Inilah yang terjadi pada hubungan saya dengan papinya anak-anak.
Saya nggak ke-GR-an kalau saya cerdas sih, tapi anggap aja saya cerdas, wakakkaka.
Dan entah karena itu, papinya anak-anak, terutama sejak menikah, selalu menuduh saya menganggapnya sebagai saingan.
Luar biasa sih ya.
Pertanyaannya, untuk apa saya kudu bersaing dengan laki-laki cobak?
Untuk apa saya merasa seseorang yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga ini, sebagai seorang saingan?
Sementara saya nggak mau jadi tulang punggung ekonomi keluarga? karena saya yakin, saya lebih baik dalam mengasuh anak-anak ketimbang dia.
Tapi, sejak sekitar 3 tahun paska menikah, dia berubah menjadi seseorang, yang selalu menuduh saya sebagai orang, yang mengganggap dia adalah saingan, dan saya tidak pernah berhenti untuk bersaing dengannya.
Siapa suruh Rey, udah tahu isi kepalamu terlalu banyak, berani-beraninya menikah dengan lelaki, yang (mungkin, kita anggap aja mungkin ya) pola pikirnya masih (kita ibaratkan aja 'masih') sempit.
Ketika Bekerja di Bidang yang Sama dengan Pasangan
Dulu, saya emosi dan kesal banget ketika dia berargumen, bahwa saya tuh selalu menganggapnya saingan, saya menyepelekan usaha dia.
Saya rasa, sikap tersebut sebenarnya cerminan dari dia sih ya.
Saya kesal, dia mengatakan saya malas karena urus anak dan rumah aja, selalu mengeluh.
Dulu, saya mencak-mencak menunjukan, bahwa anak kami yang saat itu baru satu, si Kakak yang super spesial banget, karena waktu di bawah 6 tahun usianya, langganan dokter anak mulu.
Saya kesal, karena dia secara tidak langsung selalu menyamakan anak kami dengan mereka, yang memang nggak terlalu di protect sama ibu mereka (ya iyalah, kebanyakan sih!).
Tapi memang sih, saya sering memberikan masukan kepadanya, tentang bagaimana dia bersikap di kerjaannya.
Alasannya?
Saya juga mantan pekerja proyek, dan meski masa kerja saya jauh lebih sedikit ketimbang dia, tapi jangkauan bidang yang saya kerjakan dulunya tuh, jauuuuhhhhhhhhhhhhhhhh lebih luas.
Kalau dia di proyek, cuman di bagian Quality Control, eh bahkan cuman staf Quality, karena dia belum punya sertifikat kompetensi (sungguh saya geleng-geleng kepala, pengalamannya udah belasan tahun, tapi karirnya mentok di situ mulu, nggak punya sertifkat pula).
Duhh fokus Rey!
Abisnya saya gemes banget, kalau ingat semua ini, tapi wajib saya tulis, biar nggak dipendam di hati aja, sementara saya nggak punya teman buat bercerita.
Waktu bekerja dulu, saya selalu dekat dengan atasan, banyak yang menganggap, saya dekat dengan atasan karena saya perempuan.
Mereka nggak tahu aja, kalau dekat sama atasan itu, nggak bisa dilakukan semua orang, karena menderita tauk, tugasnya berlipat ganda.
Cuman, saya dulunya tuh gila kerja banget, jadi kalau orang lain melihat saya bodoh atau cari muka dengan menerima semua tugas dari atasan.
Saya malah terlalu 'rakus' dikasih kerjaan, rasa ingin tahu saya tuh nggak bisa dipendam rasanya.
Jadi, di manapun saya bekerja, rasanya saya kepo pengen tahu dengan semua bidangnya.
Nggak percaya?
Ya saya buktikan dari kegiatan ngeblog ini.
Sejak tahun 2018 saya ngeblog, mengurus beberapa blog, menaklukan semua tantangannya, nggak ada tuh pakai coach-coach an, nggak pakai nanya blogger lainnya, tapi cari tahu sendiri.
Sungguh rasa ingin tahu saya itu membuncah meluber, sampai semua hal pengen saya ketahui, wakakaka.
