Dan kami berangkat Sabtu menjelang sore, dan sampai di Banyuwangi dini hari.
Karena itu kami harus menunggu sampai pagi, hingga tempat wisata di Banyuwangi dibuka untuk umum.
Dan begitulah, drama-drama kecil terjadi, karena udah dini hari, kami muter-muter kota Banyuwangi yang sepi.
Karena udah lelah, si papi ngasih ide agar kami istrahat di mobil, lalu menepi di sebuah jalanan dekat toko kecil yang masih buka (sepertinya buka 24 jam), dan di sekitarnya banyak mobil yang diparkir begitu saja di pinggir jalan.
Oh ya, salah satu hal unik di kota Banyuwangi adalah, kayaknya nggak ada maling mobil ya, semua mobil diparkir santai gitu di pinggiran jalan.
Coba kalau di Surabaya, dijamin besoknya raib, hahaha.
Tapi baru saja kami berhenti, eh tiba-tiba lewat beberapa motor dengan suara yang memekakan telinga, sepertinya mereka balapan di jalan itu.
Duh, gagal deh mau berhenti sejenak, tapi memang kebetulan juga saya kebelet pipis, jadilah kami muter dulu cari pom bensin.
Dan ternyata sodara, jarang banget ada pom bensin di tengah kota Banyuwangi, ada 1 di tengah kota, tapi ternyata nggak buka 24 jam, adanya di jalanan akses masuk kotanya.
Tapi kami galau, masa sih balik lagi ke luar kota?
Kami mulai berunding lagi, paginya mau ke mana, biar waktu yang sempit bisa kami gunakan sebaik mungkin, dasar ya manusia-manusia tanpa perencanaan gini, hahaha.
Rencananya sih subuh mau langsung ke pantai, karena begitulah rencana utama kami, mau ajak si adik main pasir sepuasnya.
Terlebih dia udah bawa peralatan macam mainan sendok pasir, truk dan semacamnya.
Mulai deh saya liat peta, ternyata di kota ada pantai terdekat, namanya pantai Boom.
Dan persis juga kok dekat banget dengan posisi kami yang saat itu muter-muter aja nggak jelas di alun-alun Banyuwangi.
Akhirnya saya putuskan cari penginapan yang murah meriah aja, buat numpang kamar mandi dan rebahan sebentar menanti pagi.
Dan hanya sebentar nemu dong, segera kami mengikuti arahan si Google Maps untuk menuju ke lokasi penginapan Red Doors tersebut.
Dan setelah kami dilewatkan di jalan sempit, untung aja malam, jadi nggak papasan dengan kendaraan lain, kami berada di depan penginapan tersebut, di mana pintunya dikunci, hahaha.
Ya iyalah, udah malam banget.
Ya udah deh, terpaksa kami kembali ke jalanan keluar kota mendekati pelabuhan Ketapang.
Lalu kami berpikir, apa langsung ke Bali aja ya? hahaha.
Tak lama kami berjalan, sampailah di sebuah pom bensin, yang meskipun udah tutup, tapi kamar mandinya buka dan terang.
Segera deh saya ke kamar mandi pom bensin tersebut yang untungnya sih bersih.
Sementara si papi langsung ngorok, kecapekan.
Sayangnya, saat kami mau istrahat sebentar, eh si Adik bangun dan mengeluh sakit perut karena lapar.
Gagal deh si papi istrahat, dan muter lagi nyari pop mie serta air panas.
Setelah dapat dan nyuapin si adik, si papi ngajak ke pom bensin di samping Hotel Mirah Banyuwangi, yang ternyata ada kamar mandi VIP buat mandi dong.
Tapi karena tengah malam, saya putuskan cuman cuci muka aja, lalu istrahat sejenak.
Sayangnya saya kesulitan tidur di mobil yang berhenti, alhasil saya nggak tidur dong, menanti subuh sambil browsing sana sini.
Dan hasilnya saya jadi punya bayangan, kami bakalan ke mana dulu setelah siang nanti.
Dan begitulah, destinasi pertama kami adalah Pantai Klatak yang memang berada nggak jauh dari situ.
Tempat Wisata Banyuwangi, Pantai Klatak
Selepas adzan subuh, tiba-tiba langit mulai cerah, dan saya membangunkan si kakak dan si papi.
Setelah semua siap, kami berangkat menuju pantai Klatak berbekalkan perintah Google Maps.
Waktu masih menunjukan pukul 4.30 subuh, tapi entah mengapa kok udah terang benderang.
