Berperang dengan batin untuk menuliskan hal ini, di satu sisi saya ingin melupakan peristiwa ini. Karena jika diungkap lagi, rasa sakit hati akan mencuat lagi, dan saya takut terlalu banyak membuka aib orang lain.
Meskipun jujur banget ya, saya tuh heran bin ajaib dengan manusia-manusia yang suka banget dengan sengaja bikin aib. Terus melarang orang lain membicarakan aibnya tersebut.
Padahal, saya tetap berpendapat, bahwa aib yang sesungguhnya harus kita tutup adalah, aib yang terjadi tanpa sengaja. Kalau sengaja mah, keenakan banget ditutupin.
Dan khususnya ada korban, kenapa cobak korban hanya boleh tutup mulut dan berteman dengan mental hancurnya?. Tidak mudah tauk berada di posisi korban.
Baca juga : Jaga Aibmu Sendiri, Jangan Limpahkan ke Orang Lain untuk menjaganya
I know, sebaiknya kita mengandalkan Allah, tiada yang lebih berkuasa dari Dia. Tapi, kita semua (setidaknya para muslim) juga menyadari bukan, bahwa syarat diterimanya shalat adalah dilakukan oleh orang yang tidak hilang akal alias gila.
Coba aja shalat dalam keadaan mental rusak, saat mental baik-baik saja, pikiran ke mana-mana, apalagi ketika pikiran lagi nggak konsen?
Saya udah sering banget mengalami lupa rakaat, tauk!
Back to masalah yang akan saya ceritakan di sini.
Niat untuk melupakan jadi sulit, karena pikiran terlalu riuh mengatakan, bahwa semua orang berpikir saya mengada-ngada. Hal ini pastinya berkaitan erat dengan menyebarkan fitnah, dan nggak tanggung-tanggung fitnahnya bakal jadi terlihat keji.
Saya juga berpikir, mungkin mereka mengira saya sedemikian tega menfitnah orang lain, hanya karena nggak betah tinggal di situ.
Duh!
Sudah saya jelasin sih secara panjang lebar melalui tulisan chat, dan saya pikir hal ini tentunya lebih baik, karena tulisan akan bisa dibaca berkali-kali, untuk dipahami kronologi sebenarnya.
Tapi, emang sulit sih orang menerima, jika seseorang yang mereka cintai dan hormati, dituduh melakukan sesuatu yang menjijikan.
Ceritanya Bermula Di Sini
❗❗❗Disclaimer dulu : Tulisan ini adalah ungkapan hati saya, mungkin akan terbaca tidak nyaman oleh beberapa orang. I warning you yaaa... mending nggak usah dibaca deh, hahaha.
Awal cerita ini bermula ketika saya dan anak-anak datang menemani seorang lansia (kita sebut aja LBM, tapi saya nggak usah diganti Mawar, hahaha) di bulan Juni 2023 lalu. Si LBM ini memang sendirian karena baru saja ditinggal berpulang oleh istrinya.
Ada sih anak-anaknya, lumayan banyak pula. Tapi kesemuanya sudah menikah, dan punya urusan masing-masing yang juga tak kalah penting.
Selain itu, anak-anaknya memang sudah terlalu lelah, sejak Januari 2023, mereka tak kenal istrahat bolak balik ke rumah itu untuk mengurus ibunya yang sakit tak berdaya, sebelum akhirnya berpulang.
Baca tulisan ini biar jelas : Cerita Mengemis Keluarga Untuk Anak-Anak
Singkat cerita, sampailah saya dan anak-anak di rumah tersebut, ketika itu keadaan sangat sepi. Meski rumah tersebut ada beberapa kamar yang dijadikan kos-kosan, tapi karena sedang liburan panjang, jadinya semua pulang.
Setelah beristrahat sebentar, sorenya saya segera beberes. Anak-anak saya minta untuk ikut beberes, khususnya si Kakak, dengan ikut menyapu lantai, sementara saya menyiapkan minuman panas sore buat si LBM ini.
Setelah itu, anak-anak mandi, dan ketika adzan magrib berkumandang, anak-anak lalu berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah di sana.
Selepas anak-anak pergi, tinggallah saya dengan si LBM ini di rumah, dan karena semua udah selesai, segera saya mandi agar bisa shalat dan setelah menyiapkan makan malam untuk semuanya.
