Bahkan, saya yang sejujurnya nggak pake tahapan yang mendetail, tapi setidaknya ada tahapan secara garis besarnya, terutama dalam menulis sponsored post ataupun review produk.
Kali ini, saya mau share, bagaimana sih tahapan saya dalam mempersiapkan review produk, khususnya yang berbayar.
Karena sejujurnya, bagi saya, ada sedikit perbedaan antara menulis review produk berbayar, maupun sesuka hati.
Adapun tahapannya adalah:
1. Negosiasi Rate Card
Tahapan yang saya maksud di sini, adalah tahapan menulis review produk dari penawaran pihak brand maupun agency.
Setelah menerima email / chat pribadi atau pun pesan pribadi di media sosial, berikutnya adalah negosiasi rate card.
Biasanya, jika dapat penawaran dari pihak brand-nya langsung, mereka selalu bertanya berapa rate card saya.
Berbeda jika dari agency, kebanyakan mereka sudah menentukan rate yang bakal mereka tawarkan untuk kerjasama, tinggal sayanya mau atau enggak, atau bisa juga dilakukan negosiasi rate sesuai yang kita inginkan.
Nah, jika dari pihak brand dan bertanya tentang rate card, di sinilah letak kepiawaian kita dalam menawarkan rate card di uji.
Kadang kan, kita takut ngasih rate terlalu tinggi, langsung ditolak, atau rate kerendahan dan tahu kalau teman dapat rate lebih tinggi, itu ngenes banget, hahaha.
Beberapa teman blogger memakai cara nanya blogger lainnya, biar tahu kudu kasih rate berapa, tapi saya sekarang nggak pernah pakai cara tersebut, karena sejujurnya, menurut saya masalah rate card seseorang itu adalah privacy.
Terlebih ya, nggak bisa lah kita menyamakan rate card kita dengan semua orang, karena setiap orang punya harga masing-masing terhadap apa yang akan kerjakannya.
Jadi, biasanya saya bakal mengecek dahulu latar belakang brand tersebut, dari website-nya, hingga media sosialnya, dari situ baru deh saya bisa nentukan, berapa kira-kira rate yang saya inginkan.
Kalau deal, maka mulai deh ke tahapan berikutnya.
2. Mempelajari Brief sambil Menanti Produk
Adapun brief umumnya, biasanya saya minta ketika akan negosiasi rate card, biasanya hanya bersifat si klien butuh apa saja?
Apakah hanya blogpost?
Ataukah dengan media sosial?
Apakah hanya perlu foto?
Atau kudu pakai video segala?
Nah, setelah deal, biasanya saya minta brief lebih lengkap yang bakal saya pelajari sebelum produk datang, jadi ketika produk datang, saya udah punya bayangan mau ngapain, kudu di unboxing kah? atau gimana hanya perlu dibuka dan pakai langsung?
Mempelajari brief lebih awal dan mendalam juga membantu banget, jika memang klien menginginkan adanya proses acc draft blogpost.
Biasanya, kalau udah lengkap, udah nggak akan diutak atik lagi deh draft-nya.
3. Mencoba Produk dan Mengambil Dokumentasi yang Dibutuhkan
Tahapan selanjutnya lagi adalah ketika produk sudah datang, tentunya adalah dengan mencoba produknya, serta mendokumentasikan hal-hal yang dibutuhkan untuk pendukung blogpost, tentunya yang sesuai brief, kecuali memang nggak ada brief, alias si klien mempercayakan semua kepada kita.
Semua produk yang dikirim ke saya, selalu saya coba langsung sendiri, even produk kecantikan, bahkan saya pake sampai habis.
Karenanya, memang saya lebih milih-milih produk, setidaknya yang aman.
Dulu, pernah dong asal ambil job aja, padahal produknya tidsk meyakinkan, hehehe.
4. Mencari Keyword yang Tepat
Well, biar kata tidak selihai para master SEO dalam research keyword, tapi sebisa mungkin jika postingan berbayar, saya mencari keyword dengan saingan yang middle aja.
Biasanya, saya menggunakan ubbersuggest buat research keyword.
Sayangnya saat ini, si Neil udah minta bayaran dan cuman ngasih kesempatan 3 kali aja nyari keyword yang gratis, selanjutnya kudu bayar dong, hahaha.
5. Mulai Menulis
Setelah dicoba, dokumentasi foto siap, serta keyword siap, mulai deh nulis.
Nulisnya gimana?
Biasanya sih langsung aja, udah terpikir ketika mulai baca brief.
Karena keterbatasan waktu, saya bahkan jarang banget menyusun ide terlebih dahulu, pokoknya di kepala udah ada ide besar, ya udah.. ide tersebut langsung saya kembangkan saat itu juga, tanpa perlu nulis poin-poinnya dulu.
Biasanya, saya meletakan ide itu sebagai keyword dan judul, kemudian semua tulisan bakal berpusat pada judul tersebut.
6. Preview Brief dan Tulisan
Terakhir, sebelum tulisan saya publish, biasanya saya bakal membaca brief yang diberikan sekali lagi, lalu membaca semua tulisan yang saya buat untuk memastikan semuanya udah sesuai brief, sekalian cek typo juga sih.
