.
Setelah punya anak 2, baru deh dia makin tidak terkontrol.
Saya sering banget loh menawarkan untuk pisah.
Iya, saya maunya pisah baik-baik, karena ini tuh bukan lagi 11 tahun lalu, saat kami belum punya anak.
Kalau dulu mah, mau pisahnya baik dan nggak baik, I DON'T CARE!.
Tapi sekarang, pisah yang saya maksud adalah, agar dia berhenti jadi suami saya, namun memang masih tetap wajib jadi ayah buat anak-anak kami.
Tapi sekarang, pisah yang saya maksud adalah, agar dia berhenti jadi suami saya, namun memang masih tetap wajib jadi ayah buat anak-anak kami.
Nyatanya?
Dia nggak mau, malah diam dan pergi, menyuruh saya untuk gugat cerai kalau saya nggak tahan.
Ya elaaahh...
Gugat cerai itu gampilllll....
Yang paling penting itu adalah INI GIMANA NASIB ANAK-ANAK OIII!
Cerai means, kudu dipikirkan, anak-anak ikut siapa?
Minimal diatur pengasuhan anak, karena cerai means saya kudu bertanggung jawab terhadap diri saya sendiri, means saya kudu cari duit buat ngekos atau ngontrak rumah, buat makan, buat bertahan hidup, dan juga buat anak-anak.
Sementara dia, nggak mau tahu atau minimal mau duduk secara dewasa membicarakan masalah kami.
Anak Membuat Saya Tidak Punya Pilihan Atas Prinsip Awal
Pada dasarnya, yang namanya kebenaran dan hal positif, akan selalu menang, meski kadang kudu menunggu waktu yang tepat.
Demikian juga dengan prinsip keras seorang manusia.
Saya belajar berdamai dengan keadaan.
Menerima untuk cuek aja apa yang dia lakukan di luar sana.
Dia nggak pernah kasih tahu kerja di mana, gajinya berapa, nggak kasih kabar.
Believe me, tidak semua istri sanggup ada di posisi saya, karena sejujurnya wanita se-universe akan berpikir kalau dia punya istri lain atau wanita lain di luar sana.
Saya juga sebenarnya berpikir seperti itu, terlebih saya udah pernah punya pengalaman, pertama kali sikapnya berubah drastis, dan hatinya susah payah saya kembalikan adalah, ketika dia jatuh cinta tanpa dia akui ke mantan pacarnya dulu.
Lalu, berikan saya alasan kuat untuk bisa berpikiran positif dengan kelakuannya, yang bahkan gajinya udah nggak pernah dikasih ke saya?
Tapi saya terlalu lelah.
Terlalu penat.
Saya memilih cuek.
Meski jujur kadang tiba-tiba saya berteriak tanpa sadar dalam doa, huhuhu.
Tapi saya tidak berani mengorbankan anak-anak, hiks.
Meskipun demikian, Allah Maha Penyayang.
Sejak pertama kalinya dia berubah, sampai detik ini dia selalu kesulitan kembali ke posisinya yang nyaman saat dia begitu manis kepada anak istrinya.
Dia pernah kerja dengan nyaman, selalu diberkahi dengan kerjaan lancar, badannya jadi gendut saking pikirannya nggak berat.
Sementara sekarang?
Bolak balik dapat kerja, 1 atau 2 bulan, pindah lagi saking proyeknya bermasalah.
Orang tuanya menghiburnya dengan ucapan karena pandemi.
Saya cuman tersenyum dalam hati, karena sejujurnya sejak 2 tahun lalu loh dia kayak gitu.
kalau benar karena pandemi, mengapa sejak sebelum pandemi dia seperti itu?
2 tahun lalu, saat pertama kalinya dia mulai berubah menghadapi saya, dia mulai kabur setiap kali kami bermasalah.
Alhasil?
Sejak 2 atau 3 tahun lalu ya? dia nggak pernah bisa dapat kerjaan yang minimal stabil dalam beberapa waktu.
Paling lama 3-4 bulan berhenti lagi proyeknya, dia terpaksa nganggur lagi, cari sana sini lagi.
Dapat lagi, gitu lagi.
Iyaa...
Merokok sejatinya bahkan tergolong mubah dan haram bagi sebagian orang.
Apa yang saya harapkan dan sudah ditekankan (sayangnya tanpa perjanjian tertulis) ke dia itu adalah semua demi kebaikan dirinya juga.
Dia sering kesal kalau saya kerja, saya jadi primadona ketimbang dia.
Apalagi saya kan kerjanya di bidang yang sama dengan dia.
Demi dianya terangkat, saya rela mundur jadi IRT.
Saya support dia dari belakang, ngasih tahu cara saya jadi primadona sewaktu kerja (yang menurut dia, saya begitu karena saya perempuan).
Yeee.. patriarki banget sih.
Dia lupa, bahkan atasan saya perempuan pun sayang sama saya.