Kami menyusuri jalan kecil yang berada di samping Mahkota Plengkung.
Nggak lama kemudian, kami sampai di ujung jalan, dan menepi untuk berjalan menuju pantai.
Namun, ketika sedang sibuk mencari parkiran, seorang bapak-bapak lewat, dan menyuruh kami masuk aja lagi ke dalam, karena biasanya orang parkir lebih ke dalam di dekat akses ke pantai.
Pantai Klatak sebenarnya merupakan sebuah hamparan pasir yang nggak terlalu luas, namun pasirnya hitam namun lembut.
Kami memang sengaja memilih waktu pagi banget, biar nggak panas, dan biar nggak banyak orang di pantai.
Terlebih saat itu hari Minggu, bisa dipastikan bakalan ada beberapa bahkan mungkin banyak yang ke pantai tersebut.
Kami senang banget, ketika sampai di bibir pantai, dan tak ada orang satupun selain kami.
Si adik yang baru bangun agak lama beradaptasi, sampai akhirnya dia sibuk main pasir, nggak peduli sekelilingnya.
Si kakak ikutan main pasir, sambil sesekali main air yang mulai pasang.
Maminya?
Ya foto-foto lah, hahahaha.
Sayang juga, pagi itu agak mendung, dan lautnya hampir pasang dengan sempurna, jadi kami hanya bisa menikmati hamparan pasir yang ada, sambil mendengarkan deburan ombak, yang indahnya masha Allah, maklum udah lama nggak dengar ombak.
Ada yang unik di pantai ini, yang bikin kami keki juga.
Yaitu, waktunya berubah-ubah dong.
Bayangin aja, kami sampai di bibir pantai tuh sekitar pukul 5 kurang, tapi belum lama berada di pantai tersebut, sinar matahari udah mulai membakar, dan pas intip jam, lah kok udah pukul 6 lebih.
Padahal ya, saya ingat betul kalau kami tuh belum lama berada di pantai tersebut.
Menjelang pukul 7 lebih, matahari semakin terik, nelayan mulai berdatangan menuju perahunya, dan beberapa pengunjung juga mulai datang.
Sibuk sendiri-sendiri |
Akhirnya dengan berat hati kami menyudahi kunjungan kami di pantai itu, sambil sedikit manyun memikirkan, mengapa sih waktu terasa sangat cepat berlalu.
Bahkan si adik penuh drama banget, ketika diminta udahan.
Setelah kami meninggalkan pantai Klatak tersebut, dan berada di jalan menuju Kota Banyuwangi, baru deh kami menyadari.
Ternyata di pantai Klatak itu, waktu berubah-ubah, mungkin karena udah dekat sama Bali kan ye, di pantai itu kita bisa liat pulau Bali dengan jelas loh.
Dan Bali kan masuk WITA, jadi di pantai tersebut jam ikutan waktu WITA, dan kami kaget, pas nyampe di jalan menuju kota, lah kok baru jam 6 lebih hahahahaha.
Alamat pantai Klatak Banyuwangi:
lingkungan Tanjung Klatak, kec. Kalipuro, kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Tiket masuk: gratis (entah kalau siang)
Rekomendasi pantai ramah anak:
Yes, tapi nggak tahu ya kalau berenang, karena kami ogah berenang di laut.
Tempat Wisata Banyuwangi, Pantai Boom Marina
Setelah dari pantai Klatak, kami putuskan cari sarapan dulu, karena sejak kemaren si Adik nggak makan nasi. Saya udah punya rencana mau makan pecel enak di Banyuwangi, berbekalkan rekomendasi dari postingan Mba Inun (Ainun Isnaeni).
Meskipun sempat menunggu karena kepagian, kami akhirnya bisa sarapan di pecel tersebut (tepatnya si papi yang sarapan, kami semua makan peyeknya doang, hahaha), selengkapnya saya bahas di postingan sendiri ya mengenai kuliner di Banyuwangi.
Setelah itu kami menuju ke pantai Boom Banyuwangi yang letaknya juga nggak jauh dari tempat makan pecel tersebut.
Pantai Boom Banyuwangi ini dikelola dengan lebih baik ketimbang pantai Klatak, dan karena dikelola jadinya masuk kudu bayar.
Tapi tenang aja, meski pantai ini sejenis dengan Pantai Kenjeran Surabaya, tapi masuknya nggak semahal di pantai Kenjeran dong.
