Saya mengirimkannya dengan gembira, namun setelahnya saya kembali galau.
Galau mikirn antara karir buat masa depan, dan juga keadaan anak-anak.
Iya, setiap kali saya pulang ke Buton, keluarga saya memang selalu miris melihat kehidupan saya, nggak punya masa depan yang jelas di mata mereka.
Mereka nggak salah sih, bagaimana bisa menjelaskan perasaan keluarga saya.
Sedangkan mama adalah seorang pensiunan PNS.
Kakak saya seorang PNS di bidang kesehatan, bersuamikan seorang tentara.
Sementara saya?
Hanyalah seorang ibu rumah tangga yang kadang masih bisa mendapatkan uang yang nggak seberapa dari kegiatan menulis di blog, itupun tak pasti.
Kalau dulu, saya masih bisa menenangkan hati keluarga dengan iming-iming kalau saya bahagia dan beruntung karena punya suami yang super baik.
Namun sekarang?
Tak ada lagi yang bisa saya jadikan tameng, dan mau nggak mau mencoba menerima bantuan keluarga, yang mengusahakan saya untuk bisa bekerja lagi, meskipun di bidang swasta, namun dekat dengan keluarga.
Banyak yang mengingatkan, bahwa saya tuh dikejar usia, bahkan sebenarnya udah sulit bagi saya kembali ke dunia kerja, mengingat selain usia saya yang udah tuw eh senior, pun juga background saya selama ini adalah ibu rumah tangga.
Dan believe me, di dunia super modern ini, bahkan di kota-kota besar yang pemikiran dan gaya hidup orang udah modern aja, amat sangat memandang ibu rumah tangga dengan sebelah mata.
Apalagi di kota kecil yang kadang masih dipengaruhi budaya segelintir masyarakat, di mana hidup yang sukses itu adalah, jadi PNS.
Selain itu, CV pengalaman kerja saya kacau, untuk ukuran perusahaan formal.
Pengalaman kerja saya hanya beberapa tahun saja, itupun nggak ada jabatan tetap dalam waktu yang lama.
Saking saya terlalu serakah dalam bekerja, semua kerjaan orang saya ikut bantu, dan lama-lama jadi kerjaan saya, hahaha.
Sungguh saya bingung mendeskripsikan, bidang apa yang saya kuasai.
Dan tentu saja, itu sebuah hal yang amat sangat kurang, untuk sebuah interview rekrutmen perusahaan.
Kalau ingat yang demikian, kadang saya pengen teriak ke nasib saya.
"Kenapa woi saya nggak bisa kayak orang-orang, punya karir yang bagus, pengalaman kerja yang bagus? meskipun mungkin kinerja biasa, tapi pengalaman kerja bertahun-tahun di bidang jabatan yang sama akan membuat mereka terlihat profesional secara curiculum vitae!Sementara saya? baru aja bisa kerja bentar, eh kudu resign lagi, gara-gara bingung mikirin anak.Lalu ketika saya mutusin fokus ngurus anak, kenapa saya harus menerima kenyataan, kalau saya harus berjuang sendiri untuk hari tua saya bahkan untuk masa depan anak-anak?Kenapa hah? kenapa?"
Astagfirullahal adzim.
Sadar woi Rey!
Okeh baiklah, mari kita serius, hahahaha.
Karir Buat Masa Depan
Sejujurnya, meski hidup saya gini-gini aja, belum punya ini itu bahkan di usia segini.
Masih selalu kesulitan finansial, nggak punya tabungan atau pegangan macam orang-orang lainnya.
Tapi saya nggak terlalu mikirin hal itu.
Bahkan, saya udah belajar menerima hidup bergantung ke Allah, dan nggak lagi stres mikirin biaya pendidikan anak nantinya.
Mikirin anak harus jadi apa nantinya.
Mikirin 5 tahun lagi apakah saya udah punya ini dan itu?
Enggak.
Saya udah belajar selama bertahun-tahun untuk menerima keadaan diri, mensyukurinya.
Karena saya tahu, selama saya punya suami yang super baik, maka saya akan baik-baik aja.
Saya bahkan, nggak berpikir kalau besok suami pulang duluan gimana?
Saya meyakini diri sendiri, kalau Tuhan panggil suami duluan, pasti Tuhan siapin sesuatu buat saya.
Jadi, saya udah tenang menjalani hidup yang seperti ini.
Namun bukan berarti diam dan malas ya, off course tetap berusaha.
Tetap semangat mencari rezeki, karena saya yakin, semua usaha kita pasti akan berbuah hasil, meski mungkin kadang tidak sesuai keinginan kita.