Ye kan, saya mah ngerjain apa aja selalu totalitas banget.
Contohnya ngeblog ini.
Oriflamean.
Semuanya bener-bener saya jalain dengan tekun, bukan asal-asalan.
Dan saya bukanlah orang yang suka lama-lama dalam suatu masalah, kalau ada kerjaan yang bikin saya nggak bisa kerjain karena bertentangan dengan hati nurani, even saya butuh uang, saya nggak bakal pertahanin, karena pasti ujungnya buruk.
Namanya pernah buruk di sebuah perusahaan, hanya karena sejak awal punya masalah, dan dia terlalu plin plan untuk membuat keputusan.
Intinya, sesungguhnya apa yang selalu saya tekankan sejak sebelum nikah hingga detik ini, adalah demi kebaikan dia, demi karirnya sebagai seorang pekerja, demi pribadinya sebagai seorang ayah yang membanggakan.
Memang sih terkesan mendikte, TAPI KAMI KAN ORANG TUA SEKARANG!
Nggak bisa lagi mau seenaknya bilang, aku akan berubah jadi baik, kalau memang udah waktunya.
OIII...
PERTAMA: KAMU DILIHAT DAN DICONTOH ANAKMU WOIII, DAN KALAU KAMU BRENGSEK, KAGAK MASALAH SIH YA.
TAPI KALAU ANAK IKUTAN BRENGSEK, BENERINNYA SULIT WOIII...
KEDUA: Memang yakin 2 hari lagi masih hidup?
Kalau situ niatnya berubah di hari ketiga, ternyata hari kedua udah ujung usia, gimana?
Etdaahh..
See..
Bahkan demi anak, prinsip yang saya pertahankan akhirnya saya edit dikit-dikit, meskipun semesta memberikan tanda kepadanya, bahwa harapannya yang sungguh aneh as a parent itu hanya akan membuat dia makin terpuruk sebagai seorang lelaki.
Ebentar, saya cek dong, tulisan ini udah 2000 kata wakakakaka.
Udah ah, saya mau kasih tips a la Rey aja biar lebih sedikit berfaedah, nggak 'ngegibahin' diri sendiri mulu, wakakakaka.
Tips Penting Agar Tahu Harapan Pasangan Sebelum Menikah
Maksud saya menceritakan semua hal di atas adalah, biar pembaca (khususnya mungkin yang belum menikah) punya bayangan apa yang harus mereka persiapkan sebelum menikah.
Jangan hanya membaca bagaimana nasib saya sekarang, yang sering nangis, lalu berkata,
"Ah untungnya pacarku baik sekali"
Oh, okey!
Kalau ngomongin pacar baik mah, saya juga berani diadu.
I told you, dulu saya adalah seorang wanita yang amat beruntung seantero dunia.
Semua orang iri sama saya, karena punya pacar super bucin wakakakaka.
Apapun yang saya inginkan, dia selalu penuhi.
Bahkan sebelum nikah, bapaknya sedikit nggak setuju dengan saya, dia berani melawan bapaknya demi saya, hiks.
Sekarang kebalik, justru bapaknya yang tidak pernah lelah menyatukan kami, huhuhu.
Iyaaaa..
Pacar saya baik selama 8 tahun you knowwww...
DELAPAN TAHUN!
Saya yakin bagi yang sering membaca tulisan saya, akan bisa mengenali karakter saya yang nggak mau rugi wakakaka.
Iya, saya selalu mengutamakan logika, saya nggak mau hanya rugi.
Saya pamrih.
That's why, kalau saya berani melupakan impian saya tentang kesuksesan dalam bentuk uang, memilih menikah dengan lelaki yang sejak dulu saya tahu kekurangannya kelebihannya.
Saya tahu dia nggak punya kerjaan tetap, dan mohon maaf nih, bukannya meremehkan, tapi saking saya kenal dengannya banget, saya jujur pesimis dia bisa lebih hebat dalam berkarir dengan benar.
Saya tahu dan sadar betul loh masalah itu.
Tapi saya bucin juga mau nikah dengan dia.
Tentunya hal itu nggak bakal terjadi kalau saya nggak punya alasan kuat.
Tapi ternyata?
Lelaki ternyata memang tak pernah bisa mencintai 1 orang saja.
Mereka cenderung suka membagi cintanya.
Kalau bukan ke wanita lain, ya ke egonya.
That's why, demi kewarasan mental sebagai seorang ibu nantinya, temans wajib banget memperhatikan hal-hal penting sebelum menikah, khususnya tentang harapan pasangan, bukan harapan kita semata.
1. Ungkapkan harapan kita terhadap rumah tangga dan pasangan sebelum menikah
Iya, jangan berharap pasangan akan tahu harapan kita, karena dia terlihat cinta mati.
Jangan yeee...
Komunikasikan dengan serius dan dari hati ke hati sebagai seorang dewasa yang siang mengarungi kehidupan yang penuh gelombang ini.