Meskipun kadang, udah saya pelototin sebaik mungkin, tetep aja ada typo yang kelewat.
Karenanya, bukan hanya sebelum publish, namun setelah publish pun, saya membacanya sekali lagi.
7. Publish and Share
Setelah semuanya dicek, dan udah dipastikan kalau tak ada brief yang terlewatkan.
Barulah setelah itu saya publish.
Setelah itu, dilanjutkan dengan share ke berbagai media sosial saya, baik instagram, twitter maupun facebook saya.
Demikianlah tahapan yang saya lakukan ketika menulis sebuah review produk berbayar di blog, sebenarnya, yang rempong itu adalah persiapannya, khususnya pengambilan gambarnya.
Apalagi kalau produk yang direview adalah produk yang kudu melibatkan anak.
Dooohhhh, rasanya luwaaarrr biasa, hahaha.
Tapi, over all, setelah bertahun-tahun, saya jadi lebih enjoy menjalankan profesi blogger dengan menerima kerja sama review produk.
Tentunya, sekali lagi yang perlu digaris bawahi adalah, sebelum saya memberikan rate card, saya udah terlebih dulu mengecek produk dan perusahaannya, kalau nggak aman terlebih nggak sesuai hati, biasanya saya tolak (anaknya gaya emang, berasa sok ngartis, bahahaha).
Kalau temans, punya tahapan lain ketika menulis review produk di blog nggak?
Shar dong.
Sidoarjo, 22 Desember 2020
Artikel ini diikut sertakan dalam challenge 'Nulis Blog Bareng Ning Blogger Surabaya' bulan Desember 2020
Dengan tema : proses kreatif dalammembuat konten blog
Dengan tema : proses kreatif dalammembuat konten blog
Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey
Aku prefer dengan influencer yang mengulas produk berbayar tapi produknya dicek terlebih dahulu latar belakangnya seperti yang Kak Rey lakukan 😁 karena dengan begitu jika memang produknya bagus, bukan hanya pihak perusahaan yang diuntungkan tapi sang pengulas juga mendapat reputasi baik dari pembaca karena terpercaya jujur untuk setiap ulasannya hahaha.
BalasHapusNah iyaaa, saya pernah dong asal nerima dulunya, waktu awal-awal dulu, syukurlah diri saya terus belajar hahahaha
HapusKurang lebih step-stepnya sama kita mbak. Bedanya kalau berbayar ada brief dari klien, seringnya keyword sama highlight message mereka yang tentukan. Sedangkan kalau review organik, suka suka saya deh bahas dari sudut mana, hahaha.
BalasHapusHahaha, kalau sering review organik, lama-lama orang nggak tahu, mana yang berbayar hahaha.
HapusJadinya lebih smooth reviewnya :D
Rey, kan kalo produk kosmetik ato skincare kamu juga bakal coba sampe abis.. kalo nih, seandainyaaaaaa, ga cocok dan bikin bruntusan, kamu ga akan review, ato nulis jujur produknya ga cocok? Dr brandnya gimana ntr?
BalasHapusTetep di reviewww dong Mbaaa :D
HapusMau cocok atau enggak, tetep direview, daripada kehabisa bahan review kan ye bahahahahaha.
Cumaaan...
Kalau nggak berbayar, bakalan saya tulis dengan terang-terangan tuh kekurangannya.
Tapiiii kalau berbayar, tetep ditulis, namun dibikin lebih smooth.
Jadi, orang lebih fokus ke kelebihannya, bukan di kekurangannya hahahaha
Berhubung aku selama ini cuma dapet gift, jadi aku review semauku aja, Mbak Rey. Kalau suka bilang suka, kalau nggak suka ya bilang nggak suka + ditunjukkan kenapa aku gak suka sama produk itu.🙈
BalasHapusYang bikin bingung itu, kalau seumpamanya, dapat project yang dibayar, terus ndilalah produknya gak cocok di wajah. Itu enaknya gimana, Mbak? Apa review apa adanya, apa gak usah review sekalian aja? 🤭
Harus ditulis nggak cocok dong saayy, tapi memang kudu lebih halus banget, jadi outputnya tetap fokus ke kelebihan produk.
HapusKalau saya gitu, cuman syukurlah kalau untuk produk buat kulit, diriku cocok-cocok aja, saking kulitku membadak hahaha.
biasanya aku pahami dulu briefnya, lalu bikin konsep cerita yang seperti apa, biasanya cuman aku pikir di kepala aja, hampir nggak pernah aku tulis di notes
BalasHapusdan seringnya juga nggak pernah bikin outline, outline nya di dalam kepala saja
dengan adanya kerjasama seperti ini juga bisa melatih aku buat tiktokan harga sama calon klien, kemudian belajar lebih bertanggung jawab dengan keputusan yang sudah diambil untuk memberikan yang terbaik ke klien
Hahahah iyaaa, saya juga jarang banget bikin outline, kagak sempat huhuhu.
Hapus