Sungguh rasa ingin tahu saya itu membuncah meluber, sampai semua hal pengen saya ketahui, wakakaka.
Kembali ke masalah dekat dengan bos.
Karena saya dekat dengan bos, dan saya mau-mau aja disuruh kerjain apa aja, saya jadi punya banyak pengetahuan tentang apa saja, termasuk cara berpikir bos atau atasan.
Dan semua yang saya ketahui itu, saya berikan ke papinya anak-anak, karena kan di saya udah nggak bisa berlaku lagi, orang saya sibuk fokus urus anak kan ye.
Saya pengen, dia tuh bisa lebih sukses, dengan cara mengikuti pola pikir atasan, karena dalam sebuah perusahaan itu, yang namanya atasan ya wajib diikuti, kalau enggak, ya udah kerja aja sendiri-sendiri.
Nggak usah pakai manajemen proyek, wakakakkaka.
Tapi, entah karena caranya salah (dan sayapun nggak tahu, cara yang benar itu gimana, toh apa yang saya beritahukan ke dia itu, biasanya hanya semacam penyemangat, biar dia semangat dan bisa cepat naik jabatan).
Tapi, dari yang awalnya dia kebanyakan alasan, lama-lama berubah menuduh saya, menganggapnya saingan.
Mungkin dengan nasihat tersebut, saya dikira merasa lebih hebat (padahal ya iya, astagfirullah, maksud saya keuletannya, wakakakakak).
Dan begitulah, dari yang saya kesal dituduh demikian, sampai akhirnya saya diam aja, atau sesekali menjawab, kalau dia seharusnya nggak perlu merasa sakit hati dengan kenyataan, kalau saya juga tahu banyak hal tentang pekerjaan dia, karena biar kata saya dulunya direkrut sebagai staff drafter, tapi kerjaan saya ya melingkupi semua hal di proyek, ye kan dekat sama bos, berasa asisten bos, meski jabatannya tetep drafter (kagak nyambung sama sekali dengan pendidikan saya, huhuhu).
Nah ini dia masalahnya kali ya, udahlah saya tuh orangnya pekerja garis lurus, taat aturan, taat manajemen, jadi yang namanya perintah bos, kadang yang sulit dikerjakan pun, ibarat kek dapat bos di My Stupid Boss itu, di mana perintahnya kadang di luar nalar, tapi selama saya pikir itu benar, ya udah saya sedemikian kuatnya bertahan di pendirian tersebut.
Karena itulah, semua perintah bos, yang kebetulan atasan saya waktu itu perempuan, dan super idealis. Tentu saja semua perintahnya masuk akal buat saya yang juga super idealis.
Saking idealisnya, saya mau aja itu, disuruh atasan saya, untuk datang mengawasi pembesian abutmen jembatan, dan saya hitungnya satu-satu wahai saudara, wakakakak.
Kesal banget orang-orang lapangan melihat saya, karena dengan demikian mereka kesulitan untuk korupsi volume pekerjaan.
Bahkan, saya pernah rela jalan kaki di pinggir jalan tol, hanya karena atasan saya nggak percaya hasil kerja bawahannya yang punya tugas di bidang tersebut.
Dan dengan tanpa dosa atasan saya meminta saya mengukur ulang pekerjaan saluran tepi jalan tol, padahal waktu itu bulan puasa, dan saya lagi puasa, di tengah terik matahari, saya jalan dengan meteran yang didorong-dorong, sampai hampir 2 KM, wakakakakak.
Pas banget juga sih ya, waktu itu pertama kalinya saya kerja di proyek, masih newbie banget, masih idealis banget dengan dunia kerja.
Dan saya tidak sempat berpikir, bagaimana kesalnya rekan kerja lainnya, yang udah ngukur itu duluan, ya meskipun hasil akhirnya memang hitungan mereka, lebih banyak dari hitungan saya (entah salah hitung, atau dibanyak-banyakin wakakakaka).
Inti cerita di atas ini, saya ingin menggambarkan, mengapa saya sampai disukai atasan, karena semua perintah mereka, biar kata di luar job desc saya, selalu saya kerjakan.
