Dan lucunya, saya telat dong memahami hal tersebut.
Saya juga kadang heran, mengapa dulu saya nggak cari tahu terlebih dahulu, googling kek, kayak sekarang ini, apa-apa googling.
Atau mungkin dulu informasi belum sebanyak sekarang kali ya.
Yang jelas, saat memutuskan akan jualan frozen brownies buatan sendiri, saya hanya berbekalkan pengalaman saya dalam bekerja sebelumnya, di mana saya terbiasa menentukan harga satuan sebuah pekerjaan di proyek.
Pengalaman Menentukan Harga Jual Produk
Sejujurnya, tak pernah terbayang sama sekali sejak kecil, kalau saya bakalan jualan atau bikin usaha gitu. Yang ada di benak saya adalah, saya bakalan jadi wanita karir yang bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Anaknya karyawan banget, hahaha.
Nantilah setelah saya punya si kakak bayi, baru saya mulai berpikir, untuk resign kerja dan memilih bikin usaha kecil aja.
Awalnya saya berniat buka usaha jualan pisang goreng.
Awalnya saya berniat buka usaha jualan pisang goreng.
Saking saya sering kesulitan menemukan pisang goreng enak di Surabaya.
Nyatanya, setelah resign, saya malah dapat ide jualan online, dengan produk frozen brownies, karena saya pikir, jualan makanan atau camilan kayak pisang goreng gitu, amat sangat butuh rekan means bantuan suami, padahal paksu saat itu lembur terooossss.
Setelah menemukan resep yang pas, barulah saya mulai serius untuk benar-benar menjualnya, setelah berhari-hari puyeng dengan berbagai hal.
Seperti, disain logonya, kemasannya, hingga akhirnya menentukan harga jual produk, yang ternyata... asli ribet dan sulit juga ternyata.
Kalau biasanya menentukan harga satuan pekerjaan di proyek itu lebih mudah karena itemnya tuh jelas dan lumayan gede.
Misal, menentukan harga satuan 1 m3 galian tanah.
Palingan ya cuman menentukan biaya sewa alat, biaya pekerja dan semacamnya.
Itupun nanti udah ada rumusnya, mau di up berapa?
Tinggal dikalikan ama persentasi up-nya deh.
Sementara menentukan harga jual produk frozen brownies?
Astagaaa, itemnya banyak!
Dari cokelat, terigu, mentega, gula, keju daaann semacamnya.
Belum lagi ditambah harga inventaris, biaya tenaga saya, kemasan daaann lainnya.
Oonnya lagi, saya lupa masukin biaya marketing, padahal itu yang paling penting.
Hasilnya?
Saya menjual produk dengan laba yang amat sangat terbatas alias kecil, sehingga ketika masuk penawaran mau jadi reseller saya, ngehek saya mikirinnya.
Ini mau kasih harga berapa cobak?
Orang itu juga udah ngepres banget.
Bahkan sebelum penawaran reseller, beberapa pembeli yang beli dengan jumlah lumayan banyak juga bertanya, di-korting berapa kalau ngambil di atas 10 kotak?
Ngehek dah saya, mau di-korting gimana cobak?
Entar biaya buat tenaga saya yang hampir pingsan bikinin frozen brownies itu seorang diri, jadi nggak ada sama sekali, saya dapat capeknya doang, ya meskipun dapat nama juga sih.
Bahkan sebelum penawaran reseller, beberapa pembeli yang beli dengan jumlah lumayan banyak juga bertanya, di-korting berapa kalau ngambil di atas 10 kotak?
Ngehek dah saya, mau di-korting gimana cobak?
Entar biaya buat tenaga saya yang hampir pingsan bikinin frozen brownies itu seorang diri, jadi nggak ada sama sekali, saya dapat capeknya doang, ya meskipun dapat nama juga sih.
Ini juga termasuk saat dapat penawaran ikutan pameran di Surabaya, saya luput memikirkan hal tersebut, jadi kalau ikutan, yang ada saya malah rugi, eh enggak ding, maksudnya saya dapat capeknya doang sama investasi branding.