Kalau nggak bisa melalui ngomong langsung, bisa melalui tulisan.
Pakai chat atau email, namun menurut saya, meskipun udah dibahas secara tulisan, wajib juga dibahas dengan cara berkomunikasi langsung.
Ini penting banget, agar kita tahu cara ampuh berkomunikasi dengan pasangan setelah menikah.
Apakah lewat tulisan, atau lisan?
Jika memang pasangan nggak mau serius menanggapi, baik lisan maupun tulisan, mendingan tanya ke diri kita lagi.
SANGGUP NGGAK KITA, JIKA BESOK-BESOK MENIKAH, DAN PASANGAN KITA NGGAK MAU DENGAR ATAU BERKOMUNIKASI TENTANG PERASAAN KITA?
Kalau enggak sanggup?
Siap-siap patah hati aja deh.
Iya, nikmati patah hati aja sekarang.
Itu memang (mungkin) terasa amat sakit (mungkin yeee, soalnya saya nggak pernah tahu rasanya patah hati as a girlfriend, hahaha).
Tapi saya berani jamin, sepatah hatinya seorang anak gadis karena nggak bisa bersatu dengan kekasih hatinya, itu jauhhhhhh lebih kecil rasanya, ketimbang temans merasakan patah hati di posisi kayak saya sekarang.
Bingung tauk, maju mundur, geser kanan kiri juga semua salah.
Lama-lama gila juga nih, atau nggak ujung-ujungnya bunuh diri, hahaha.
Jangan cuman fokus pada harapan kita, karena pada hakikatnya, menikah adalah hidup bersama.
2. Cari tahu harapan pasangan terhadap rumah tangga dan pasangannya sebelum menikah
Jangan cuman fokus pada harapan kita, karena pada hakikatnya, menikah adalah hidup bersama.
Bersama means keduanya sama pentingnya.
Perasaan kita penting, sama dengan pentingnya perasaan pasangan.
Perasaan kita penting, sama dengan pentingnya perasaan pasangan.
Harapan kita juga sama pentingnya dengan harapan pasangan.
So, cari tahu dengan jelas, apa harapan pasangan.
Jika udah diungkapkan, dan ternyata tidak berkenan dengan harapan kita, ajak pasangan berdiskusi.
Apakah bisa dicari jalan keluarnya?
Jika pasangan ngotot, dan kita juga merasa nggak sanggup.
Mending say babay deeehhh.
Serius!
Karena menurut pengalaman saya, dan juga banyak curhat yang saya baca, ujung-ujungnya perempuan yang dipaksa ngalah, karena hati wanita itu lebih lemah, apalagi kalau mikirin anak, duhh dijamin banyak wanita rela hidup menderita, demi anak-anak, huhuhu.
3. Jangan berani menikah dengan harapan pasangan bakal berubah, BIG NO!
Jangan!
JANGAN!
Pada kenyataannya, yang berubah itu kebanyakan wanita, DAAANNNN SEDIHNYA, KEBANYAKAN YANG BERUBAH ITU KARENA TERPAKSA.
Dia berubah mengikuti mau suaminya, demi anak-anak, meski batinnya tersiksa.
Nah kalau memang perbedaan prinsip antara suami istri itu masih bersifat keduanya sama-sama benar sih oke aja.
Misal, masalah prinsip suami ingin istri di rumah aja, nggak boleh kerja di luar, dengan harapan anak-anak bisa diperhatikan ibunya.
Sementara istri ngotot pengen kerja di luar.
Kalau itu mah, meskipun istri ngalah, selama suami bisa menafkahi dengan baik, it's OK sih ya.
Tapi bagaimana kalau prinsipnya kayak kami?
Tapi bagaimana kalau prinsipnya kayak kami?
Di mana perbedaan prinsip dan harapan kami itu amat membahayakan anak-anak.
Dan sejujurnya, kami udah ada di masa itu dong.
Di masa anak-anak bahkan nggak tahu, masih bisa sekolah nggak, bulan depan?
Bayangkan!
Saya memaksakan harapan saya demi kebaikannya, demi kesuksesannya, demi anak-anak.
Dia ngotot mau pakai jalan sendiri, yang udah 3 tahun hasilnya kami makin terpuruk.
So, cukup si Rey aja.
Ini berad Sis!
Sungguh!
Karenanya, plis jangan mau menikah dengan harapan pasangan bisa berubah mengikuti harapan kita,
Lah yang awalnya mau diajak setuju dengan harapan saya aja bisa berubah mengikuti egonya.
Apalagi yang sejak awal sama sekali nggak berniat mau menerima harapan kita?
Sudah ah, kayaknya ini udah 3000 kata lebih hahaha.
Semoga yang baca enggak puyeng ya.
Dan yang paling penting.
Semoga yang tahan membaca ini sampai akhir, bisa mengambil hal positif di dalamnya.
