Membuat saya jadi merenung, betapa beratnya kedudukan menjadi orang yang menjabat di sebuah posisi apapun.
Terlebih di posisi pemerintahan, yang notabene akan berurusan dengan duit yang nggak tanggung-tanggung jumlahnya.
Dan lucunya, ketika pemilihan umum atau sejenisnya, berlomba-lomba orang melakukan segala hal demi terpilih menjabat di sebuah posisi pemerintahan.
Hhhhh....
Entahlah saya mau salut, atau gimana.
Tapi sungguh, menurut saya, hal yang paling berat menjabat di sebuah posisi pemerintahan itu ya, menghindari korupsi.
Dan bukan hanya korupsi, termasuk di antaranya kolusi dan nepotisme.
Sudah menjadi rahasia umum, yang namanya korupsi, kolusi dan nepotisme itu udah mengakar banget, bahkan sejak kita kecil, kita udah dihadapkan dengan yang namanya KKN.
Dari hal-hal yang kecil, menyalahi hati nurani, dengan berbagai alasan.
Mulai dari alasan, ah hanya segini kok.
Sampai alasan, kan ini termasuk bagianku.
Hingga..
Ah, yang lain juga udah ngambil porsi masing-masing.
Seram ya.
💖💖💖💖💖
Saya sendiri, termasuk seseorang yang sudah berhadapan dengan yang namanya KKN sejak masih kecil.
Meskipun yang paling membekas tuh adalah nepotisme.
Di mana, hal tersebut membuat saya jadi invisible, karena bapak saya bukanlah pejabat, dan kedua orang tua saya, nggak suka bersilaturahmi, hahaha.
Iya, meskipun orang tua saya hanyalah orang biasa, tapi sesungguhnya keluarga mama maupun bapak juga banyak yang bisa dibilang orang terpandang, terutama keluarga bapak.
Tapi, mungkin karena saya mewarisi sifat gengsi dan idealis dari bapak juga.
Di mana bapak saya tuh pantang mau 'mengemis' kepada siapapun, terlebih kepada keluarga terpandang, kecuali orang tersebut yang mau meliriknya duluan.
Dan demikianlah, saya di masa kecil, tumbuh jadi anak yang invisible, namun saya bersyukur, karena itu hidup saya jadi bisa lebih mudah menjauhi KKN.
Hingga saat ini, biar kata kalau dilihat secara kacamata awam, khususnya bagi sebagian besar keluarga besar kami, saya adalah sosok orang yang gagal.
Udahlah waktu kecilnya selalu membanggakan orang tua dengan nilai yang membanggakan, kuliah tinggi-tinggi ngabisin duit, ujung-ujungnya jadi IRT, hahaha.
Lucky me juga saya hidup jauh dari keluarga besar orang tua, jadi telinga saya aman dari omongan langsung seperti itu, kecuali melihat dan mendengar dari kakak saya yang kadang keceplosan, hehehe.
Namun, sepenglihatan orang lain bahwa saya gagal, ada rasa bangga untuk itu, karena kegagalan saya di mata mereka, adalah pilihan saya sendiri, dan hasil berdiri di atas kaki saya sendiri, tanpa campur tangan siapapun, termasuk orang tua saya sekalipun.
💖💖💖💖💖
Masih teringat, ketika naik kelas lulus SMP, saya dipaksa masuk SPK, karena dulu tuh perawat jarang, rata-rata lulusan perawat langsung diangkat jadi PNS, seperti mama saya.
Akan tetapi, ketika lulus SMP, usia saya belum cukup, dan ternyata tante saya masih belum puas, saya disuruh kembali mendaftar SPK ketika naik kelas 2 STM, dan syukurlah saya nggak lulus, hanya kakak yang lulus.
Dengar-dengar memang dibuat seperti itu, karena kelulusan di SPK saat itu ada 'embel-embelnya', dan orang tua saya nggak mampu, kalau kudu nyiapin 'embel-embel' buat 2 orang.
Kakak saya akhirnya mengulang kembali kelas 1 SPK, dan saya gembira tetap meneruskan kelas 2 STM, dan dibalik itu, saya bahagia, karena saya bebas dari 'embel-embel', hurrayyy...