Btw saya nggak tahu sekarang ya, tapi dulu itu sebenarnya asyik banget kalau mau branding, karena dulunya tuh belum ada marketplace yang menutupi branding produk kita.
Tapi saya sering banget dapat email penawaran ikut pameran atau event, dan bahkan pernah ditelpon oleh Elevenia, waktu dia belum launching.
Jujur saya terkejut sendiri, dulu saya hanya promosi di twitter loh, promosi seorang diri, as frozen brownies-nya, saya bahkan menutup rapat info, kalau saya adalah owner-nya, siapa elu, Rey? hahaha.
Ya bisa dikatakan, saya memutuskan menyerah, selain sebenarnya saya nggak suka ngedapur, pun juga saya pusing dengan menentukan harga jual produk saya sendiri.
Karena jujur, sebenarnya di antara secuil produk sejenis, saya menjual dengan harga yang paling murah.
Masalahnya, saya mengemasnya, di kemasan yang sama sekali nggak keren dan kecil pula.
Kalau buat diri sendiri mungkin bagus, tapi kalau buat oleh-oleh, jadinya dipandang sebelah mata, saking kecilnya, dan jadinya terasa mihil.
Pentingnya Menentukan Harga Jual Produk
Karenanya, saya pikir, menentukan harga jual produk itu amat sangat penting, bahkan harga jual tersebut menentukan keterusan produk kita secara jangka panjang.
Setelah saya berhenti jualan frozen brownies, saya ikutan bisnis MLM Oriflame, dari situlah saya sedikit mengerti, betapa menentukan harga jual produk itu penting, bukan sekadar bisa lebih murah saja dari pesaing kita.
Tapi akan lebih baik kalau kita percaya diri dalam memberikan harga yang tinggi, asal sesuai dengan yang kita berikan, dan juga membuat kita jadi lebih leluasa dalam bergerak memasarkan produk kita.
Inilah yang saya liat di produk Oriflame.
Sejujurnya, kalau melihat harga produk Oriflame di katalog itu, luwaaarrr biasa harganya, hahaha.
Dulu sewaktu masih berbisnis Oriflame, saya nggak mikir kalau produknya mahal, karena saya pikir itu wajar, karena produk import.
Akan tetapi, setelah saya ngeblog, dan saya lalu tersadar, ternyata memang harga katalog Oriflame itu mahal, dan sepertinya sih sengaja dijadikan seperti itu, selain agar bisa spare biaya marketing yang lebih banyak, pun juga termasuk di dalamnya dengan pengadaan diskonan saat promo.
Iya, hanya kami-kami pemakai parfum Oriflame yang bilang kalau parfum Oriflame itu worth it. Iya, karena selain wanginya memang enak, pun juga kami biasanya beli dengan harga jauh di bawah harga katalog.
Ya nunggu promo tadi, so kami bisa beli parfum yang harga aslinya di katalog 700rebo, kami bisa beli kadang cuman 230 rebo aja, hahaha.
Itu tadi, strategi ngasih harganyanya tuh dibebanin biaya marketing yang lebih banyak, biar lebih mudah mempermainkan psikologi belanja pelanggan hahaha.
Terlebih juga kalau usaha makanan, seharusnya biaya marketingnya lebih besar, dan biaya tersebut seharusnya di luar biaya buat menggaji diri kita selaku pelakon.
Bahkan jangan lupa membebani juga dengan memisahkan biaya selaku owner dan biaya selaku pekerja.
Karena jika berpikir ke depan, kita bakalan mempekerjakan karyawan.
Dan begitulah mengapa saya nggak berani mempekerjakan orang buat bantuin saya nerusin usaha tersebut, orang biayanya nggak saya hitung, hahahaha.
Dan menurut pengalaman secuil saya, beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan harga jual produk adalah:
- Biaya bahan baku, termasuk yang kecil-kecil, biasanya sih di lump sum aja kalau yang kecil, kayak garam, gas, listrik, dan semacamnya.
- Biaya kemasan, ini terlihat sepele, tapi saya bikinnya jungkir balik loh, even cuman jadinya norak gitu, wakakakaka. Belum lagi pemilihan kemasannya, disainnya logo maupun stikernya.