Dan karena saya penurut, atasan jadi sering berdiskusi dengan saya, dan saya jadi punya bunyaaaaakkkkk banget ilmu, padahal saya cuman drafter ketika itu.
Selepas proyek itu, saya kerja di kantor saja, tapi sama aja, karena rasa ingin tahu yang besar, saya kepo dengan kerjaan orang lain, saya bantuin kalau ada yang saya tahu, mereka nggak tahu, ujung-ujungnya? saya jadi terlibat dengan hampir semua bidang di sebuah perusahaan.
Dan karena saya mau aja mengerjakan semuanya, atasan pastinya sayang dong sama saya, sering diajak ke mana-mana, sering ajak diskusi, dan saya? beruntung banget dapat banyak ilmu.
Nah, ilmu-ilmu itu, saya bagikan ke papinya anak-anak, dengan harapan dia punya kelebihan dibanding pekerja lainnya.
Karena you know lah ya, zaman sekarang itu, persaingan luar biasa, dan saingannya anak-anak muda yang kaya ide yang brilian banget.
Para pekerja yang tuwah, yang kinerjanya segitu-segitu saja, yang selalu mendahulukan ego, padahal dia cuman staf bawahan, memaksa ikut keinginannya, padahal yang di kantor pusat ini udah jungkir balik bikinin schedulle yang amat sangat berkaitan dengan keberlangsungan perusahaan.
Dan hal yang paling sering saya katakan kepada papinya anak-anak adalah...
Atasan, butuh solusi, bukan alasan!
Dan saya kenal banget sifat papinya anak-anak yang suka beralasan sepanjang kereta api.
Dulu, ketika saya masih kerja, setiap kali atasan nanya atau nelpon saya, pasti nggak lama, karena saya selalu menjawab siap Pak, saya cek dan perbaiki ya!
Setelah itu, saya datang bawa perbaikannya.
Bayangin aja dulu deh, kita kerja memimpin sebuah pekerjaan, lalu punya bawahan yang setiap kali ditanya, jawaban dan sikapnya demikian, kan enak?
Tapi, kebanyakan pekerja sekarang kan..
Bos: Gimana progres tadi malam, kekejar nggak seperti yang kita schedulle-kan?
Bawahan rata-rata: Yo nggak bisa Bos! orang emang biasanya di situ macet, mana hujan, apalagi alatnya rusak!
Si Rey: Iya Pak, maaf semalam progres nggak tercapai, karena ada kendala kemacetan yang berakibat polisi mengurangi medan kerja, tapi kami udah koordinasi dengan polisi Pak, terus hari ini persiapannya juga lebih sore, jadi insha Allah semoga kekejar progres yang terhambat!"
Dan mulailah buat rencana kerjanya, pakai kertas! biar mudah dilakukan! Tulis evaluasi, analisa dan hasil, laporkan ke bos!
Siapa cobak yang akan disayang atasan kalau jawabannya gitu?
Hal-hal demikian, adalah peluang seorang pekerja untuk bisa cepat naik jabatan, mengapa? karena zaman now masih suliiiittttt banget mendapatkan pekerja seperti itu.
Apalagi pekerja proyek?
I know sih, mereka bertindak seperti itu karena gajinya juga tidak memuaskan
PEKERJA PROYEK ITU GAJINYA KECIL OEEEE!!!!
BAHKAN PEKERJA INTI, HARUS BERSEDIA LEMBUR TERUS TANPA DIBAYAR!!!
Tapi, kalau sebagai pekerja yang digaji kecil, kita malah ngambek, yang ada kita dengan mudahnya di-replaced sama orang lain yang masih semangat kerja dengan lebih baik.
Seharusnya kan gunakan gaji kecil itu, untuk balas dendam sama perusahaan.
Dan balas dendam terbaik kepada perusahaan adalah, dengan memberikan semua kinerja yang terbaik dan nggak ada samanya, lalu setelahnya babay... pindah perusahaan yang lebih menghargai, iya nggak?
Tapi ternyata, memang sulit sih ya mencari orang yang punya pikiran seperti itu, dan papinya anak-anak merupakan bagian dari semilyar pekerja rata-rata yang saat ini rebutan kerjaan dengan upah menyedihkan itu.