Demikian juga, setelah lulus STM, saya nekat tidak mau mengikuti kata-kata tante yang memang selalu suka mengatur kami, karena dulunya beliau yang mengatur mama, lalu dikira saya juga kayak mama kali ya.
Lucky me, bapak saya pemuja kebebasan memilih buat anak-anaknya, dan membiarkan saya berangkat test UMPTN di Kendari, daaannn saya gagal, hahaha.
Om dan tante saya cuman nyengir sambil bilang, kalau itulah mengapa jadi anak kudu dengarin kata orang tua, karena kalau saya mendengarkan mereka, saya bisa di'titip'in di orang yang berpengaruh di Kendari.
Waoo, saya bersyukur nggak mau nurut, jadi saya 2 kali lolos KKN, hahaha.
Lalu, ketiga kalinya adalah ketika saya menolak pulang ke Buton setelah lulus kuliah, saya menghabiskan bertahun-tahun setelah lulus dengan hati yang dongkol, saking setiap kali ditelpon keluarga di Buton, cuman masalah PNS di Butoooonnn aja yang dibahas.
Even saya udah menikah dan punya anak dong.
Sampai ketika saya udah bosan, dan saya mengajukan syarat, bahwa saya mau pulang, tapi mereka kudu pastikan kalau si paksu juga bisa jadi PNS.
Dan tentu saja mereka menolak, karena anak mereka adalah saya, bukan paksu, hahaha.
Sampai akhirnya usia saya udah mulai say babay pada kesempatan jadi PNS, barulah saya sedikit bebas dari tuntutan pulang jadi PNS itu.
Dan saya bersyukur, biar kata nggak jadi PNS dan nggak dipandang hebat kayak kakak saya, setidaknya saya lolos dari KKN.
💖💖💖💖💖
Sebenarnya, yang namanya KKN itu ada di mana-mana, di mulai dari hal yang kecil.
Kayak saya kerja dulu, ketika akhirnya saya bisa menjadi kesayangan bos, tiba-tiba saya sering mendapatkan amplop dari klien.
Ke proyek buat mengawasi pekerjaan, didekati dan dikasih amplop.
Apalagi pas mau opname pekerjaan (menghitung volume pekerjaan di proyek).
Duh, para klien, baik mandor hingga suplier udahlah bermanis ria.
Dan tebak, saking mereka bermanis ria, saya pernah loh terjebak sekali dalam KKN, dan guess what apa yang mereka kasih ke saya?
ES KRIM, bahahahahaha.
Ooomaiiigoott! hahaha.
Si Rey, dikasih amplop, ditolak.
Giliran dikasih Magnum yang udah mencair pun, mau, bahahaha.
Besoknya, si yang nyogok, minta volume di up, hadehhhh....
Sejak saat itu, menjelang opname pekerjaan di proyek, saya selalu mampir dulu ke Indoapril eh IndoAlfa buat beli cokelat.
Jadi kalau ada yang mau nyogok es krim atau cokelat lagi, saya tinggal nyodorin.
Yeeeee.... saya juga bisa beli sendiri kaleeeeee! hahahaha.
Btw, ketika kerja dahulu, saya sering banget jadi kayak KPKnya proyek, setiap kali ke proyek selalu dimusuhi.
Dan setiap kali meriksa nota pekerja, semua pengen menggetok kepala saya, hahaha.
Di situlah, saya tahu, betapa KKN itu udah kayak kebiasaan yang membudaya gitu.
Di mana, banyak orang yang menganggap kalau korupsi kecil-kecilan itu wajar.
Alasannya, perusahaan udah dapat untung banyak, dan perusahaan pelit ama karyawan.
LAH, NAPE SITU MASIH MAU DIPELITIN MALEEHHH!!!!!
Ye kan?
Dan percayalah, kalau udah dihadapkan dengan masalah kayak gitu, biar kata sepele, misal puluhan ribu, rasanya saya pengen mojok aja di bawah meja, saking bingungnya.
Ye kan, hari ini, make uang perusahaan puluhan ribu, besok-besok ratusan ribu, lusa-lusa jutaan.
Dengan berbagai alasan.
