Jadi, sebenarnya tak perlulah kita terlalu larut dalam kesedihan, karena masih ada banyak sahabat.
Sudah malam, nggak sengaja ketika sedang menanti loading di google classroom si kakak, buat nyetor tugasnya, sembari menanti saya buka medsos facebook.
Sudah malam, nggak sengaja ketika sedang menanti loading di google classroom si kakak, buat nyetor tugasnya, sembari menanti saya buka medsos facebook.
Dan tanpa sengaja saya membaca tulisan seorang teman facebook.
"Teman saya itu banyak, tapi saat saya susah, tiba-tiba semua teman lenyap"
Ya nggak plek kayak gitu sih, tapi intinya seperti itu.
Wow, saya jadi teringat postingan Creameno tentang sahabat, di mana sebenarnya kita tidak boleh langsung berasumsi, tanpa pernah mencari tahu terlebih dahulu.
Tapi kembali lagi, saya tidak mungkin akan mendikte sahabat dunia maya, karena saya tidak berada di posisinya, dan tentu saja tidak tahu secara jelas keadaannya, jadi bisa saja dia punya alasan menuliskan seperti itu.
Dunia Yang Selalu Adil
Saya kadang merasa, kalau dunia itu nggak adil, bahkan di setiap pertanyaan psikolog, selalu ada bagian yang menanyakan,"Setujukah kamu jika dunia itu memang tidak adil?"
Dulu saya merasa kalau sangat setuju.
Kadang saya berpikir, dunia itu tidak adil, karena menempatkan saya pada korban yang tak berdaya, di mana kadang pelaku malah jadi seorang korban yang harus dikasihani.
Semacam playing victim oleh kehidupan.
Namun seiring waktu, saya jadi bisa mengerti, kalau sebenarnya dunia itu tidak benar-benar tidak adil, semua ketidak adilan yang kita rasakan itu, hanya karena kita terlalu memetakan pandangan kita terhadap kesulitan kita saja, hingga lupa melihat hal-hal positif lainnya, yang antri mendatangi kita.
Seperti kehidupan saya.
Sejak kecil, saya selalu berhayal punya orang tua yang berada.
Saya sering sekali iri melihat teman-teman yang punya orang tua yang 'lengkap'.
Lengkap menurut saya itu adalah, ayahnya bekerja, ibunya di rumah mengasuh anak-anaknya dengan penuh kasih sayang (iyaaaa, saya anaknya patriarki dalam penilaian banyak wanita banget, hahaha)
Saya sering iri melihat teman-teman yang ke sekolah dengan keadaan gembira.
Perut kenyang karena dimasakin sarapan yang enak.
Baju bersih dan rapi.
Rambut dikepang dengan rapi.
Sementara saya?
Baju udah bersih aja Alhamdulillah, saking mama sibuk banget karena kudu kerja cari uang juga.
Saya ingin bapak aja yang kerja punya gaji, mama di rumah aja mengasuh kami, jadi kami bisa pulang sekolah dengan gembira karena membayangkan makan siang yang lezat telah menanti.
Yang ada, saya dulu pulang sekolah lalu kelaparan menanti mama pulang, saking belum ada yang masak, hahaha.
Waktu berlalu, ketika bapak teman-teman saya mulai kecantol wanita lain, dan ibu mereka sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia karena sakit hati.
Sementara mama saya masih tegar dengan keadaannya.
Tiba-tiba saya bersyukur, untung mama saya kerja, kalau enggak, mungkin saja saya berada di posisi teman-teman saya yang saya irikan waktu dulu.
Di mana akhirnya mereka harus rela hidup dengan ibu tiri yang menguasai harta ayahnya.
Saya mulai merasa, dunia itu adil.
Semua diberikan porsinya masing-masing, dan semua pernah merasakan bahagia juga kesedihan.
Juga pada postingan saya beberapa hari yang lalu, di mana saya bercerita betapa orang tua saya yang sangat diktator ketika saya kecil dulu, sering banget mukul betis saya sampai biru.
Tapi begitu demokrasi dan memberikan kebebasan kepada anaknya tanpa batas setelah dewasa. Bebas memilih kuliah di mana termasuk kuliah Tehnik Sipil di Surabaya, bebas memilih jodoh sendiri.