FYI, di kamar mandi itu ada lubang yang berfungsi sebagai ventilasi dan terhubung dengan toilet berisi kloset saja di sebelahnya.
Tapi, lubang yang kira-kira berukuran sekitar 35x20 itu meskipun lumayan tinggi letaknya, bahkan saya berdiri di kamar mandi, nggak bakal bisa liat orang di toilet sebelah. Padahal lubangnya nggak ditutup oleh apa saja sama sekali.
Masalahnya adalah, orang yang berada di toilet sebelah akan dengan mudah mengintip orang di kamar mandi, karena memang letak klosetnya agak tinggi. Jika orang berdiri di bantalan kloset jongkok itu, dengan tinggi sekitar di atas 170an, akan mudah melihat orang di kamar mandi jika dia melongok ke sebelah, sambil sedikit jinjit.
Selain lubang ventilasi yang sedari dulu bikin kesal ketika mandi itu. Karena ketika ada orang yang sedang buang hajat di toilet, akan sangat menyiksa orang yang sedang mandi di kamar mandi. Ada pula lubang yang lumayan vulgar, yaitu bolongan bekas handle pintu yang sudah rusak.
Lubang itu akan dengan mudah menampilkan sedikit orang yang ada di kamar mandi. Termasuk juga, orang yang berada di kamar mandi akan dengan mudah melihat orang yang berada di depan pintu atau yang sedang berlalu lalang.
Nah ketika saya sedang mandi, tiba-tiba melihat bayangan si LBM lewat, tapi saya cuek, karena kirain dia mau wudhu di kran air yang ada di depan toilet.
Tapi, saya liat bayangan itu mondar mandir sebanyak beberapa kali. Awalnya saya pikir mungkin si LBM mondar mandir karena menyalakan air sumur, tapi saya tersadar, lah air sumurnya lagi nyala dong, dan terdengar bunyinya karena saya nyalakan.
Setelah itu, tiba-tiba perasaan jadi nggak enak banget, apalagi sekilas saya dengar si LBM ini masuk ke toilet, tapi nggak kedengaran air sama sekali. Badan mulai merinding sendiri, tapi bukan merinding karena takut hantu sih, melainkan merasa ada seseorang yang mengintip.
Tak mau hanya terpaku, secepat mungkin saya menyudahi mandi, lalu pakai handuk dan memakai baju secepat mungkin (saya ganti baju di kamar mandi, biar nggak mondar mandir hanya pakai handuk).
Setelah itu saya keluar kamar mandi, ketika hendak mematikan lampu, tiba-tiba terdengar suara mendehem si LBM di toilet sebelah. Seketika juga saya nyalakan kembali lampu kamar mandi, karena saklar lampu itu tersambung untuk lampu di 2 toilet tersebut.
Sambil berjalan ke dalam, sekuat tenaga saya tepiskan perasaan yang enggak-enggak yang berkecamuk di kepala. Di mana sebagian besar suara-suara kepala mengatakan kalau saya tadi diintip orang ketika mandi. Tapi di sisi lain, saya tidak percaya si LBM akan berbuat seperti itu.
Ah tidak, itu hanya perasaan saja.
Sayangnya, keesokan harinya terjadi lagi, si LBM itu mondar mandir depan kamar mandi dan masuk ke toilet samping, ketika saya sedang mandi. Berdiam diri tanpa ada bunyi air sama sekali, dan ketika saya keluarpun si LBM masih di dalam, dengan kondisi pintu toilet yang sedikit terbuka.
Saya sampai di hari ke-3, saya inisiatif menutup lubang kecil di pintu dengan baju kotor, sayangnya untuk lubang ventilasi nggak bisa ditutup karena nggak ada celah untuk menggantung baju atau apa saja agar lubang itu tertutup.
Akhirnya, saya pakai cara mandi dengan menggeser ke dinding di bawah lubang ventilasi tersebut. Dengan demikian kalau diintip melalui lubang, akan sulit, karena saya mepet dinding.
Beberapa kali saya mandi dengan posisi seperti itu, sampai akhirnya saya merasa aman, ketika si Adik jadinya nggak mau ikut kakaknya ke masjid.
Atau sesekali saya mandinya setelah anak-anak pulang masjid. Atau terlebih ketika ada anaknya yang datang dan menginap di rumah itu.
Seiring waktu, saya mencoba melupakan kejadian yang lumayan bikin deg-degan ketika mandi itu. Meskipun tetap saja, setiap hendak mandi, saya selalu waspada, memastikan kalau nggak ada yang diam berlama-lama di toilet sebelah tersebut.