Pusing saiah!
Ini sama aja dengan kolusi maupun nepotisme.
Yang namanya kolusi, itu banyak banget di sekitar kita.
Apalagi kalau kerja di proyek pemerintahan.
Dari awalnya aja, semua udah lengkap dah, dari korupsi, kolusi hingga nepotisme.
Dan awalnya memang kecil-kecilan, ketika hal yang kecil dimaklumi, makin lama berubah jadi makin besar.
Nepotisme sendiri yang paling terlihat tuh ketika saya di Buton.
Oh bukan...
Bukan di Buton separah itu, di mana saja sama kok, hanya saja Buton adalah daerah yang kecil, jadi lebih bisa terlihat mencolok.
Kakak saya, kerja di RSUD BauBau.
Dan karenanya, saya sering banget mendapatkan inbox dari beberapa teman FB, bertanya nomor telepon kakak saya.
Ketika saya tanya buat apa?
Katanya ada sodaranya yang masuk RS, dan pengen hubungi kakak saya, biar dilihatin.
Katanya ada sodaranya yang masuk RS, dan pengen hubungi kakak saya, biar dilihatin.
Dilihatin kayak apa tuh maksudnya? hahaha.
Memangnya kalau nggak ada keluarga di RS bakal tidak dilayani?
Dan tahu nggak sih, itulah penyebab mengapa beberapa pasien merasa dicuekin di RS, ya gara-gara faktor yang punya keluarga di sana yang didahulukan.
Parahnya lagi, semua orang di sana merasa itu udah memang yang seharusnya, di mana itulah manfaat dari punya keluarga yang kerja di situ.
Saya jadi ternganga?
Hah?
Oh bukan hanya orang sana kok, di Jawa juga banyak seperti itu.
Hanya saja, keluarga paksu memang nggak ada yang di pemerintahan seperti keluarga saya.
Tapi, dulunya mereka punya sodara yang kerja di administrasi sebuah RS.
Dan tebak apa yang mereka lakukan ketika sakit?
Menghubungi saudaranya itu, agar bisa lebih diperhatikan di RS tersebut.
Etdaaahhh, terus apa kabar yang nggak punya sodara?
Orang sama-sama bayar loh!
Ada pula hal yang bikin bete ketika di Buton.
Ada pula hal yang bikin bete ketika di Buton.
Di mana, yang namanya pejabat dan keluarganya berlapis itu harus dihormati.
Itu dah yang bikin sebal.
Misal kita antri di bandara.
Semua dilarang masuk.
Lalu tiba-tiba datang rombongan, kucuk..kucuk langsung masuk begitu saja.
Dongkol dong yang antri, lalu tersiar kabar bahwa,
"Itu sodara 10 kalinya bapak Anu, tadi istrinya bapak Anu udah telpon biar keluarganya diperhatikan!"
What deeee.....!!!!!!!
Itu bandara milik umum woiii, bukan punyanya bapak Anu itu!
Itu bandara milik umum woiii, bukan punyanya bapak Anu itu!
Doohhh, bisa cepat strooke deh saya kalau kebanyakan melihat hal-hal demikian, hahaha.
Sidoarjo, 7 Desember 2020
💖💖💖💖💖
What i'm trying to say melalui post gaje ini adalah, betapa kasus orang-orang yang terkena kasus korupsi, maupun kolusi hingga nepotisme itu mengingatkan saya, bahwa... apa yang saya jalani sekarang, sesungguhnya adalah yang terbaik buat saya.
Karena dunia luar sana memang kurang cocok dengan orang seidealis saya.
Oh... bukan berarti saya super idealis banget sih.
Sesekali saya membayangkan, enak juga ya kalau jadi punya banyak kesempatan, gara-gara nama besar keluarga.
Namun, saya bersyukur, Allah menjauhkan saya dari hal tersebut.
Dan semoga, saya bisa mengajarkan anak-anak, agar say no KKN, dan tak ada kompromi sekalipun!
Karena KKN kecil-kecilan, suatu saat bakal menjadi besar.
How about you, temans?
Sidoarjo, 7 Desember 2020
real dan berusaha ditutupi oleh oknum oknum tertentu..