Lalu membaca komentar teman-teman yang tidak 'seberuntung' saya.
Hal itu membuat saya semakin sadar, bahwa dunia itu adil, karena dunia ciptaan sang Maha Adil.
Sahabat Yang Selalu Melengkapi
Yang paling terbaru adalah, ketika saya menikah.Di saat orang lain mengeluhkan punya mertua yang dzalim.
Saya hadir sebagai seseorang yang beruntung, tidak dikaruniai keluarga suami yang sadis seperti kisah lainnya.
Keluarga suami saya, bahkan mertua saya mungkin tidaklah sempurna seperti yang saya butuhkan, tapi saya termasuk beruntung karena tidak merasakan langsung hal-hal ekstrim yang dirasakan menantu lainnya.
Dan yang lebih bikin terharu adalah, saat suami yang merupakan tempat bergantung saya satu-satunya, separuh jiwa saya, separuh nafas saya, sekarang berubah menjadi seseorang yang sangat tega terhadap saya.
Hadirlah banyak sahabat yang selalu menyertai, menghibur dan peduli pada saya.
Iya, sahabat sesungguhnya tidak selalu meninggalkan kita, kadang kitanya sendiri yang menutup diri dan hanya berasumsi yang tidak-tidak.
Sahabat lama saya memang saat ini jarang lagi berinteraksi dengan saya.
Tapi juga bukan semata salah mereka, memang sayanya yang menutup diri karena merasa tidak mau membagikan kesedihan saya kepada orang lain.
You know what i mean..
Saat membagikan kisah ke sahabat melalui jalur pribadi, itu berarti saya harus rela membuka semuanya, dan saya merasa tidak nyaman akan itu, makanya saya memilih menutup diri dari sahabat-sahabat dekat saya dulunya.
Meskipun demikian, saya beruntung karena sahabat-sahabat yang saya kenal dari dunia maya pun, tak kalah rasa pedulinya ke saya.
Dari teman-teman blogger, yang tak pernah lelah menyemangati saya dari kolom komentar, hingga email.
Means a lot banget buat saya.
So, saya merasa terberkahi dengan adanya sahabat-sahabat.
So, saya merasa terberkahi dengan adanya sahabat-sahabat.
Dan saya merasa tidak pernah ditinggalkan sahabat.
Karena sahabat itu sebenarnya luas.
Dan sahabat adalah yang paling baik adalah, yang tidak memaksa satu sama lainnya menjadi seperti yang kita inginkan.
Jadi, kadang memang kita lupa, saat kita susah dan sahabat belum bisa membantu, kita udah kecewa duluan, dan menganggap sahabat meninggalkan kita saat susah.
Padahal, bisa jadi memang sahabat kita itu belum bisa membantu, dan Allah bakal hadirkan bantuan itu dari pintu lainnya.
Sayangnya, kebanyakan dari kita sudah berasumsi memutus semua persahabatan, oleh kekecewaan kita, saat sahabat tidak bisa selalu seperti yang kita inginkan.
Etdaahhh, mengapa cobak si Rey bijaaaakk banget kalau masalah sahabat yak?
Coba gitu si Rey bisa sebijak ini terhadap suaminya yak.
Mungkin nanti kali yak.
Suatu saat nanti, saya bisa sebijak ini menghadapi lelaki itu.
Saat saya dan dia sudah menjadi just friend.
Eaaakkk
Kaboorrrr, hahaha.
So temans, ada yang saat ini merasa kecewa dengan sahabat?
So temans, ada yang saat ini merasa kecewa dengan sahabat?
Ajak komunikasi yuk sahabatnya.
Jangan sampai hubungan bertahun-tahun hancur hanya karena asumsi dan sekali saja sahabat tak kuasa seperti yang kita inginkan.
Sidoarjo, 17 Oktober 2020
Weih, apa saya yang pertama baca ini? Ndingaren. Hehehehe.
BalasHapusSoal sahabat yang meninggalkan, tepat persis dengan yang Mbak Rey uraikan. Saya mengalaminya sendiri.
Mulanya saya menggumam dalam hati, kok bisa yaa, tak ada datu pun yang menghibur saya, sementara pada orang kain mereka ramai-ramai bersimpati.