Justru dengan semua masukan saya, malah dianggap sebagai saingan, sampai akhirnya saya dibilang sotoy, katanya,
KAMU ENAK KARENA CEWEK!
Saya Memang Pekerja Perempuan, Tapi Saya Limited Edition!
Banyak yang tidak berani meyakini, kalau kita kerja dengan nilai 10 juta, tapi gaji kita cuman 3 juta, kita rugi.
Padahal saya yakin, dan bahkan sudah membuktikan, kalau kerja banyak gaji sedikit, berkahnya buanyaaaakkkkkk banget!
Ini paling terlihat buktinya, ketika terakhir kali saya balik kerja di proyek di tahun 2014 silam, dengan tujuan membantu keuangan keluarga yang super hancur setelah diambil alih sama papinya anak-anak.
Waktu itu, saya keterima kerja di perusahaan kontraktor start up, gajinya di bawah UMR dong, dan nggak ada tambahan sama sekali, karena dikasih makan siang dari kantor.
Awal bekerja, saya ditempatnya sebagai staf tehnik, diminta menghitung biaya rumah secara detail, karena selama ini, mereka selalu percaya aja sama mandor.
Pekerjaan ini sebenarnya sering saya lakukan sebelumnya, tapi masalahnya adalah... sebelumnya saya bekerja di kontraktor jalan, which is item pekerjaannya dikit banget.
Lah sementara ini rumah mewah, lebih detail pulak, huhuhu.
Tapi, karena kinerja dan sikap saya kepada atasan, hanya dalam sebulan saya berhasil menarik perhatian atasan.
Meski nggak enak karena saya harus menggeser posisi seorang rekan senior, yang gajinya di atas rata-rata, dikasih kendaraan sama kantor pulak.
Tapi, hasil kerjanya tidak memuaskan atasan, alasannya?
Ya karena itu tadi, atasan sangat membenci alasan, atasan selalu butuh solusi!
Dan itu yang saya lakukan, dan solusinya itu saya cari sendiri dulu, saya coba sendiri, baru dilaporin ke atasan, nggak cuman bergantung pada ide atasan.
Gaji saya Alhamdulillah naik dikit setelah berhasil menarik perhatian atasan, tapi tetep aja masih terbilang kecil.
Namun anehnya ya, luar biasa banget, saya berhasil membantu melunasi semua hutang suami, baik di bank maupun di semua teman-temannya, hanya dalam 1 tahun.
Saya juga nggak pernah lagi kekurangan uang, bisa bayar sekolah, daycare, jalan-jalan dengan lancar.
Bahkan kami bisa liburan keliling Jateng ketika lebaran tiba.
Sungguh di luar nalar sih sebenarnya ya, karena gaji saya kecil, rasanya semua gaji habis buat bayar hutang, gaji papinya anak-anak juga masih kecil waktu itu, dipakai buat kebutuhan sehari-hari.
Saya juga, meski jadi tangan kanan bos, tapi nggak mau terima uang sogokan dari mandor atau subkon sama sekali, bukan karena sok idealis, tapi saya memang idealisnya nggak suka kalau punya hutang, lalu sulit memerintah orang karena sungkan, wakakakka.
Tapi luar biasa sih rezeki yang mengalir ke kami.
Dan yang paling amazing itu, bisa ngelunasin hutang, masha Allah, Alhamdulillah.
Jadi, saya kadang gemes kalau melihat orang yang ketika kerja, disesuaikan dengan gajinya, dalam pandangannya sendiri.
Alhasil, malasnyaaaaa...
Bekerja seadanya, kita yang kerjanya pengen sat set sat set, kadang kesaaalll gitu liatnya.
Jadinya, jangankan gaji naik, yang ada lama-lama dipecat, hahaha.
Lalu, anggapan saya perempuan, makanya hidup saya enak?
EH KATA SIAPA?
Di perusahaan tempat saya kerja, perempuannya bukan cuman saya, dan lainnya jauh lebih cantik dari saya, tapi atasan sayangnya sama saya tuh, lah dia butuh sayaaaa!