Ah semoga saja semua ini hanya perasaan saya saja, lagian masa iya sih si LBM itu melakukan hal yang aneh-aneh, ye kan?
Baca tulisan ini biar jelas : 1001 Masalah Mertua Menantu, Tentang Batasan Mahram
Shock Ketika ART Curhat Tentang Pelecehan yang Dialaminya
Kurang lebih sebulan saya dan anak-anak di rumah tersebut, ngendon aja nggak bisa ke mana-mana. Sampai akhirnya papinya anak-anak pulang dari Medan.
FYI lagi, di rumah itu ada ART yang bantu-bantu masak, nyuci baju, nyetrika dan beberes setiap Senin-Sabtu pukul 7-11 siang.
Tapi, entah mengapa, akhir-akhir ini si ART itu kok sedikit berubah, diam dan wajahnya terlihat manyun mulu.
Sampai akhirnya pagi itu, dia cerita sebuah hal yang bikin saya shock, gemetaran dan makin curiga, kalau kejadian aneh yang saya alami di kamar mandi itu, bukan perasaan semata.
Sayang, saya nggak bisa menceritakan hal itu di sini, karena terlalu vulgar. Yang jelas, saya langsung percaya omongan si ART tersebut, karena emang pernah mengalami hal yang bikin jijay, meskipun nggak bisa yakin banget, karena nggak ada bukti, dan saya nggak berani nge-gap si LBM itu.
Runtuh semua rasa hormat dan respek saya kepada si LBM, antara benci, jijik dan segalanya bercampur jadi satu. Terbayang lagi kejadian di kamar mandi itu, yang bikin saya nggak bisa nahan untuk nggak cerita langsung ke papinya anak-anak.
Sebenarnya si ART itu melarang saya ngomong ke anak-anaknya, meski ke papinya anak-anak juga. Alasannya, dia nggak yakin anak-anaknya bakalan percaya. Terlebih, kasus saya emang nggak ada bukti sama sekali, dan nggak ada kres langsung kayak si ART tersebut.
Btw lagi, si ART itu bahkan sudah mengalami hal yang lebih ekstrim sejak lama. Dan dia sudah memendam hal itu bertahun-tahun. Sebenarnya mau keluar sih, tapi dia masih butuh uang, dan gajinya bekerja di situ memang lumayan sih.
Bukan hanya sekali dia mengalami, tapi beberapa kali, meskipun lainnya hanya dengan kata-kata yang bikin perut mual.
Dan gara-gara itu juga, si ART selalu takut kalau dia hanya berdua di rumah sama si LBM itu. Ketika tahlilan 7 malam istri si LBM selesai, dan anak-anak kos akhirnya pada pulang karena sudah libur kuliah. Seketika si ART merasa ketakutan membayangkan jika di rumah tersebut hanya ada dirinya dengan si LBM.
Si ART akhirnya menemukan akal, dia meminta cuti selama sebulanan kepada anak LBM. Alasannya selama anak kos libur, rasanya nggak terlalu banyak yang harus dia kerjakan di situ, karena cuman hanya si LBM sendiri.
Namun, belum juga di ACC keinginannya, eh terdengarlah kabar kalau saya dan anak-anak akan tinggal di rumah tersebut.
Balik ke masalah curhatannya.
Saya shock berat mendengar curhatan si ART, dan seketika nggak bisa tenang. Marah, benci, kesal, mual, sampai badan gemetar dan air mata jatuh tanpa bisa ditahan.
Akhirnya nggak tahan lagi, saya ajak papinya anak-anak untuk berbicara di luar, saya pikirnya dia bakalan marah dan melakukan hal yang tidak diinginkan.
Kami lalu ke McD Manyar, lalu dengan belepotan saking nahan kesal, marah dan semua rasa, saya berusaha menjelaskan hal yang bikin dada sesak.
Dan?
Awalnya papinya anak-anak terlihat shock, diam, tapi setelahnya seperti nggak percaya. Dia mengatakan akan konfirmasi ke si ART tersebut.
Nyatanya, sampai keesokan harinya ada si ART, sementara si LBM ini nggak ada di rumah, si papinya anak-anak juga nggak mau konfirmasi langsung. Berasa itu bukan masalah penting.