- Biaya inventaris bisnis, dalam hal tersebut saya beli berbagai loyang brownies dong, yang sampai sekarang numpuk aja di kardus, si Rey mah terlalu malas buat difoto lalu dijual, ckckckck. Pun juga saya sempat beli oven, dan lucunya ovennya medium pula, kenapa juga saya nggak beli yang gede sekalian? hiks. Plus beli freezer juga dong, yang sekarang disingkirkan ke rumah kakak ipar saking bikin tagihan listrik makin banyak aja, hahaha.
- Biaya marketing, ini memang agak sulit ya, tapi pandai-pandainya aja kita memperkirakan, dari biaya sewa toko (di sini adalah online, berupa kuota dan tenaga adminnya), biaya promo, reseller, ikut pameran, endorse daaann mungkin iklan lainnya.
- Biaya pekerja, biar kata kita ngerjain sendiri, jangan lupa bebankan ke harga jual produk, jadi, pas besok-besok mau hire karyawan, hal itu nggak bikin kita puyeng hitung keuntungan kita.
- Margin buat owner, ini kayaknya keuntungan yang ingin kita dapatkan, saya belum tahu jelas, sebaiknya berapa sih, menurut informasi yang sering saya baca, sebaiknya minimal 50%, bahkan kalau bisa sih di atas 50%.
Beberapa orang berpendapat, saat baru mulai, sebaiknya biaya-biaya itu menyesuaikan saja dulu, nanti di update seiring perkembangan.
Namun, menurut saya, sebaiknya sih sejak awal, semua biaya kudu dihitung, untuk mendapatkan harga jual pasti.
Terlebih kalau kita jualan online, sambil membangun branding.
Menaikan harga jual seiring pembelian itu sungguh kurang bijak, karena pelanggan akan merasa kita mulai meninggalkan mereka saat semakin berkembang.
Jadi, sebaiknya harga jual pasti ditentukan sejak awal, nantinya saat pertama kali launching, harganya bisa kita sesuaikan dengan disamarkan dalam bentuk PROMO!
Justru hal itu bakal bikin pelanggan bakal tertarik, karena misal harga jual 50 ribu, tapi karena masih awal kita nggak butuh pekerja, marginnya menyesuaikan, biaya marketing mungkin jauh lebih dikit.
Kita turunkan aja harganya, tapi dengan embel-embel kata diskon karena promo ini dan promo itu.
Demikianlah.
Semua artikel ini murni berdasarkan pengalaman pribadi, di mana saya sama sekali nggak punya ilmu bisnis sama sekali selain otodidak selama berbisnis.
So, kalau ada yang punya ide atau pengetahuan, biaya apa lagi yang wajib kita bebankan saat menentukan harga jual produk, boleh dong berbagi dengan saya di kolom komentar :)
Sidoarjo, 12 Oktober 2020
Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : dokumen pribadi dan Canva edit by Rey
Baca artikel ini jadi ingat jualan sosis bakar. Kalo awalnya jualan satu sosis cuma seribu lalu aku naikkan jadi 1500.
BalasHapusYah, soalnya kalo seribu itu ngepres banget mbak. Satu pak harganya 14 ribu isinya 20, tapi itu kan belum dikasih saos, mayones, kecap dan biaya gas untuk manggang. Plus plastik buat bungkusnya.
Setelah aku naikkan malah orang pada kaget ngga jadi beli, ada sih yang beli tapi pada ngedumel. Akhirnya aku turunkan lagi tapi langganannya udah pindah ke orang lain yang masih jual 1000.😂
Jadi menaikkan harga memang harus hati-hati, tapi ngga naik dapet capeknya doang hahaha.🤣
Mas harga 1.500 itu murah banget padahal ~ kalau 1.000 untungnya akan press jadinya 😆 cuma dapat capek doang yang ada 😂
HapusMau gimana lagi mbak Eno, kalo dijual 1500 malah jarang yang beli, mendingan 1000 biarpun untungnya sedikit, biar tekor asal kesohor.😂🤣🤣
Hapuswkwkwkwkw, sebenarnya boleh-boleh aja turunin harga Mas, tapi akan lebih bagus kalau pasang harga aslinya.