Gemes banget kan kalau dikatakan, hidup saya enak dan mudah karena saya perempuan!
Justru saya tuh perempuan limited edition, jadi kalau kerja sama laki, banyak laki yang kalah, wakakakak.
Karena saya suka bekerja, rasa ingin tahu saya besar, saya mencintai pekerjaan, merasa memiliki perusahaan layaknya itu punya saya, meskipun gaji saya kecil, dan sering glek sendiri, ketika meriksa laporan keuangan, liat pengeluaran atasan yang wao banget, di atas gaji saya, padahal cuman buat senang-senang.
Tapi toh, pikiran saya tentang ya wajarlah, orang itu perusahaannya kan ye!
Yang penting hal saya sesuai perjanjian, jangan berani diundur sedikitpun, wakakakakka.
Justru saya tuh beneran heran loh, melihat kinerja orang bekerja, apalagi liat laki-laki, tulang punggung, tapi kinerjanya rata-rata banget, di tengah persaingan luar biasa ini.
Bukti nyata dari orang yang rata-rata?
Ya kayak papinya anak-anak itu, udah belasan tahun loh dia kerja di proyek.
Bentar lagi masuk 20 tahun bahkan.
Dan selama itu, dia kerjanya di bidang yang sama loh, nggak kayak saya, abis kerja di proyek jalan, lompat ke proyek rumah, yang sungguh beda jauh cara pekerjaannya.
Mengapa saya demikian?
Karena saya bisa banyak hal, meskipun nggak mendalami banget dalam satu bidang, tapi bisa juga kok bersaing, karena ulet itu.
Dan karena keuletan juga, saya bisa dengan mudah mencuri perhatian atasan, di mana bukan cuman saya yang butuh, tapi atasan juga sangat butuh saya.
Ditambah saya nggak berani cerewet minta nambah gaji kan ye, cari di mana cobak karyawan kek gitu, wakakkakaak (makanya kamu nggak kaya-kaya Rey, eh saya nggak butuh kaya sih, saya butuh cukup aja).
Meskipun gaji saya kecil, tapi Alhamdulillahnya nih, saya nggak pernah sampai mengemis pekerjaan, bahkan saya nggak pernah mengalami, mau kerja gajinya dipotong orang yang nggak bertanggung jawab.
Sekarang ini banyak loh, lowongan kerja dijadikan sebagai lahan bisnis, jadi orang kalau mau masuk kerja, ya harus bayar, atau harus rela gajinya dipotong.
Ya Allah, iyaaaa gitu kalau gajinya ratusan juta ya, jadi dipotong 50% juga masih ada 50 juta, wakakakka.
Dan yang bikin miris nih, udah tahu masuk kerja susah, gajinya dipotong, tapi tetep aja kinerjanya malasssss malasan.
Lah untungnya apa cobak malas-malasan?
Coba berikan kinerja 200-300% kali lipat (itu pegimana maksudnya di atas 100% yak? wakakakak).
Bikin perusahaan butuh kita, setelah itu dengan mudah kita mendapatkan akses ke atasan, dan mendapatkan gaji penuh.
Kalau perlu laporkan tentang pemotongan gaji kepada atasan, jangan pernah takut berbuat benar, meski dibilang mematikan penghasilan orang.
Woeee, penghasilan macam apa tuh yang memakan hal orang lain?
Intinya, kalaupun hidup saya terlihat (TERLIHAT LOH YA! DIA NGGAK TAHU SAJA KALAU JADI SAYA KAYAK GIMANA!) mudah, itu bukan berarti karena gender saya yang minta dikasihani.
Itu semua karena keuletan saya, karena saya limited edition.
Duh, mari kita sudahi, semua cerita ini, sebelum hidung si Rey makin lebar karena sombong, wakakakak.
Intinya bukan sombong sih ya, tapi saya nggak suka dibilang saya mencapai sesuatu karena faktor kebetulan, I WORK VERY HARD FOR THAT!
Akoh bekerja 3-4 kali lipat tauk, tentu saja hidup saya lebih mudah dibanding yang kerja 1 bahkan 0,75 kan ye?