Cukup membayar Rp. 20,000 terdiri dari 2 orang dewasa @ Rp. 7,500 dan parkir mobil Rp. 5,000, anak-anak gratis dong, nggak diminta biaya masuk.
Pas masuk saya udah kelayapan mencari Banyuwangi Yacht Club yang diceritakan oleh Mba Inun, tapi kok nggak nemu ya?
Ternyata masih tutup sodara, ampun kami kepagian banget dong datang ke situ.
Terpaksa kami hanya explore seputar pantai Boom tersebut, dan kesal karena nggak bisa foto di jembatannya yang kece, rempong memang bepergian ama anak kecil, drama banget kalau liat maknya mau narsis, hahaha.
Setelah mutar-mutar, kami sampai di bagian belakang, ternyata ada hamparan pasir hitam yang luas, kami parkir dekat situ dan berjalan menuju tepian pasir.
Kami hanya melihat-lihat saja pemandangannya.
Si adik ini itu nggak mau dong, naik kuda nggak mau, maunya gendong doang, hahaha.
Padahal banyak loh yang bisa dilakukan di pantai Boom ini, selain berfoto-foto di berbagai spot foto yang instagramable, baik tamannya yang penuh bunga mekar serta pantainya yang penuh pasir hitam.
Di mana-mana terlihat para lansia yang kayaknya lagi terapi dengan pasir tersebut, mereka berjalan di atas pasir yang panas tersebut, sebagian nggak pakai alas kaki dong.
Si kakak minta naik motor mini di tamannya, sementara si adik udah mulai berlarian di rumput, saya dan si papi cuman duduk-duduk doang, terlalu malas mau ke pasir, karena saya belom mandi, dan itu gerah banget, dan saya pakai baju lapis-lapis, ampuuunnn nggak nyaman banget, hahaha.
Setelah berunding, si papi setuju kami akan menginap di hotel Sahid Osing, yang kamarnya lumayan luas, rate-nya pun lumayan miring.
Masalahnya adalah, astagaaa kenapa sih di Banyuwangi tuh waktu begitu lambat berputar? hahaha.
Kami pengen check in, tapi masih kepagian dong.
Lah, kami udah berlama-lama di pantai Boom, kenyataannya masih pukul 8 pagi juga, sementara panasnyaaaa minta ampun.
Ditambah baterai HP mulai habis, padahal kami amat bergantung dengan HP, karena nggak ngerti ke mana-mananya di Banyuwangi, alhasil kami memutuskan untuk segera keluar dari pantai Boom, meski masih sekitar pukul 8 pagi.
Dan karena masih kepagian, pas lewat di Banyuwangi Yacht Club, ternyata belum buka dong.
Alamat pantai Boom Marina Banyuwangi:
Desa Kampungmandar, Kec. Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
Tiket masuk: orang dewasa Rp. 7,500, mobil Rp 5,000
Rekomendasi pantai ramah anak:
Yes, banyak hal yang bisa dilakukan di sini, bersantai, main pasir, main motor mini, mobil mini, dan lain sebagainya
Drama Nyasar yang Bikin Merinding
Ya udah, kami putuskan langsung menuju hotel Sahid Osing, yang ternyata berada di pinggiran kota, dekat dengan wilayah suku Osing, dan sukses bikin kami nyasar.
Jadi ceritanya, kami mau liat penginapan Bata Merah, yang kalau liat fotonya tuh unik gitu, ternyata sampai di sana, lah kok tutup, kami kepagian juga kayaknya, hiks.
Baterai HP udah beneran sekarat, akhirnya saya putuskan untuk mematikan data internet, tapi ternyata meski nggak ada koneksi internet, Google Mapsnya masih bisa berjalan dong.
Berbekalkan Google Maps, kami mulai menjelajahi jalanan, melewati jalan yang makin lama makin sempit, dan kanan kiri yang awalnya desa dengan penduduk yang jarang, lah kok lama-lama jadi kayak hutan gitu.
Perasaan saya udah nggak enak nih, langsung minta si papi berhenti dulu dan putar balik, ketika nggak sengaja liat google maps, mengubah titik tujuan dengan sendirinya, ketika kami tiba di tujuan awal.
Jadi, misal kami mau ke titik A, eh pas di titik A, bukannya mengatakan kalau tempat tujuan kami di kanan atau kiri jalan, lah ini dia mengubah titiknya jadi lebih ke depan lagi.
Okeh sampai di situ kami mulai merinding sendiri, teringat beberapa cerita bagaimana mistisnya daerah Banyuwangi tersebut, apalagi kami berada di wilayah Osing.