HapusMisal, sosis bakar RP 5000.
terus ganti-ganti promonya, cukup bermodalkan kertas aja Mas, misal spesial malam minggu diskon jadi berapa gitu.
Tapi tetep pajang harga aslinya itu.
Lumayan menarik orang-orang yang memang paling suka diskonan hahahaa
wah dapat pelajaran berharga tentang marketing dan pemasaran jadi interesting banget maklum lagi mulai usaha keil keilan sekarang mbak rey di rumah jualan online saya
BalasHapusHehehe, itu juga otodidak kok, semangat buat usaha onlinenya ya :)
Hapusmenyamarkan dalam bentuk promo itu adalah kunci si kata temenku
BalasHapusjadi ambil untungnya sebenernya udah lumayan tapi ya tetep bilangnya promo
ini buat jaga jaga kalau ada bahan baku naik
aku jadi inget mbak pas iktu PKMK di kampus dulu bisa 3 harian ngitung harga jual ini wkwkwk
Hahahaha, iyaaa
HapusPokoknya kalau bikin harga jual dengan profit yang lumayan, jualinnya juga lebih asyik, kita bebas pakai strategi macam-macam :D
Kalau mau jual produk homemade memang biaya produksinya harus jelas dari awal, dan biaya-biaya lainnya beserta perkiraan untuk yang ingin didapat. Dan setuju sama mba Rey, better harga sudah fixed diawal daripada naik pelan-pelan. Kalaupun mau ada kenaikan itu tunggu setahun atau dua tahunan. Jadi customers juga nggak kaget dan kabur pindah haluan hehehehe 😂
BalasHapusSalah satu usaha saya adalah jual produk, meski bukan produk makanan however penentuan harganya nggak jauh beda dengan poin-poin yang mba tuliskan di atas. Kadang 'kesalahan' yang sering dilakukan oleh penjual produk homemade itu yang dihitung hanya material dan perkiraan untung. Padahal ada perintilan lain seperti marketing, gaji (if one day need workers + plus gaji ownernya), logistik (tenaga kirim, bensin, endeblabla) dan banyak detail lainnya 😁
Lagipula sekarang customers sudah lebih open. Maybe some people tetap cari yang murah, tapi ada pula market yang memang lebih suka harga agak mahal asal terpercaya kualitasnya. So tinggal kembali ke sellernya, mau ambil market yang mana. Though in my opinion, semisal mau sustain bagusnya jangan tonjolkan harga murah, melainkan kejar value dan kualitas produknya 😍 *mungkin ini alasan Oriflame harganya mahal, karena selain lebih mudah diskon, juga untuk jaga value mereka as brand. Biar nggak terkesan murah* -- so it's okay kalau kita jual harga produk agak tinggi dari pasaran. Market akan selalu ada asal kita keep on track dengan kualitas produk kita dan cencunya, kita as owner pun bisa bernapas (nggak hanya dapat capeknya saja) 😁✌️
Eniwei, nice post, mba 😍💕
Nah bener banget say, biar dapat lebih lega banget.
HapusYa maklum daahh, saya dulu terjunnya bener-bener otodidak, dan dulu tuh rasanya informasi belum sebanyak sekarang deh, di tahun 2013an.
Jadi saya nentukan harga bener-bener kayak hitung pekerjaan di proyek hahaha.
Saya juga awalnya bingung, biaya pekerja atau tenaga kok susah ya ngitungnya, nanti-nanti aja, eh ternyata malah jadi kayak boomerang buat diri sendiri, pas ada tawaran reselelr dan semacamnya, bingung ngasih harganya
Masih harus ditambah Rey dari elemen penentuan harga
BalasHapus1. Biaya depresiasi karena nilai barang modal pasti turun dan ini juga harus dicover, misalkan loyang dan oven suatu saat pasti harus diganti, jadi juga tetap harus dicover sehingga pas saat oven rusak, dana itu sudah ada
2. Dana pengembangan, bagaimanapun bisnis harus berkembang dan dalam harga juga produk saat ini harus dimasukkan biasa pengembangan, misalkan untuk menambah alat baru karena kalau tidak ruwet
3. biaya cadangan karena terkadang kerusakan alat atau kegagalan selalu ada, jadi dalam harga harus memasukkan unsur ini juga
4. Biaya operasional karena seperti pergi ke warung atau pasar pasti butuh ongkos dan ongkos ini harus masuk ke dalam biaya produksi, tidak bisa dimasukkan ke biaya rumah tangga
Untuk margin sendiri sebaiknya dipisahkan dua jenis
Gross margin
Net margin
Gross margin itu harus dipotong dengan biaya-biaya seperti operasional, biaya depresiasi, dan sebagainya. Hasilnya adalah net margin.