Jika memang tidak ada yang positif, mohon diabaikan saja.
Dan yang pasti, ini adalah pengalaman saya, opini saya terbentuk atas pengalaman saya, mungkin juga tidak bisa disama ratakan dengan semua orang.
Apapun itu, semoga bermanfaat.
Demikianlah.
Sidoarjo, 9 Oktober 2020
Sumber : pengalaman dan opini pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
Dan ternyata banyak typo, padahal kemaren udah dicek bolak balik 😂😁
BalasHapusMbaa Reeeyy, yaampun sepanjang itu aku baca semua donk 😆 Ngikutin dr awal Mba Rey pacaran sampe akhirnya anak 2. Semoga pak suami dpt menjadi lbh baik demi Mba Rey dan anak2 yaaa..
BalasHapusSetuju bgd sama Mba Rey, dr awal memang hrsnya saling ngobrol harapannya apa. Kalaupun punya harapan pasangan berubah, ya dr awal disampaikan. Kalau ga setuju, bisa saling ngobrol sebelum semua terlanjur..
Aamiin ya Allah.
HapusTengkiu yaaa udah setia baca curcolan saya, hahaha.
Terbaik emang, kalau sukanya baca, pastinya betah aja baca tulisan orang :D
laaah, ngeri juga ya kalau si istri nggak mau ngapa2in.. meskipun dr kecil manja seenggaknya setelah berumahtangga kudu banget berlatih mandiri :D
BalasHapusmemang sih kudu banget komunikasiin dengan pasangan, dan kudu bersiap2 dengan kemungkinan terburuknya. :)
Hihihi iya, tapi lakinya juga, udah tahu gitu, nekat diajak nikah :D
HapusNganu, Mbak Rey, kok aku gak ngerti ada acara 'Masihkah Kau Mencintaimu' ya? Jangan-jangan aku masih kecil nih pas ada acara ini. Atau memang channel RCTI di rumahku dulu banyak semutnya, makanya gak pernah nonton RCTI. 🙈
BalasHapusNgomong-ngomong topik bahasan ini memang sensitif bagi sebagian orang. Tapi menurutku terkadang penting juga disampaikan supaya yang single-single dan belum menikah ada pandangan gimana cara memilih calon suami/istri yang baik dan bagaimana kehidupan sebenarnya setelah pernikahan. Soalnya banyak banget yang berpikir kalau setelah menikah kehidupan jadi berubah macam dongeng yang mau tamat 'Happily ever after'. Padahal gak semua pasangan suami-istri beruntung bisa hidup bahagia selamanya macam di negeri dongeng. Kebanyakan malah cobaan datang setelah menikah😔.
Jadi terima kasih banget Mbak Rey sudah berbagi. Semoga suami cepat sadar dan berubah menjadi lebih baik serta masalah Mbak Rey segera selesai ya.🙏
Aku juga ga tau ada acara semacam itu. Mungkin sebab ditayangkan malam dan saat itu kita masih kecil, masih SD, jadi ga ngeh dengan acara-acara semacam itu, mbak roem. ehehheee
HapusHahahaha, dirimu kayaknya masih SMP deh Roem, atau SD ya.
HapusUdah lama banget itu, dan ditayangin tengah malam banget :D
Betul kata si Dodo :D
Aamiin, tengkiu doanya Roem :)
Bentar2 saya mau teriak dulu Oiii..🤣 🤣
BalasHapusKata engkong2 yang tinggal disono noo intinya lebih baik praktek ketimbang teori2 yang bermacam2 karena janji2 bisa hanya tinggal janji..🤣 🤣
Perasaan judulnya diganti dah...Perasaan tadi bukan itu judulnya..🤣 🤣
1. Yaa Ketika Menikah Dengan Harapan Semata...Eksitensi sebuah pernikahan, Kebanyakan orang akan beranggapan lebih dengan adanya sebuah pernikahan. Dan berharap bisa membanggakan dirinya terhadap yang belum menikah. Meski itu semua ada benarnya, Tetapi tidak banyak juga orang yang masih belum terarahkan dengan benar atas arti sebuah pernikahan, Termasuk saya mungkin.🤣 🤣
Karena waktu menikah harapan saya cuma ingin jadi yang terbaik terhadap diri saya dan pasangan serta keluarga yang berpengaruh secara positif. Dan sewaktu ingin menikah dulu saya itu boleh dikatakan mungkin kurang ada persiapan juga. Karena awal pacaran istri saya, katanya ingin mandiri dan jenuh tinggal dirumah. Dalam artian ingin menikah ikut suami atau mengontrak rumah. Begitupun saya dari masih sekolah memang jenuh yang namanya tinggal dirumah. Sehingga terjadilah sebuah pernikahan. Karena saya dan istri pacaran cuma 4 bulan kurang dan langsung menikah.
