Cerita Dipermalukan di Depan Banyak Orang di Perpustakaan

Si Rey ini sebenarnya, kadang malu-maluin tingkahnya, tapi kalau dipermalukan juga, rasanya kok gimana gitu ya?. 

Itulah yang saya rasakan ketika merasa dipermalukan, pada Selasa kemarin ketika berada di perpustakaan daerah Surabaya.

Oh ya, sebelumnya disclaimer dulu ya, ini cerita receh sebenarnya, tapi pengen aja gitu saya rekam di blog ini, biar jadi kenangan kan ye.

Dipermalukan kok pengen dikenang, si Rey emang agak laen, sodarah!.  

Jadi ceritanya, sejak awal tahun 2024 ini, saya sudah bertekat untuk kembali hidup sedikit lebih sehat. Salah satunya back to intermittent fasting routine.

Targetnya nggak muluk-muluk sih, cuman biar BB saya turun aja, karena tulang-tulang khususnya di bagian kaki udah mulai sakit menopang badan yang penuh lemak ini.

Lucky me, puasa intermittent bukanlah hal yang susah-susah amat, cukup skip sarapan selain air putih aja sih. Apalagi jika diganti dengan air jahe kunyit yang rutin saya konsumsi, rasa lapar jadi bisa ditekan sampai waktunya makan di siang hari.

Selain itu, selama tahun baru ini, sebisa mungkin saya menghindari konsumsi kopi. Dan you know, saya menemukan sebuah fakta baru. Bahwa sepertinya selama ini tuh saya diboongi oleh kebiasaan yang mengatakan, kafein pada kopi bisa menekan rasa kantuk.

Sudah hampir 2 mingguan saya kembali numpang nulis di perpustakaan. Dulunya sih saya sering bawa bekal kopi, yang saya minum sambil mengetik di ruangan baca perpustakaan.

Kopi yang saya bawa, biasanya merupakan campuran dari Nescafe classic dengan Luwak white coffee low sugar. Diseduh oleh air jahe menghasilkan kafein yang lumayan strong di....perut, hahaha.

Nggak tahu kenapa, dulu itu kok saya selalu ngantuk tak tertahankan, terutama di pagi hari. Jadinya wajib bawa kopi, daripada ketiduran di luar. Meskipun, setelah minum, kantuk sedikit berkurang, tapi badan gemetaran nggak karuan, hahaha.

Karena itulah, sejak awal tahun, saya bertekat untuk tidak bergantung sama kopi, dengan cara tidak ada stock kopi di rumah.

Nyatanya, berhasil dong.

Sudah sekitar hampir 2 mingguan ini, saya biasa-biasa saja mengetik di perpustakaan. Ada sih sesekali kantuk yang bikin saya menguap kecil, tapi nggak separah biasanya.

Dan nyatanya, saya berhasil fokus mengetik, tanpa perlu diganggu rasa kantuk yang berlebihan. Padahal gaya hidup saya masih sama loh, masih juga sesekali terpaksa molor begadang sampai pukul 12 malam lebih, lalu harus bangun di pukul 4 pagi.

Tetap kurang tidur sih ya.

Anehnya, setiap Jumat kan saya nggak bisa nungguin sambil ngetik di perpustakaan. Si Adik masuk pukul 7 pagi, sementara perpustakaan bukan pukul 08.30.

Terpaksa deh saya nunggu di tempat yang biasa saya tongkrongi, itu tuh si me'dih *uhuk, ampunnn jangan dihujat, hahaha.

Di sana kan saya bingung mau pesan apa, akhirnya coba pesan kopi tanpa gula, rasanya aneh banget, dan sukses bikin saya gemetar, tapi tetap ngantuk tak terperihkan.

Nah, karena saya jalani intermittent fasting, jadinya setiap ke perpustakaan tuh perut saya masih kosong.

Meski demikian, aman-aman saja kok, sama sekali tidak terasa lapar yang mengganggu, tidak juga ada rasa gemetar karena telat makan.

Minggu pertama sejak anak-anak masuk sekolah, saya lewatkan dengan lancar di perpustakaan. Alhamdulillah lebih produktif, terbukti dari rutinnya terbit tulisan baru di beberapa blog saya.

Namun, memasuki minggu kedua, khususnya di hari Selasa kemarin, terjadi sesuatu yang mengganggu, sekaligus mempermalukan saya di depan banyak orang di sana.

Ketika itu, seperti biasa ruangan baca di perpustakaan daerah Surabaya itu lumayan ramai oleh para pengunjung. Hampir semua kursi terisi oleh pengunjung dengan beberapa kegiatan di situ.

Ada yang hanya sekadar membaca buku yang diambil dari rak buku. Ada yang hanya sekadar scroll hape, namun lebih banyak yang mengerjakan sesuatu di laptop masing-masing.

Meski pengunjung lumayan ramai, tapi suasana tetap hening, itulah enaknya numpang ngetik di sana. 

Namun, di tengah keheningan yang syahdu itu, tiba-tiba...

Krucuk...krucuk...krucuk...

Perut saya bunyi dong, dan seolah diberikan aba-aba, hampir semua yang duduk di ruangan tersebut, khususnya di dekat saya, menoleh ke arah saya.

Ooooo maiiii gud!....

Malunyaaaaaa, minta ampun, hahaha.

Si perut juga ya, udah tahu empunya ini menahan malu yang amat sangat, bukannya ikut malu, malah nerusin bunyinya.

krucuukkk...krucuuukkk...krucuuukkkk...

Dan semakin keras dong! 

Dari sudut mata, terlihat jelas kalau beberapa orang menahan senyum. Bahkan ibu-ibu yang setiap hari setia berada di situ, kayaknya sih lagi bikin skripsi atau tesis gitu, mulai berbisik-bisik dengan temannya.

Ampuuunnn dah si perut.

Nggak tahu kenapa, bisa-bisanya dia bunyi kayak gitu, padahal biasanya juga nggak pernah lagi. Dulunya saya emang punya masalah bunyi perut yang mengganggu. Jangankan sedang lapar, bahkan belum benar-benar lapar juga perutnya bunyi.

Masalahnya, kalau cuman sesekali dan bunyinya pelan sih nggak masalah. Tapi enggak, gemuruhnya bisa terdengar sekitar beberapa meter, apalagi di momen senyap kayak di perpustakaan.

Demi menekan malu dan meredakan gemuruh si perut, akhirnya saya minum air putih yang banyak. Syukurlah sedikit berkurang bunyinya, meski tetap terdengar sesekali.

Dasar si perut, bisa-bisanya dia mempermalukan saya di depan banyak orang, di perpustakaan.

Kalau Temans, punya pengalaman dipermalukan anggota tubuh kayak gitu? share yuk.

Surabaya, 10 Januari 2024