Namun entah mengapa, hidup memang cobaan kali ya.
Di saat saya udah mulai menerima kehidupan yang nggak jelas di mata orang lain.
Mengapa coba semua berubah lagi, hiks.
Sejujurnya, saya udah nggak mikirin mau bangun karir di luar lagi, kalaupun mau berkarya dan usaha, bukan ke karir untuk bekerja pada perusahaan orang lain, karena sangat sulit menemukan pekerjaan tanpa harus meninggalkan anak.
Yang ada di pikiran saya, ingin berkarya membantu mencari nafkah, tanpa harus jauh dari anak-anak, bisa selalu memantau anak-anak, jadi suami bisa fokus membangun karir dan mencari rezeki buat keluarga.
Tapi... harapan hanyalah harapan.
Semuanya harus berganti lagi keadaannya, ketika saya bahkan udah bisa menerima keadaan yang dulu, huhuhu.
Dan lucunya lagi, mengapa sulit banget untuk bisa menerima bahkan memahami keadaan sekarang.
Karena saya pengennya tetap bertahan, tapi juga merasa nggak yakin dan takut menyesali melewatkan kesempatan di waktu-waktu terakhir ini.
Iya, saya udah sangat sering melewatkan kesempatan yang ada sejak dulu.
Dari sejak lulus kuliah saya pulang ke Buton dan disambut banyak banget kerjaan.
Saya bisa ngelamar jadi asisten dosen dan langsung diterima.
Ngelamar magang ngajar di STM, langsung diterima.
Rencananya mau magang juga di PU, tapi saya malah keburu kabur balik ke Surabaya, hahaha.
Meskipun saya kabur balik ke Surabaya dengan banyak alasan penting, tapi sejak saat itu, masih juga banyak kesempatan datang ke saya.
Bahkan, ketika rumah tangga saya bermasalah di 5 tahun pertama pernikahan, saya pulang ke Buton dan masih banyak kesempatan buat saya.
Bapak masih sehat dan terus berusaha buat jalan masa depan saya.
Hiks nangis ingat ini.
Tapi entah mengapa, saya selalu abai terhadap kesempatan tersebut.
Karenanya, kali ini, ketika seseorang sedemikian semangatnya, sibuk menguruskan dan mencarikan jalan untuk saya bisa berkarir lagi agar bisa punya kehidupan yang lebih baik.
Rasanya saya takut untuk menolaknya, meski sejujurnya saya masih galau.
Tapi, di sisi lain, apa yang dikatakan itu benar adanya.
Waktu saya tinggal sedikit untuk mendapatkan kesempatan hidup mandiri di masa depan.
Setidaknya punya pemasukan tetap, untuk diri sendiri dan anak-anak.
Dan untuk itu, memang satu-satunya jalan ya harus berkarir lagi.
Mau bangun usaha sendiri, itu nggak mudah.
Ya ampun, rasanya lucu banget ya.
Saya yang biasanya semangat untuk membangun usaha sendiri, kenapa jadi mellow gini cobak, dan semacam menyerah demi masa depan yang pasti.
Meskipun, sebenarnya belum pasti juga saya diterima, atau mendapatkan kesempatan tersebut.
Tapi itu beneran bikin galau, huhuhu.
Kadang ingin memutar waktu rasanya, biar saya bisa nikah muda, punya anak cepat, jadi pas anak-anak udah bisa mandiri, usia saya belom dikejar usia senior, hahahaha.
Bagaimana Nasib Anak, Ketika Saya Harus Bekerja?
Yang menambah kegalauan ini adalah, kesempatan kerja itu berada di Sulawesi.
Mengapa di sana?
Karena keluarga saya banyakan di sana, dan keluarga yang mencarikan jalan buat saya bisa masuk berkarir kembali.
Itu berarti, saya harus menjauhkan anak-anak dari papinya, dan di sanapun saya nggak bisa menemani mereka 24 jam seperti di sini.
Ah galau nggak tuh mikirinnya?
Rasanya mau menolak aja, mau tetap menjalani apa yang ada sekarang.
Biarlah selalu menyedihkan, asal anak-anak selalu ada di dekat saya.
Astagaaaaa, sungguh deramah banget si mamak Rey ini, hahaha.
Padahal ya, baru aja diusahakan, belum-belum mikirnya udah kejauhan.
Ya, beginilah nasib mamak over thinking always.
Padahal ya di sisi hati lain, udah tersimpan pemikiran logika.
Yang selalu memberikan jawaban bijak dari setiap kegalauan yang ada.