Dan saya ingin cepat menikah karena selama 1000 kali punya pacar cuma bertahan antara 2 bulan dan paling lama 5 bulanan pasti putus. Tak ingin begitu terus yaa menikah akhirnya. Masing2 punya komitmen tetapi tidak berjanji hanya berusaha agar bisa menepati janji itu.
Sebagai contoh setelah aku menikahi kamu, Aku akan berusaha mengurangi merokok syukur2 bisa berhenti dan tidak merokok dihadapan kamu. Tetapi bukan janji juga, Meski faktanya agak lama berhenti merokok bahkan sampai punya anak. Bersyukur akhirnya bisa juga tahun ini.🤣 🤣🤣 Lamaaa tooongg!!..🤣 🤣
2. Saya membaca kisah uni Rey yang pacaran sampai 8 tahun terus menikah. Ccckkkk luar biasa banget itu sebenarnya dan pastinya seharusnya sudah bisa saling memahami karakter masing2 secara sempurna....Meski faktanya yaa seperti yang telah dijelaskan diatas...😊 Jujur sewaktu dulu saya masih pacaran sayapun ingin seperti uni Rey, Ingin rasanya punya pacar awet bertahun2 lamanya dan terus menikah. Tetapi faktanya malah setiap pacaran dan gonta-ganti pacar sampai 1000 X, Tetap selalu bertahan dalam hitungan bulan saja.🤣 🤣
HapusMemang lama pacaran sampai tahunan tidak jadi jaminan juga rumah tangga langgeng. Karena teman saya juga ada yang pacaran hampir setara dengan uni Rey dan berakhir dengan perceraian. Tetapi ada juga pernikahan yang tanpa pacaran berakhir juga dengan perceraian. Yaa pada intinya sebenarnya tergantung kedua belah pasangan itu menyikapinya masing2.
Dan kalau saya Telisik lebih jauh tentang uni Rey dengan suami, Ciee Sok tahu banget gw yee..🤣 🤣
Keduanya bucin, Dan disini sisuami berharap memenuhi atau menuruti segala macam kemauan sang istri. Akan tetapi mungkin dalam hati sisuami berharap sangat sang istri mau atau melakukan timbal balik. Artinya si istri juga harus mau mengikuti gaya yang suami inginkan. Yaa karena sedikit berseberangan dan komunikasi yang kurang tepat atau memang dari sang suami enggan, Lebih menuruti egonya jadi kemungkinan itu yang membuat sisuami lebih nyaman diluaran sana. Seharusnya tidak begitu juga memang apalagi sudah mengenal karakter masing2 selama 8 tahun. Seolah menyimpan bom waktu yang tersembunyi.
Coba deh uni Rey sekali2 jadi pendengar keinginan sang suami tanpa ada sedikit bantahan syukur2 dia bisa berubah. Sebagai contoh jika sang suami lagi tidak ada job, Cobalah beri dia senyuman bilang kepadanya. "Kamu tak perlu risau jika tidak ada proyek atau job, Ini mungkin kesempatan kamu untuk bisa bermain dan berkumpul dengan anak2mu"... Dan ini juga saya hanya teori saja karena yang lebih tahu keseluruhan yaa uni Rey dan suami.😊
Bersyukur saja Uni Rey mungkin Tuhan menjadikan dirimu sebagai wanita superior untuk memberi contoh positif terhadap wanita2 lainnya yang harus berjibaku mengurus anak dengan kesibukan lainnya termasuk berbisnis atau mencari uang.😊😊
Mantap betul mas Satria ini, gonta ganti pacar sampai 1000x. Casanova pun lewat 🤣
HapusJadi satrianova sekarang 😋😋
HapusOoohhhhh maiiiiguudddd.... wkwkwkwkwk
HapusSaya jadi pengen jadiin ini satu tulisan Kang, kan lumayan banget kagak usah nulis buat besok, wakakakakak.
Btw thanks soooo maacchhh masukannya, Kang Ustadz!
Angkat topi deh saya ama Kangustadz, karena apa yang dituliskan ini, persis banget dengan apa yang psikolog katakan.
Padahal, psikolog itu sekolah buat tau hal demikian, tapi kang Sat sekolahnya langsung dalam sekolah pengalaman hidup.
Iya kayaknya ya Kang.
Dia juga aslinya pamrih, cuman memang agak sulit Kang, karena ada anak.
Kalau cuman kita berdua, kalaupun kita terjun ke jurang, ya udah lah ya..
Tapi kalau ada anak, kita nggak bisa lagi seenaknya hidup sesuka maunya kita.
Anak-anak butuh ketegasan ortunya selalu berada di jalan yang lurus, karena mereka terus tumbuh dan belajar, khususnya di masa pertumbuhan itu, anak-anak menyerap apa yang mereka liat dengan sangat sempurna.
Selain itu, kita nggak tahu kan kapan kita mati.
Iya kalau masih 50 tahun lagi.
Jadi kitanya hidup coba-coba sekarang, it's OK.