BalasHapuskenyataan yang dibilang hoax...
kadang yang kita lihat bersih, belum tentu bersih banget mbak. seperti kedua menteri dari negeri para bandit
Saya rasa hampir semua orang tanpa sadar pernah melakukan KKN baik yang kerja di pemerintahan ataupun bukan walaupun cuma KKN kecil-kecilan
BalasHapusBetul banget Suhu..😊😊 Sungkem Huu.🙏🙏
HapusTergantung definisi KKN-nya dan sudut pandang KKN yang dipakai. Bagaimanapun masyarakat Indonesia terbiasa dengan KKN, kadang tidak berniat pun sering dipaksa melakukan.
HapusContohnya, bikin KTP.. niatnya pakai jalur normal, tetapi 6 bulan tidak selesai, akhirnya karena butuh banget memberi tips kepada si eptugas, KTP selesai dalam 2 hari.. (ini banyak terjadi loh).
Apakah si pemberi tips melakukan KKN? Karena sistem yang penuh orang kolutip, si pembuat KTP kepepet karena resiko rugi kalau KTP ga selesai bisa lebih parah..
Nah disana apakah ia melakukan KKN atau tidak?
Yaa udah nggak kaget saya dengar yang seperti itu..🤣 🤣 🤣
BalasHapusSaya lulus kuliah ngelamar pekerjaan nggak diterima disemua Instalasi pemeritahan....Giliran suruh bayar 80 Juta...Pasti lolos seleksi... Karena nggak punya uang akhirnya saya jadi pengangguran tulen..🤣 🤣 🤣
Makanya Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan bla2 lainya di negara kita ini sudah mendarah daging sampai keakar2nya... Gimana tidak lha mereka kerja diinstalasi pemerintahan bayar kok... Jadi pada minta balik modal...Nggak berhasil yaa korupsi solusinya..🤣 🤣
Instalasi hukum saja bisa membebaskan maling kelas kakap kalau ada uangnya...Dengan alasan anu2 ...🤣 🤣 🤣
Baca artikel ini saya jadi teringat kasus Gayus... Pejabat pajak yang kena kasus korupsi miliyaran... Sampai akhirnya ditahan ditempat yang dijaga ketat dan berlapis-lapis. Tapi faktanya dia masih bisa bebas keluyuran nonton Golf..🤣 🤣 🤣
Karena Marko Brimob tidak jauh dari tempat kerja saya, Saya tanya pada perwira yang sudah bintang 3... Tentang masalah Gayus... Jawabnya bukan bagian saya dan urusan itu saya tidak tahu-menahu..🤣 🤣 Bisa begitu, 🤣 🤣 Giliran ngobrol politik hafal banget sampai dalem2nya.🤣🤣
Yaa beruntung saya tidak suka dengan hal yang berbau korupsi dan sekutunya.... Dan bersyukur juga bisa sedikit menciptakan lapangan pekerjaan, Jadi setidaknya nggak terlalu ruwet dengan yang namanya ngebahas korupsi yang sebenarnya nggak pernah kelar2 kasusnya... Malah makin bertambah.🤣 🤣
setuju sih kalo dibilang kkn ini emang udah jadi penyakit orang Indonesia sejak kecil.
BalasHapuskalo menurut saya kenapa masih banyak yang terjerat korupsi padahal awalnya baik-baik saja? karena mereka tak mampu menjaga amanat. kata pepatah, semakin tinggi pohon maka hembusan anginpun semakin besar
Di negaraku tercinta ini, memang udah gak aneh lagi mendengar 3 kata itu...
BalasHapusDari atasan - bawahan, kota - desa, pasti ketemu 3 kata itu KKN...mmmm begitulah..
Udah susah kayaknya...
Menurutku pelajaran dasar udah mulai sedini mungkin diajarkan orang tua di rumah. Untuk anak2 tentang menjauhi 3 kata itu.
Dengan harapan kelak mereka gak sampai terjerat.
Aku paling males liat berita tentang korupsi, dll itu..
Dengan bangganya mereka dadah2, sama wartawan,
Udah gak ada malunya.
Mereka menari2 di atas penderitaan banyak orang...