Ehhh, setelah saya pikir ulang, ternyata saya sendiri yang tak pernah bercerita kalau sedang gundah bin resah.
hahahaha, lagi kejedot kayaknya Mba :D
HapusNah iya, kadang kita menuntut dimengerti, tanpa kita sadari orang lain nggak bisa baca hati kita kalau kita nggak ngomong :D
Sahabat saya selalu berada di sebelah saya Rey. Sejak menikah, saya hampir setiap hari bersama sahabat saya. Kondisi yang menyenangkan bukan?
BalasHapusKadang dia bikin bete bikin kesel, kadang saya yang bikin kesel dan bete dia. Kadang dia bikin saya kecewa, kadang saya bikin dia kecewa..
Tapi tidak sedikit kebahagiaan yang kita bagi selama bersama.
:-D :-D
(Istri saya sahabat saya, kenapa harus mencari sahabat yang lain?)
Mantaflah mas Anton👍👍
HapusKok malah aku yang meleleh membaca tulisan Kak Anton ini 🤭
HapusTapi beneran so sweet sekali kata-kata Kak Anton 😍
Mantuuuul bosss :)))
HapusAwwwww... so sweet Bapak, awas nanti dikerubungi semut hahaha.
HapusIdaman banget tuh Pak, semoga selalu bersama hingga tua nanti, berdua saling mengenang masa-masa indah yang telah berpuluh tahun terlewati :)
Sahabat itu seperti mata dengan tangan,
BalasHapusBila tangan terluka, mata menangis... dan,
Bila mata menangis, tangan menghapusnya.
Jadi, sahabat adalah dia yg paling mengerti tentang saya, dia yg selalu menyisakan wkt utk duduk bersama saya, tanpa menghitung hari....
Sahabat adlh ladang hati yang ditaburi dg kasih, dan keperluan jiwa... ah, si Ike mulai lagi deh 🤗
Iya, sebenarnya kita gak perlu cari sahabat jauh2, salah satunya adl pasangan kita spt mas Anton bilang...
Tapi, sebenarnya msh ad sahabat2 lain yg mba Rey tulis di artikel ini.
Slm sahabat, slm hangat. Sehat, n kuat sll menjalani hari2mu yaaaa...
Awwww... you are sahabat terindah Mbaaa :*
HapusKak Rey, kita sehati kalau dalam masalah curhat. Aku juga tidak suka mengumbar kesedihan kepada teman-teman meskipun yang dekat sekalipun. Mungkin karena ini juga, teman-teman jadi merasa kurang gimana gitu sama aku, kali ya? Sebab lebih sering mereka yang curhat ke aku dibanding aku ke mereka. Bukannya aku nggak percaya, hanya saja aku memang nggak suka curhat-curhat 😂
BalasHapusApalagi semenjak ada *uhuk* pasangan, aku lebih suka cerita ke pasangan walaupun kadang kayak nggak didengar tapi lebih nyaman karena rasanya, dia yang paling mengerti 😂
Oiya, satu hal baru yang baru aku sadari, kalau cerita atau curhat dengan teman-teman blogger rasanya lebih enak dan nyaman hahaha.
Semoga Kak Rey dan sahabat-sahabat Kakak selalu berhubungan dengan baik ya :D
Juga, semoga aku dan Kak Rey bisa berteman untuk waktu yang lama 🤗
aamiin :)
HapusNah iya, sahabat-sahabat saya juga masih sering curhat sih, meski nggak seintens dulu, biasanya mereka curhat kalau bener-bener bingung.
padahal saya juga nggak ngasih solusi berarti, mungkin saja mereka hanya butuh didengarkan.
tapi kalau saya, kecuali ditanya baru curcol hahahaha
Hehehehe, memang paling asik kalau kita nggak usah asumsi apa-apa dan nggak punya ekspektasi apa-apa :D jadinya kita nggak akan sedih kalau sahabat kita sedang berhalangan untuk membantu kita hehehehehe.