Tapi hidup coba-coba ngikutin keinginan diri, meski membahayakan anak-anak itu sangat egois, yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh lelaki yang belum menjadi ayah :)
Dulu juga psikolog bilang gitu, coba deh ikutin.
Udah sih ya, selama 3 tahunan ini, saya akhirnya ngalah, saya biarin dia lakukan apa yang dia mau.
Saya nggak mau ikut campur lagi mendikte dia. dan kemudian 3 tahun ini jadilah kacau balau hahaha.
Intinya, kekacauan yang disebabkan itu luar biasa.
Hanya saja saya memilih menyimpan hal itu sendirian aja :)
Namun, over all, thanks banget ya Kang atas insightnya, means a lot buat saya :)
huwaaaa baca komen temen temen ini panjang bener :D
Hapuskayaknya perlu juga ya ngomong sama pasangan soal harapan dia didalam hati yang nggak diutarakan, sapa tau tiba tiba pas udah nikah baru diutarakan. semacam dia menyimpan rahasia selama pacaran
aku kok lupa di RCTI dulu ada acara itu ya, mungkin karena jam tayangnya terlalu malem, jadinya malah film yang ditonton zaman segitu
2 jempoll bwt mas Satria :D
Hapushahaha sangat perlu Mba Inun :D
HapusBiar nggak zonk setelah nikah :D
Makasih banyak Mbak Rey, petuah sebelum memasuki jenjang pernikahan ini akan aku coba diskusikan dengan si partner.
BalasHapusDan juga aku berdoa semoga Mbak Rey serta keluarga segera diberikan jalan untuk menyelesaikan masalah ini. Sehat selalu Mbak Rey, peluk virtual dariku 🤗
Aamiin, makasih juga Pipit :*
HapusGue bingung harus komentar dari sisi yang mana dan mulai darimana. Karena bagaimanapun hubungan suami istri itu lebih kompleks dari yang pernah dibayangkan.
BalasHapusBahkan, bagi mereka yang berada di dalamnya juga masih terasa rumit.
1. Jangan sesali masa lalu, yang sudah terjadi, ya terjadilah. Keputusan sudah diambil dan harus dijalani
2. Perjalanan pernikahan itu bisa diputuskan oleh Yang Punya Alam Semesta berupa kematian, atau manusianya. Tuhan memberikan hak itu kepada setiap individu untuk menentukan arah kehidupannya masing-masing.
Jika seorang istri sudah merasa tidak nyaman dengan hubungan pernikahan dan merasa tertekan, selalu ada pilihan untuk menghentikannya.
Jangan pakai anak sebagai alasan karena kasihan mereka tidak tahu apa-apa tentang masalah yang terjadi antara bapak dan ibunya. Jangan juga pakai tameng untuk mempertahankan sebuah hubungan yang menyiksa.
Jika memang sudah tidak lagi bisa berjalan bersama, selalu ada opsi untuk berpisah dan menjalani jalan masing-masing.
Anak akan menjadi korban dalam situasi yang bagaimanapun. Di dalam rumahtangga yang bapak ibunya sudah tidak bisa berjalan bersama, anak akan tetap menjadi korban dan terpengaruh.
Begitu juga ketika perpisahan yang diambil sebagai jalan keluar. Anak akan tetap jadi korban.
Yang manapun, tidak ada yang bagus, tetapi kalau akan memberikan solusi, kenapa tidak?
Kalau Rey sudah tidak merasa nyaman dengan paksu, ya putuskan jalan mana yang mau ditempuh. Jangan juga jadikan alasan kalau paksu tidak mau diajak berbicara tentang pengasuhan anak, terkadang seorang ibu justru harus berani mengambil resiko dan menanggung semuanya, demi anak-anaknya.
Bukan dirinya.
Your choice Rey.. putuskan, kalau menurut saya mah.
Menuliskan keresahan dan kegalauan hanyalah penyelesaian sementara dan hanya membuat lega sesaat, tetapi masalah itu akan berulang karena penyakitnya tetap ada dan dipeliharan oleh kedua belah pihak.
Kenapa tidak mengambil keputusan kalau pak su tidak bisa diharapkan lagi?
Pemikiran bahwa seorang wanita berubah karena terpaksa dan dipandang sebagai korban juga merupakan sebuah kesalahan.
BalasHapusKetika seorang pria atau wanita menikah, pada dasarnya itu adalah komitmen keduanya untuk berubah. Dari pola berpikir untuk diri sendiri, dia harus mulai berpikir untuk semua orang.
Contoh seorang wanita yang merasa tersiksa karena harus berubah dan merasa tertekan, saya pikir adalah contoh bahwa ego juga ada pada diri semua orang, pria dan wanita.
Ketika menikah dan dia tidak mau berubah, tetap menjadi dirinya saat sendiri, namanya bodoh. Berarti dia tidak tahu tentang makna pernikahan. Dia harus berusaha mencari cara untuk merubah dirinya agar bisa membahagiakan dan berbahagia dengan pasangannya, dan keluarganya.