Dia hanya menjalankan perintah saya, untuk menutup lubang ventilasi dan lubang kunci pintu, tanpa konfirmasi terlebih dahulu ke si LBM.
Selanjutnya, sampai dia pergi ke Medan lagi, nggak ada tindakan apapun yang dia lakukan. Ketika malam sebelum dia berangkat, sekali lagi saya mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran dan lainnya.
Dan lagi-lagi nggak ada solusi.
Keyakinan Tanpa Bukti Namun Yakin Karena Sifatnya
Memang sih apa yang saya alami ini meragukan, saya nggak benar-benar berani menangkap basah kelakuan si LBM ketika itu.
Namun, saya nggak tahu ya kalau orang lain, kalau saya selalu peka terhadap sesuatu yang mencurigakan, karena sudah pernah mengalami hal sejenis di masa lalu.
Baca tulisan ini biar jelas : Cerita Diintip Ketika Mandi yang Bikin Trauma
Dan nggak tahu apakah ada orang yang bereaksi langsung marah dan teriak ketika merasa diintip ketika mandi. Karena yang terjadi di saya, malah bikin sekujur tubuh jadi membeku, apalagi saya tahu kalau di rumah itu nggak ada orang lain kan.
Mungkin juga (seandainya) si LBM ini nggak ngapa-ngapain di toilet samping itu. Mungkin dia mau pipis tapi emang lagi bermasalah.
Ya semoga aja demikian ya.
Namun, jika saya dituduh mengada-ngada, bahkan mungkin dituduh bikin fitnah hanya karena nggak betah di sana, ya keterlaluan banget sih.
Kalau ditanya betah nggak di situ? pasti nggak betah lah, bahkan sejak dahulu kala, sebelum menikah pun, saya mualaaaaassss banget ke rumah itu.
Tapi kan sekarang beda lagi kondisinya. Dan seperti yang sudah saya tuliskan di beberapa cerita sebelumnya, bahwa saya sudah menyadari sepenuhnya, tantangan apa yang bakal saya hadapi, kalau berani tinggal di situ bersama si LBM.
Walau sejujurnya, sedikitpun saya nggak menyangkah kalau sifat si LBM ini bikin shock. Hal-hal lain mengenai sifatnya, as i told you, bahkan anak-anaknya sendiri, nggak betah tinggal bersama si LBM tersebut.
Saya memang tidak menangkap basah dugaan perbuatan tersebut. Tapi dari apa yang saya alami, beberapa gelagat yang memang saya liat dan alami langsung, sudah lebih dari cukup bikin saya selalu cemas dan khawatir.
Saya butuh papinya anak-anak bertindak tegas, setidaknya dia berani diskusikan dengan saudara-saudaranya. Agar ada jalan keluar yang win-win solution.
Dan jujur sih, memang nggak ada cara lain, selain saya harus pergi dari rumah itu, tidak peduli apapun alasannya.
Baca tulisan ini biar jelas : Wahai Suami, Romantis Seperti Ini yang Istrimu Inginkan
Andai papinya anak-anak bisa sedikit tegas ketika itu, mungkin masalah ini nggak akan jadi terlalu besar. Atau andai anak-anaknya bisa lebih menganggap kalau hal ini penting banget, mungkin masalah ini tidak akan pernah saya simpan dan sampaikan ke mereka melalui ranah terbuka begini.
Karena apapun alasan si Papinya anak-anak, sudah tidak sehat lagi jika saya terus bertahan di sana. Dan memang terbukti kan, akhirnya saya 'meledak' juga, meskipun untuk masalah lainnya.
Itu karena respek dan hormat serta kesabaran saya sudah hilang pada si LBM, akhirnya ada masalah yang benar-benar sulit saya terima, nggak bisa lagi saya bertahan untuk sabar.
Kondisi saya tuh sama banget dengan si ART, yang makin hari makin berani sama si LBM, berasa dia lupa posisi sebagai pembokat. Tapi, saya mengerti banget perasaannya, karena harus kerja bertahun-tahun dalam tekanan menyembuhkan luka hatinya oleh tindakan yang (ah sudahlah, takut saya tergoda untuk menuliskan di sini).
Mencoba Maafkan Dengan Memahami, Tapi Tidak Mau Ketemu Lagi
Terlepas dengan kejadian yang memang sudah terlanjur terjadi, hingga saat ini saya masih mencoba untuk memaafkan dengan cara memahami kondisi orang-orang yang kadang saya pikir sangat keterlaluan itu.