Yaitu:
"Setiap masalah datang bersama solusinya, kita hanya diminta untuk semangat menghadapinya dan menerimanya dengan ikhlas"
Atau:
"Tuhan, nggak pernah memberikan sesuatu yang di luar batas kemampuan hamba-Nya, jadi.. apapun yang akan saya hadapi nanti, semua pasti udah yang terbaik buat saya, serta mampu saya hadapi!"
Namun tetap saya masih ingin meminta pada-Nya, agar apapun yang terjadi, semoga saya mampu dan kuat melewatinya, dan semoga diberi kesempatan untuk bisa bersama anak-anak terus, hingga mereka dewasa dan mandiri nanti, aamiin.
Jadi, mari kita akhiri kisah galau ini, dan bersemangat menyambut hari esok yang penuh cerita.
Bukankah hidup ini indah, meski hidup adalah sebuah cobaan.
Sidoarjo, 31 Mei 2021
Iyaa ih terkadang kalau melihat saudara-saudara yang sudah mendapatkan kerja duluan, apalagi yang bisa mendapatkan pekerjaan tetap dari rumah aja udah kepengen banget. Jadi gak harus meninggalkan sesuatu yang ada dirumah, tetapi masih tetap bisa bekerja..
BalasHapusYah walaupun banyak lowongan kerja yang mengharuskan kerja dirumah, tapi juga biasanya sesekali harus pergi ke kantor nya karena urusan tertentu.. Kalau masih sendiri sih enak-enak aja, tapi kalau udah ada anak bimbang juga buat memilih yang mana..
Hehehe tapi di ak seneng bannget dan gak nyesel pas ngenalin mama untuk bikin video kesehariannya kayak masak yang enaknya gak ada tandingan, bahkan gak cuma ak tapi semua orang suka dengan masakannya dan kepengen banget resep rahasia dalam masakan itu, terus aktivitas merawat tanaman kesayangannya untuk dimasukkan kedalam youtube.
Ternyata hasilnya lumayan juga buat nambah-nambah penghasilan mama dirumah.. Walaupun yang nonton cuma 50-100 orang setiap minggu, tapi udah megang minimal pendapatan adsen di dashboardnya.. ah syukurlah. Mungkin kalau aku ada didekatnya, dijadiin konten juga sama mama hha.. bisa aja
i feel you bun..
BalasHapussemangat terus ya!
Ngga bisa komentar banyak kecuali tetap semangat ya mbak Rey.
BalasHapusBingung memang kadang kalo kerja di luar, apalagi di daerah baru biarpun sebenarnya kampung halamannya sendiri, anak nanti bagaimana, apakah kalo aku kerja mereka baik-baik saja dan lain sebagainya.
Yang enak memang kerja dari rumah tapi penghasilan banyak cukup untuk kehidupan sehari-hari, syukur-syukur kalo lebih tapi sekarang susah ya, mungkin mbak Rey bisa coba jadi buzzer.😄
Kayaknya keluar dari zona nyaman itu tidak mudah. Jalani aja, ananda Rey. Semua akan indah pada waktunya.
BalasHapusAmbil waktu 1-3 hari untuk berpikir Rey, kemudian ambil keputusan. Dengan begitu ada kejelasan tentang langkah yang diambil.
BalasHapusPilihan yang manapun emngandung resiko bagi perjalanan hidup kita. Pertimbangkan menurut situasi dan kondisi Rey dan pilih satu jalan yang terbaik, setidaknya menurut kita sebagai manusia. Kemudian jalani.
Kalau saya sih, saya akan kirim CV. Toh juga belum tentu, dan kalau bisa diterima, setidaknya akan membawa kepastian bagi keluarga. Kecuali kalau situasi Rey sekarang sudah terpenuhi, kalau belum, pengorbanan harus diambil.
kalau aku jadi mba rey, mungkin akan galau juga
Hapustapi pemikiran jauh kedepan sepertinya memang perlu dipersiapkan, direncanakan dengan baik juga.
dan menyerahkan atau minta petunjuk Allah juga
pokoknya semangattt mba rey
Bangun Karir yang bagus buat masa depan si anak :)
BalasHapusKalo aku, mungkin akan ambil kesempatan itu sih Rey. Krn biar bagaimanapun, hasilnya utk anak2 juga. Pasti ada solusi utk anak2 hrs tjnggal dengan siapa selama kita kerja. Krn biar gimana, kalo kondisinya sudah begini, tanpa ada kejelasan dari partner hidup, mau ga mau aku pasti akan ambil semua kesempatan kerja yg ditawarkan .
BalasHapustengkiu insightnya Mba :*
HapusIya sih, galau, tapi memang buat anak-anak juga :D