Bukan dengan terus mempertahankan egonya. Kedua belah pihak harus berubah, bukan hanya satu.
Prinsip pernikahan adalah belajar, belajar untuk berubah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bukan saling mempertahankan ego. Rey tidak mau berubah, Pak su tidak mau berubah.
lalu biduk rumah tangga mau dibawa kemana? Semua mempertahankan ego, lalu hasilnya adalah menang jadi arang, kalah jadi abu.
Apakah hanya lelaki yang suka membagi cintanya dengan ego? Tidak juga, karena saya pikir ego Rey juga terlihat sekali disini.
Lalu, kalau keduanya terus begini, bukankah hasilnya akan memang bisa diduga.
Om Satria sudah bilang ada engkong-engkong yang selalu bilang kalau pernikahan itu adalah tentang setelah dan bukan sebelum pernikahan. It's easy membuat teori bertanya ini dan itu pada pacar.
Tapi hal itu akan menjadi omong kosong saja, kalau setelah menikah keduanya tidak mau berusaha mendekat dan saling belajar.
That's a bullshit saja. Kontrak tertulis saja bisa diperdebatkan, apalagi kalau hanya secara verbal dan janji janji dua orang bucin.
Yang harus dipersiapkan dua orang yang mau menikah bukan dengan pertanyaan pertanyaan gombal ga jelas. Yang harus dipersiapkan terangkum dalam pertanyaan maukah kita belajar? Belajar mengerti, belajar mengorbankan ego, belajar berpikir berdua.
Karena itulah inti dari ucapan selamat dalam sebuah pernikahan, selamat menempuh hidup baru. Karena memang pada dasarnya semua menjadi baru dan berbeda dari sebelum pernikahan.
Logika saya bilang ada tiga opsi yang bisa dipilih
BalasHapus1. Meneruskan dan menerima bahwa paksu memang begitu, berarti Rey harus berubah total dan menyesuaikan gaya serta pola pikir dengan gaya paksu
Pertanyaanya maukah Rey?
2. Tetap bertahan dengan pola sekarang, yang artinya sama saja dengan mempertahankan api dalam sekam yang akan terus berulang tanpa henti karena keduanya tetap berusaha mempertahankan ego masing-masing
3. Menyelesaikannya dengan cara memutus dan pasti semua orang harus berkorban, termasuk anak-anak
Masing-masing harus menanggung resiko dan penyelesaiannya. Resiko itu termasuk kalau Rey harus menanggung kedua anak tanpa support dari paksu? Maukah Rey
Komitmen untuk berubah itu sejak awal pernikahan sampai akhir, dan sifatnya tidak statis, tetapi dinamis dan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi di lapangan.
Sudahkah Rey melakukan perubahan itu, atau Rey sedang berharap bahwa paksu berubah mengikuti kemauan Rey?
Yang mana, hanya Rey yang bisa jawab.
Tetapi, inti pernikahan memang disitu, seperti pemain bulutangkis ganda dimana masing-masing harus menyesuaikan diri sesuai dan kondisi di lapangan.
Tidak statis.
Baca tulisan mba Rey kemudian baca komentar mas Anton membuat saya bingung mau komentar apa 🙈 rasanya mas Anton sudah memberi masukan terbaik dari yang terbaik yang pernah ada 😆 hehe.
HapusSaya setuju sama mas Anton, semua kembali pada mba Rey mau ambil langkah yang mana. Pada akhirnya akan selalu ada yang berkorban dan dikorbankan untuk memperbaiki hidup kita. Dan saya berdoa apapun pilihan mba, itu akan jadi yang terbaik untuk mba dan anak-anak 💕 eniho, mba Rey please be strong!
wowwwwwww... wkwkwkwkwkw.
HapusBapaaakk, tadi di atas saya udah terkagum-kagum atas kang Sat yang nulis sepanjang kereta malam.
Eh di bawah ini malah ada yang nulis sepanjang 3 kereta senja *eh :D wkwkwkwkw
Btw makasih banyak bapaaakk..
Ini mah nasihat bapak-bapak banget qiqiqiqiqi.
tegas!
Iya sih Pak!
Sebenarnya apapun tujuannya, kalau dipikir-pikir adalah ego.
Cuman saya percaya banget, dalam kehidupan itu ada batas benar dan salah.
Tidak melulu abu-abu.
Kalau masih terlihat abu-abu, mungkin kita bisa kembali ke aturan agama :)
Karena 'ego' saya sebenarnya nggak muluk-muluk bapak, cuman kayak asisten yang berusaha meminimaliskan dampak yang nggak bisa dipikul anak.
Ada banyak hal yang saya pikirkan, mungkin juga sama kayak mama saya jadinya.