Dengan susah payah si papi putar balik, karena jalanan juga makin kecil kan, dan itu mendaki.
Setelah putar balik, kami segera turun, kembali ke tempat awal, kami memang melihat titik awal tuh di dekat taman Osing.
Tapi, ketika hendak menurun, saya nggak sengaja liat bacaan kafe tradisional, langsung auto teringat tulisan-tulisan si Inun yang katanya kafe-kafe di Banyuwangi tuh asyik-asyik, ya udah saya putuskan istrahat sejenak di situ, menanti waktu check in hotel.
Tapi, ternyata meski kami udah makan dengan sangat lambat, si papi bahkan sampai ketiduran sejenak saking capek dan ngantuknya, baterai HP kami yang numpang nge-cash di situ juga udah penuh, tapi waktu kok ya masih jam 9 terooosss huhuhu.
Si kakak sih malah senang explore di sawah yang ada di depan kafe tersebut, si papi dan si adik tidur di kursi kafe.
Saya iseng dong telpon hotel Sahid Osing, apa bisa kami check in duluan?
Eh yang ngangkat nggak jelas, semua semuanya nggak tahu, mau ditanyain dulu katanya, hahaha.
Sambil nunggu, saya mulai cari wisata di Banyuwangi apa lagi ya?
Yang jelas jangan pantai, kagak sanggup saya mantai di saat belom mandi, gerah dan panasnya minta ampun.
Eh langsung muncul di bagian atas instagram, hutan De Djawatan.
Huwaaaaa... saya harus ke situ!
Wajib ke situ.
Tempat Wisata Banyuwangi, Hutan De Djawatan
Setelah ingat hutan De Djawatan, segera saya bangunin si Papi, dan mengusulkan agar kami nggak usah nginap di hotel saja, dan disambut dengan gembira oleh si Papi.
Dia memang nggak suka nginap jauh-jauh, ngabisin waktu, maunya keluyuran aja dan nginap di mobil, hahaha.
Karena liat di peta juga memang hutan De Djawatan itu jauh dari kota Banyuwangi, akhirnya saya ikutan aja, nggak apa-apa deh, nanti dari sana sekalian aja pulang lewat Jember.
Sebenarnya masih ada masalah lain sih, saya belom mandi sodara, dan saya tuh paling rewel kalau masalah lengket dan gerah, hahaha.
Si papi menyarankan agar mandi di pom bensin di jalanan, ya udah deh ngikut aja.
Kami lalu berangkat dari kafe tradisional Monggo Kerso, dan bertolak ke hutan De Djawatan dengan menggunakan bantuan Google Maps.
Sebenarnya saya belum terlalu ngeh akan hutan ini, tapi kalau lihat dari foto yang beredar di media sosial, sepertinya hutan lindung gitu.
Agak mikir sih awalnya mau masuk hutan, secara masih rada trauma dengan adegan nyasar kami barusan.
Tapi saya mikir, hutan ini kan terkenal ya, pastinya di sana akan ada banyak pengunjung, jadi nggak mungkin seram lah.
Dan ternyata lumayan jauh sodara, sekitar 36 KM dan butuh waktu hampir 1 jam, sampai akhirnya kami nyampe di sana.
Dan setelah kami masuk, lega rasanya.
Ternyata itu kayak taman dong, hahaha.
Dari luar tuh mirip taman kebun bibit di Surabaya yang penuh dengan pohon rindang, namun kelebihan dari hutan De Djawatan ini, pohonnya itu kayak di dunia Avatar gitu, hahaha.
Saya lupa berapa tiket masuknya, tapi memang lagi-lagi yang ditarik bayaran ya cuman orang dewasa dengan kendaraannya.
Kalau nggak salah cuman belasan ribu atau 20an ya.
Bayarnya di pintu masuk yang dijaga oleh bapak-bapak kayak veteran gitu.
Setelah masuk, ternyata hutan pohon beringinnya lumayan luas, rasanya adem meski saya belum mandi, dan cuaca Banyuwangi memang sedang hot hot potatoes, hehehe.
Menurut info dari berbagai sumber, hutan De Djawatan ini terdapat 805 pohon trembesi yang tekah berusia ratusan tahun.
Karenanya, pohon-pohonnya bukan hanya rindang, tapi juga seolah menggambarkan hutan yang tak terjamah, rantingnya saling berkaitan, dahan-dahannya ditumbuhi lagi oleh berbagai tumbuhan lainnya, dan yang bikin adem dan mata termanjakan itu adalah, ada begitu banyak burung kecil dan kupu-kupu yang selalu ada di dalam hutan tersebut.