BalasHapusSaya pun merasa dunia ini adil, meski kadang kalau lagi kesal, ada masanya berpikir dunia nggak adil pula hahahaha. Tapi in general, saya percaya Tuhan adalah YANG TERMAHA ADIL, jadi saya yakin kalau kita sudah diberikan hidup sesuai porsi kita masing-masing, dan tugas kita adalah menjalaninya dengan baik :3
Thankfully, saya nggak ada masalah sama sahabat-sahabat saya, mungkin karena kami punya ikatan kuat dan terjalin dalam waktu lama, jadi kami bisa saling mengerti karakter dan belajar menerima serta berusaha mendukung sebaik yang kami bisa :D
hahaha, semoga saya bisa menarik pola pikir itu untuk disematkan ke pasangan juga, meskipun masih berpikir, aneh juga ya kalau kita nggak punya asumsi dan ekspektasi apa-apa ke pasangan.
HapusCuman memang kayaknya perlu juga sesekali, meski takutnya keterusan hahahaa
Sahabatku yang dulu satu per satu mulai menjauh, Mbak Rey. Bukan maksud mereka gak peduli lagi dengan keadaanku. Tapi memang kondisi mereka yang mengharuskan mereka seperti itu. Mulai punya kesibukan sendiri-sendiri. Ada yang sibuk ngurus anak, ada yang sibuk kerja. Bahkan aku secara gak sadar juga mulai menjauh dari sahabat-sahabatku karena kesibukan yang aku miliki sendiri. Aaaaaah, jadi kangen merekaaaaa😔
BalasHapusKalau udah nikah, apalagi kalau udah mamak-mamak emang gitu say, memang akhirnya sibuk masing-masing :D
Hapusapakah hidup ini adil? Pertanyaan ini juga saya dapatkan dari novelnya Tere Liye dengan judul Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Dalam novel itu, ada lima pertanyaan dari si tokoh utama, yg mempertanyakan keadilan hidup yg dia alami. JAwaban di akhir cerita adalah benar. Hidup itu memang adil, terlepas bagaimana kejadian-kejadian yg kita alami..
BalasHapusWhat a story, sumpah habis baca novel ini, setelah dibawa diaduk-aduk dengan berbagai skenario kehidupan. Yups, dunia ini adil terlepas dari berbagai jalan dan cara yang kita lalui
Hapusyaa gitu emang kece banget deh Bang Tere Liye. Aku juga menonton film nya, tapi agak sedikit kecewa. Filmnya kurang greget dibanding novelnya :D
HapusPilosofis, kira kira memang persahabatan itu penuh liku liku, dan semuanya dapat di terima sebagai hal normal karena waktu kebersamaan itu adalah dunia itu sendiri...
BalasHapuskalau ngomongin sahabat mah the best friend forever
BalasHapuswaktu kuliah nggak nyangka kita semua deket, keluar bareng (tergantung sikon juga), cowok cewek melebur jadi satu, dulu belum ada WA, beruntung sekarang ada WA, jadi temen temen satu kelas jaman kuliah dijadiin satu disana buat komunikasi, untung juga ada facebook jaman segitu
meskipun punya kontak WA ya tetep ga sering WA an juga, kadang say hi, kadang kalau aku sempet, dulu balik ke malang cuman buat silahturahmi, gitu aja udah senengggggg, karena terpisah kota dan udah sekian lama ga ketemu
nahh kan jadi pengen ke malang deh habis baca ini, hiks. udah agak lama kangen malang, pengen sambangin mereka, kangen sama keluarganya juga. ku jadi bingung dengan pandemi ini, mau naik transport umum, masih ribet urusan rapid, mau nyetir sendiri kok ya jauh hahahaha
Jujur aku udh ga expect banyak terhadap org lain Rey. Orang2 yg dulu menjadi sahabat, rasanya sekarang udh jauh juga dari aku :). Jd kalo ditanya siapa sahabatku skr, aku lgs bilang pak suami. Aku pun ga terbuka LG Ama temen2. Rasanya kayak ada jarak. Kami ga bisa sedeket dulu. Tapi aku jg udh males utk mencoba Deket lagi. Kayaknya bgs seperti skr. Jd temen biasa aja, ga perlu sahabat :D. Cukuplah aku ngaduin semua masalah ke Pak suami. Tapi kalo seandainya kami sdg ribut dan aku ga bisa curhat, ya berarti 1-1 nya tempat aku ngadu ke Atas ajalah :).
BalasHapus