Nah, net margin itu sebenarnya secara teori masih harus dikurangi biaya pengembangan dan untuk balik modal (BEP), barulah disana akan ketemu net net profit bagi si owner...yang bener-bener memang jatah si owner...Biasanya sih tidak terlalu besar karena sudah dipotong sana sini, tetapi keuntungannya usahanya akan membesar. Bisa juga jatah owner diperbesar, tetapi usaha biasanya perkembangannya tertahan.
Besaran margin yang harus diambil sebenarnya bervariasi, tidak bisa ditentukan secara pasti. Juga harus mempertimbangkan harga pasar dan pesaing, tetapi kalau mau bagus, mungkin harga jual harus 100% atau lebih dari harga produksi. 50% margin sebenarnya akan habis kalau dihitung secara kalkulasi bisnis dan yang produksi bisa ga dapet apa-apa
waaahh tengkiuu Bapak!
HapusIni mah akunting bangeett wakakakaka.
Saya pernah baca nih item-item gini waktu kerja dulu, karena saya sotoy dan kepo, semua bagian saya kepoin, termasuk bagian akunting.
Saya kan penasaran, dari mana mereka bisa menentukan harga sewa alat, di mana perusahaan itu punya alat sendiri, kayak AMP atau buat bikin aspal gitu, alat-alat berat.
Terus dijelasin deh, saya nggak ngerti.
Terus dikasih hitung-hitungannya kayak gitu, langsung saya migren, alhasil saya manut aja dikasih harga fix hahahaha.
Eh siapa sangka, setelah resign saya malah mutusin bikin usaha, seharusnya ketemu lagi dengan perhitungan inventaris demikian :D
Kak Rey, izin menyimak tulisan ini dan komentar-komentar para senior yang lebih berpengalaman. Ilmunya berguna banget ini 😍
BalasHapusThank you for sharing Kak!
Hihihi sila sayyy, siapa tahu besok-besok bermanfaat ya :D
Hapussenang banget banyak yang ngasih masukan juga ke saya :D
Ternyata ribet juga ya mbak Rey,padahal itu untuk 1 produk, kalo udah urusan budget maupun cost untuk suatu produk mesti ada perhitungannya. Dan hal ini harus diperhatikan banget. Makasih sharing nya mbak.
BalasHapusBanget, sama-sama :)
HapusIni mah nggak pake debat-debat lagi Mbak..
BalasHapusAku pun kalau inget jaman kelas 1 SMP dulu, jualan agar-agar di bazar sekolah, nggak pake itung-itungan, jual aja. Walaupun g dapat untung, tapi karena masih anak-anak ya udah sih, asik aja.
Sampai akhirnya jualan pancake duren di kampus. G selengkap Mbak Rey atau penjelasan Mas Anton sih, cuman udah kepikiran banget itu, biaya apa aja yang perlu di cover, terus kita mau dapat untung berapa. Baru deh ini kelihatan hasilnya.
Terus, sekarang aku terapin banget ke si partner yang mulai usaha. Dia sempet ada di fase amburadul perhitungan harga jual. Akhirnya kemarin, pas dia jualan kaos, mulai ngitung-ngitung dengan bener, lumayan lah dapat untung dari penjualannya itu.
Nah iyaaa, anak saya juga selalu ada jualan gini setiap tahunnya, sayangnya kok belum diajarin cara menentukan harga jual, bahkan yang ngerjain mamak-mamaknya hahahaha :D
HapusIya kan, kalau semua biayanya dihitung, meski masih kecil-kecilan, nanti harganya bisa disesuaikan dengan promo :D
Menentukan harga memang sedikit pening.