Untuk si papinya anak-anak, yang meskipun saya gregetan tingkat dewa, saya coba pahami kedudukannya yang mungkin bingung melakukan sesuatu dalam merespon cerita saya yang sungguh bikin shock itu.
Untuk si LBM yang mungkin karena pengaruh hormon dan juga pengaruh buruk gadget (i told you, gadget itu bukan cuman nggak baik untuk anak-anak, untuk lansia juga buruk!)
Dan untuk anak-anaknya, mungkin mereka juga bingung dan shock menerima hal tersebut, terlebih mereka memang lagi sibuk-sibuknya mengurus anak-anaknya yang masuk perguruan tinggi.
Apapun itu, saya hanya ingin bisa menerima hal tersebut, dan untuk saat ini sampai nggak tahu kapan, saya nggak mau ketemu dulu. Saya udah benar-benar nyerah setelah sebulanan lebih menahan diri, menampilkan senyuman, meskipun rasanya ..... ah sudahlah.
Semoga saya bisa segera menerima kejadian ini, hingga akhirnya bisa berdamai dan syukur-syukur melupakan.
Demikianlah..
Surabaya, 25-08-2023
🤗Rey, sinilah aku kirim virtual hug dulu. Jadi agak paham Ama case-nya, walopun ga tau detil. Tapi aku bisa bayangkan itu sesuatu yg memang ga pantes untuk diingat ðŸ˜ðŸ˜.
BalasHapusKalo aku JD kamu, aku juga lebih milih keluar kok Rey, drpd makin lama bakal kejadian yg lebih serem lagi. Mnding selamatin diri dr skrang.
Cerita yg udah lazim sbnrnya. Walonsudah tua, tapi masih aja tergoda melakukan hal ga pantes. Sebenernya itu terjadi juga Ama salah satu sodara yg aku kenal. Bedanya, istrinya masih ada, dan tahu kalo suaminya suka begitu Ama ART. Tapi ga bisa ngapa2in, Krn malu kalo hrs cerai di usia segitu.
Yg kuat ya Rey, semoga kamu selalu dilindungi dari kejadian jahat apapun 🤗
Udah lama sebenarnya pengen pergi, pas nemu kenyataan kalau diriku tinggal sama orang yang nakutin gitu.
HapusIni double takutnya, karena kalau orang lain kan, tinggal dijebak aja.
Lah ini orang dekat, bingung menghadapinya.
Memang paling tepat ya menjauh.
Sayang saya nggak ada yang dukung :(
Maaf kak Rey, Aku kok tiap baca cerita kak rey tuh selalu gemes sama papi. Aduh, okelah sebagai laki-laki mungkin posisinya tuh kejepit, antara istri dan ortu atau siapapun. Tapi namanya istri itu harus dikasih pengertian dan penjelasan sih, plus... setiap masalah apapun harusnya bisa dicarikan solusinya. Bukan dibiarkan mengambang.
BalasHapusKarena aku percaya sih, ga ada masalah yang selesai dengan didiamkan. Yang ada adalah menumpuk kemudian meledak sewaktu-waktu.
Untuk Mbak Rey, semangat terus yaa. Aku berdoa semoga rezekimu selalu ada, dan pada akhirnya keluargamu senantiasa bahagia.
Aamiin ya Allah, makasih ya.
HapusYa at the end, emang cuman bisa berharap Allah kasih pelindung yang benar-benar entah langsung ataupun melalui suami yang benar-benar bertanggung jawab
Mba Rey.. aku pernah di posisimu, niatanya baca curhatan pemilu malah spontan klik tautan ini. huhuh. jujurly ga mudah banget melupakan kejadian naas yang menimpa diri sendiri apalagi itu dilakukan orang terdekat, dan mirisnya lagi kurang bukti.
BalasHapusAhh mba Rey.
Beneran ini tuh berdamai dan memaafkan orang tersebut sangat syulit, lalu berlaku innoncent. Inginku berkata kasar. Sampai sumpah serapahku keluar saat itu smbil sesunggukkan. Aku tau itu buruk, tapi yaudahlah.. aku percaya Tuhan tau mana yang terbaik.
Sampai sekarang, aku sudah memaafkannya tapi tidak melupakan, aku jaga jarak, sebisa mungkin tidak berkomunikasi dengannya, hanya dengan pasangannya karena memang pasangan dan anak-anaknya dekat denganku.