Kata psikolog juga gitu, seorang anak selalu cenderung mengikuti apa yang ortunya lakukan.
Yang saya lakukan sekarang adalah 'mengemudi' Bapak, kadang ngegas, kadang ngerem, setidaknya sampai anak-anak bisa lebih mandiri dan mengerti.
Sudah kepalang basah saya jadi IRT demi memberikan keberadaan saya kepada anak-anak, biar mereka tahu, kalau mereka pernah merasakan punya ibu yang selalu mendampingi mereka.
Setidaknya dampak yang ada buat mereka, nggak terlalu besar.
Btw, saya mengerti mengapa teman-teman, khususnya pak Anton merasa saya seolah cuman mengeluh tanpa jalan keluar.
Enggak kok Pak, saya menulis ini mengukir cerita.
Meninggalkan kisah, yang mungkin bisa jadi pengingat, jika besok-besok mungkin saya diizinkan Allah berada di posisi atas.
Agar saya selalu ingat, bahwa hidup memang selalu ada up and down.
Dan saya yakin, saya bukanlah satu-satunya yang mengalami hal ini, namun yang pasti, saya adalah salah satu orang dari sedikit orang beruntung lainnya, karena di saat terpuruk, masih ada banyak teman-teman yang peduli kayak bapak Antony pacarnya Candy Candy *eh.
Tengkiuuu so mucchhh bapak :D
Pasti akan ada ujungnya, karena saya memang bukan orang yang tahan hidup dalam tekanan, justru karena saya menulis ini karena saya nggak tahan tekanan.
Cuman mungkin belum saat ini.
Dan sampai menunggu hal itu ada, saya akan selalu menulis, entah nanti jadinya gimana?
Tetap berjodoh, atau enggak.
Tulisan-tulisan ini, akan menjadi cerita, kalau begini lah hidup.
Mungkin saja suatu saat dibaca oleh orang yang sedang putus asa.
Dan saya yakin orang tersebut akan merasa jadi lebih baik, karena dia akhirnya tahu, bahwa sebenarnya inilah hidup.
Tidak ada kesempurnaan di dunia ini.
Tidak ada kebahagiaan tanpa perjuangan dan rasa syukur.
Dan sekali lagi bapak, tengkiu so muchhh atas semua poin-poinnya, berarti banget buat saya :D
Tengkiu juga nggak pernah bosan membaca curcolan saya, qiqiqiqiqiqi.
Kira-kira, kalau saya bikin versi novelnya, ada yang mau baca juga nggak ya? wakakakakak
Dan tengkiu juga Eno, ah nggak bisa dikatakan lagi deh gimana Eno selalu support dan selalu peduli sama saya :*
Kak Rey, aku juga sampai bingung mau berkata-kata apa. Aku cuma bisa bantu mendukung Kakak atas apa yang akan Kakak pilih nantinya, semoga pilihan itu yang terbaik untuk rumah tangga Kak Rey. Amin 🙏🏻
HapusTadinya udah banyak di kepala yg mau dikomenin, tapi, pas baca komennya mas Anton, jadi buyar. Hilang deh tuh kata2...
HapusJelas, padat. Aku sih Iyeeees... but,
Yg jelas aku ngedukung banget apapun pilihan mb Rey,
tengkiuuuuu kesayangan semuaaaa :*
HapusWah. Rumit juga situasimu ya, mbak?
BalasHapusYa bisa dibilang gitu Mba hahaha
HapusPerkataan mas Anton sudah mewakili hahahaha. Ahhhhh keren lah mas Anton. Dulu kuliah psikolog yaaa ;).
BalasHapusRey, apapun keputusanmu, kami semua mendoakan itu yg terbaik :). Kalo memang pilihan yg ada jelek semua, setidaknya pilihlah yg paling kecil minus poinnya :).
Ini wajib dibaca memang Ama semua yg akan menikah. Aku sendiri dulu sempet putus kok Ama pak suami, Krn dia tau aku ga mau punya anak :p. Aku ga suka anak2. Tapi akhirnya toh aku yg memilih utk trima itu, Krn sejujurnya aku telanjur bucin juga ma dia hahahahahah. Tapi toh, skr aku mulai bisa kok menyayangi anak2, walopun baru sebatas anak sendiri dan ponakan :p. Selain dari itu, blm bisa suka :p
Mbaaa, you know, saya selalu menanti komentar Mba Fanny di setiap postingan, khususnya marriage.
HapusKarena Mba Fanny itu selalu memberikan experience yang bikin saya bisa lebih mengerti dengan masalah saya sendiri *bingungan anaknya hahaha.
Terimakasih Mba, sejujurnya dengan banyaknya komentar bukan hanya yang terasa manis, bahkan komentar jujur bagai nasihat seorang kakak atau ayah kayak pak Anton itu, sungguh bikin saya merasa jauh lebih baik dan tidak menyesal menuliskan masalah saya, thanks yaaa Mbaa :*