BalasHapusKalau murah dikiranya barang tidak berkualitas, jika mahal nanti kalah saing
Memang tidaklah mudah, pengalaman saya dalam berdagang seperti itu
Semisal saya jual minuman aqua galon dengan harga 15ribu, pembeli curiga. dikiranya tidak asli, karena dipasaran harga aqua 18ribu keatas.
Pembeli tidak tahu, jika saya belanjanya langsung dari agen aqua, tangan pertama gitulah.
TApi kalau saya jual ngikutin pasaran, jelas tidak mungkin, karena saya stock aquanya ratusan :D, bakalan lama habisnya.
Teman saya ikut sejenis kayak MLM, dengan jual produk mahal ,tapi herannya bisa aja, bahkan barangnya laku dan laris manis. Mungkin sudah bakatnya jadi salesmen.
Pakai cara promo Mas, hahaha.
HapusMisal beli 2 dapat potongan harga, atau semacamnya.
Karena udah karakter pembeli kayak gitu, murah dikira murahan, mahal pada kabur hahahaha.
Kalau MLM itu ibarat jaring, semangatnya saling berkaitan, jadi jualannya rame-rame, makanya jadi lebih pede :D
produk dikit dan produk banyak .... keuntungan banyak tapi sedikit, atau keuntungan sedikit tapi banyak>>>>
BalasHapustergantung produk, kapasitas, dan pasar yang ditarget.
HapusKesemuanya mungkin menghasilkan jumlah keuntungan yang sama kalau datanya diketahui 😇😇
Dan juga tergantung seberapa jangka panjangnya sih.
HapusMaksud saya di atas menentukan harga buat jangka panjang.
Masalah keuntungan yang akan diambil, sebisa mungkin udah dihitung dengan baik, kasih space yang lebar buat kita bisa bernafas ngaturin keuntungan yang kita ambil saat marketing dengan berbagai cara :)
penjelasan temen temen diatas membuka pikiranku, karena belum ada bisnis mandiri sendiri jadi belum sampe itung-itungan harga jual produk
BalasHapusselama ini cuman bisnis rumahan keripik pisang,, itupun yang bikin harga ibuku sendiri, aku ngikut aja :D
Bisa dibantu ibunya buat ngitungin harga jualnya Mba Inun :D
HapusBiar makin berkembang usaha keripiknya :D
Aku harus belajar dari papaku gimana cara dia nentuin harga2 dari roti2 di bakery shops nya :D. Selama ini aku jrg cari tau kalo ttg pricingnya itu :D.
BalasHapusBtw Rey, sayang amat ga dijual lagi brownies nya.. eh tp seandainya msh dijual, dikirim ke JKT rusak ga yaaa? Pengeeeen hahahahaha. Itu ada rasa keju yaaa? Kayaknya td gbrnya pake keju gitu.
Mudah mudahan ga bisa dikirik 🤣🤣🤣 #dendam dipamerin makanan terus tapi ga bisa nyobain 🤣🤣🤣
HapusSuseh yah..tukang roti mah sampe ngamatin masalah keju, walau seneng nih kalo ketemu tukang roti kayak gini .. ga tau harga 🤣🤣🤣
hahaha semua menyayangkan Mba, tapi memang kalau nggak hobi tuh, sekali bosan, ya sulit buat mulai lagi.
HapusPadahal udah banyak yang terbentuk loh dari bisnis yang saya bangun sendiri itu.
Jadinya cuman dapat ilmunya doang :D
Bisa banget Mba, itu dulu udah dikirim ke mana-mana.
Sampai ke Lombok.
Padahal di tahun 2013 itu pengiriman belom secanggih dan sebanyak sekarang.
Brownies beku itu lebih awet, tahan 5-7 hari di suhu ruang dan sebulan bahkan 3 bulan di freezer :D
Yang bikin saya males bangkit itu, saya nggak kreatif cari kemasannya, padahal harganya lumayan mahal, setidaknya kemasannya kudu yang terlihat mevvah gitu :D