Meski kemudahannya bukan semata di uang ya.
Tapi terlepas dari semua beban hidup yang saya jalani, saya merasa selalu beruntung karena bisa melewati tantangan dengan baik, enggak kabur kek papinya anak-anak, yang dikit-dikit kabur.
Yang ketika nganggur nggak dapat kerjaan, malah sibuk menyalahkan saya, katanya dia nggak sukses karena saya, padahal saya kenal banget sikap dan karakternya.
Selama dia merasa sikap tersebut benar, ya nikmatilah karir yang rata-rata dan seringnya kudu ngemis dulu, saking persaingan banyak minta ampun.
Nggak heran ya, mertua saya selalu berharap saya yang kerja di luar, karena mereka tahu kemampuan saya.
Bahkan, saya sering banget diajak semua teman, saudara sepupu dan semacamnya, untuk bikin perusahaan kecil, jalankan proyek di luar Jawa.
Keluarga saya, Alhamdulillah banyak yang jadi ASN dan punya koneksi untuk bikin proyek, khususnya proyek teknik sipil.
Tapi masalahnya, saya nggak mau meninggalkan anak-anak.
Saya lalu menawarkan ke semua saudara dan teman saya, agar diberikan ke papinya anak-anak.
Toh dia juga lulusan teknik sipil, dan udah pengalaman kerja belasan tahun di proyek.
Tapi, semua menolak, mereka tahu, saya yang dibutuhkan, bukan papinya anak-anak, alasan masuk akalnya sih, karena mereka kenal kemampuan saya.
Penutup
Inti dari cerita panjang yang ngabisin waktu ini adalah, bukan untuk meremehkan dan merendahkan kemampuan papinya anak-anak ya.
Akan tetapi, saya cuman keberatan kalau dianggap lebih baik karena faktor gender.
Dan yang paling penting adalah, saya bisa lebih baik, karena yang saya kerjakan lebih banyak, nggak rata-rata kayak papinya anak-anak.
Padahal udah sering loh saya mengatakan, kalau kesal karena saya harus cari uang juga buat kebutuhan hidup, tapi juga harus urus anak semuanya seorang diri.
Tapi dia mengelak, mengatakan,
"Kamu itu perhitungan banget, menganggap semua hidup harus sama semua!"
Padahal bukan masalah harus samanya yang saya perjuangkan, tapi untuk mendapatkan hasil lebih.
Karena apa yang dia kerjakan selama ini sangat amat kuranggggggggggggggggggg bangettttttttttttttttttttttttttt!
Dan ujung-ujungnya dia stres sendiri, karena belasan tahun, sedikitpun karirnya nggak naik, bahkan lama-lama dia tergeser orang baru, dan harus merasakan dapat kerja sebentar, nganggurnya lama.
Padahal, anak-anaknya sangat butuh uang setiap saat, karena saya nggak sanggup membiayai 2 anak sekaligus, apalagi sambil urus anak pulak kerjanya.
Begituh deh!
Sidoarjo, 30 Desember 2022
suka sama judulnya.
BalasHapuswanita limited edition memang berkelas pokoknya
selalu upgrade skill dan melihat sikon juga, apalagi kalau kita kerja di perusahaan yang kadang suka ada yang sikut-sikutan
bener juga kata mba rey, anak zaman now kalau menjawab pertanyaan bos, udah kayak ngomong sama temen sendiri. to the point dan nggak ada solusi
hehehee iyaaaa, etapi beberapa orang juga kek gitu sih, dulu sering banget menemukan teman yang kalau ditanya bos, malah balik bertanya wakakaka
HapusSalut sama mbak Rey, waktu kerja dulu selalu rajin makanya dikasih kepercayaan sama atasan. Selain itu selalu menganggap kalo dapat tugas dari atasan itu untuk meningkatkan skill, bukan jadi beban.
BalasHapusJadi blogger juga konsisten nulis setiap hari, ngga seperti saya yang update nya tiga bulan sekali.😂
Wah kalau si Rey update tiap hari, karena dikejar biaya hidup Mas, wakakkakaa
Hapus