Duh rasanya kayak hutan-hutan yang ada di film-film Hollywood gitu, nggak rugi rasanya saya melewatkan mandi, dan memilih harus ke sini.
Kami hanya menghabiskan waktu sekitar 10-15 menit, hanya untuk ambil-ambil foto di beberapa bagian, apalagi alasannya kalau bukan saya udah nggak kuat dengan lengket di badan, dan si Adik juga udah rewel karena belum mandi dan makan.
Akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari hutan De Djawatan, sambil sebelumnya memutari setiap sudutnya yang ternyata luas banget.
Saking luasnya, di sini banyak hal yang bisa dilakukan pengunjung.
Baik foto-foto, video, piknik, du enak banget deh piknik di sini.
Naik ATV, naik andong, sampai kulineran di beberapa penjual yang ada di dalam hutan tersebut.
Sayang banget kami nggak bisa lama-lama, dan memutuskan keluar dan pulang lewat jalanan yang menuju Jember.
Demikianlah cerita kami, yang hanya sempat explore 3 tempat wisata di Banyuwangi dalam waktu setengah hari saja.
Untuk cerita lainnya, soon ya.
Alamat Hutan De Djawatan Banyuwangi:
Purwosari, Benculuk, Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
Tiket masuk: orang dewasa Rp. 6,000, mobil Rp 10,000 (kalau ga salah)
Rekomendasi ramah anak:
Yes, anak-anak bisa menikmati piknik, explore hutan, naik andong, ATV
Sidoarjo, 16 Oktober 2021
Reyne Raea untuk #SabtuTraveling
Sumber: pengalaman pribadi
Gambar: dokumen pribadi
Ini jalan-jalan buat ulang tahun adek tapi yang paling banyak fotonya mamaknya.🤣
BalasHapusPas bahas pantai boom Marina ada tulisan tebal Banyuwangi Yatch club, aku coba klik kok ngga bisa.😅
Sekalian ke alas Purwo mbak mumpung udah di Banyuwangi, katanya tempatnya oke apalagi kalo malam hari.😄
Hahaha iya ya, lupa dikasih link ke Mba Inun 😅
HapusDi mana tuh alas Purwo, serem ah ke alas alas an 😁
waktu terasa lambat ya mbak, di Boom aja masih jam 7 atau 8 panasnya udah berasa
BalasHapusdulu kalau hari minggu pagi rame bener, karna ada CFD disana, sekarang udah dipindah ke blambangan.
jadi dulu kalau minggu pagi, banyak jualan macem macem, dan parkiran nggak semahal sekarang
Eh iya Mba Inun, padahal kalau liat fotonya ya belum panas-panas banget, tapi aslinya Subhanallahhhh, fanasshhhh hahaha.
HapusOalahhh, Makanya rame banget ya Blambangan :D
View nya cantik2 iya mba Rey, apalagi modelnya😍😍
BalasHapusMantep fotonya. Fotografernya oke...
Senang banget jalan2nya..ditunggu cerita lainnyaaa...
Bahagia ssl iya💕
Eaaakkkkk, itu kebanyakan fotografernya tripod Mbaa wakakakakaka
HapusAku JD penasaran Ama waktunya yg kayak jalan lambat.. tapi mungkin Krn kalian sedang menunggu sesuatu juga sih, JD lebih berasaaa kalo waktu kayak siput jalan :p.
BalasHapusAku sukaaaa yg de djawatan itu Rey, udah sering bangt liat foto pohonnya di medsos. Pas liat, akupun udh niat, pokoknya hrs kesanaaaa. Langsung inget Ama dunia Avatar pas liat pohonnya hahahah.
Panasnya Banyuwangi, aku bisa bayangin sih, kayak Bali juga pasti :D. Tapi katanya kalo kesana Juni-Agustus, LBH sejuk yaaa, Krn kebawa angin winter dari Australia. Makanya niat ku, kalo kesana juni-agustus gitu. Biar kalem cuacanya :D
Memang kayaknya tempat itu memang di perbatasan waktu WIB dan WITA Mba, jadi bagian pantainya itu ikut Bali, sementara bagian kota yang cuman beberapa puluh meter ikut Jawa alias WIB :D
HapusDe Djawatan rekomendasi banget ke sana Mba, sayang kami belom mandi dan lapar kemaren, jadi kurang bisa nikmati ahhahaha