War biasa... hukuman yg setimpal.
Berdoa, semoga kita dijauhkan dari 3 kata itu.
BTW ada yg baru di artikel ini, [pake hati utk memulai paragrap baru]😊
Salam sehat to mbak Rey n anak2.
yang dibilang pak anton juga pernah aku lakukan :D
BalasHapusternyata hampir di seluruh indonesia, keluarga yang PNS pasti punya "jatah" untuk masuk juga ya. orang tuan aku PNS, tapi ketika banyak orang bilang kenapa ga masuk kantor bapakmu aja, lah wong saya ga suka jadi PNS hehehe
tetangga ada yang seorang pejabat dinas, waktu itu adik agak kesulitan nemuin pemilihan sekolah ketika ikut tes PNS, ternyata sekolahnya udah mau bubar jalan,sepertinya list daftar sekolah yang dibuat Bupati juga nggak apdet, dan bapak minta tolong ke tetangga buat dicariin sekolah atau jalan keluar.
berita soal mensos ini bikin orang biasa kayak aku gedeg gedeg ga percaya, ternyata beneran. tergantung individunya juga nih biasanya, apalagi kalau udah dapet bisikan....:D
Aku bersyukur papa orangnya sangaaaaaat fanatik terhadap agama, dan dari kami masih sekolah, berkali2 sampe kayaknya nih kuping jd kebal, Krn ceramahny sama, ttg integritas. Jangan pernah sekalipun ambil hak orang lain walo hanya sedikiiiiit aja. Gpp gaji kecil, asalkan itu halal. Papa dulu sempet kerja di oil company di Aceh, sebagai head of maintenance segala macam peralatan di pabrik. Srg berhubungan Ama tender2 besar, daaan sering banget didatangin Ama partner2 perusahaan supaya bisa dimenangin tender :D. Tapi semuanya papa tolakin.
BalasHapusPas lebaran, ga keituuuuuuung Rey banyaknya parcel yg DTG ke rumah dari partner2 kantor. Sebagai anak2 kami happy, pas liat isinya, tapi Ama papa, semuanyaaaaa, ga tersisa sedikitpun, dipulangin lagi hahahahahaha. Dan aku Ama adek2 gigit jari. Eh pernah loh mama nyembunyiin 1, Krn isinya kristal.. pas papa tau, marahnya luar biasa -_- . Kristalnya dibanting ...
Dan 1 yg slalu papa bor ke kuping kami, dia selalu ksh liat bukti nyata, apa yg didapet kalo selamanya kita hidup jujur. Alhamdulillah kami jrg dapet masalah besar, sakit juga yang bukan parah, bersyukur setelah papa pensiun rezeki malah makin nambah, dan segala macem berkat lain. Semnetara bberapa temen Papa yg dia tau sesekali menggelapkan uang kantor, Nerima suap dll, hidupnya kacau. Ada yg sakit2an, ada yg kakinya nyangkut di baling2 kapal sampe putus dll. Cerita2 itu, sukses bikin aku ngeri dan akhirnya jadi terpengaruh utk ttp jaga integritas :D. Eh malah kemudian kerja di bank yg mana tiap hriiiiii nerimain duit minimal 1 milyar mah udah biasa. Klo aku ga jujur, gmpang bgt hal2 begitu bikin godaan Rey. Banyak kok temen2 ku yg dipecat hanya Krn menggelapkan uang nsabah ato uang bank.
Dan bersyukur aku jg dpt mertua yg amat sangat jujur. Mereka diplomat, PNS dari kementrian LN, godaannya juga banyak. Tp rumah yang dipunya tetep sederhna utk kategori mereka. Sementara beberapa kali aku diajak ke rumah temen papa mertua yg sesama diplomat tapi rumahnya kayak istana :D. Udah tau lah dari mana :p. Ato yg nikahin ankny di gedung / hotel bintang 5 megah dengan ribuan tamu. Papa mertua pantang seperti itu.
Semoga yaa jauh2 lah kita dr godaan begini. Aku ga pengen kaya kalo asal uangnya dr hal yg ga halal. Ngeriiii Ama akibatnya nanti Rey. Apalagi sampe kemakan :(