Siang tadi, seperti biasa saya berada di perpustakaan daerah Surabaya, setelah mengantarkan si Adik ke sekolahnya. Tak seperti biasanya, meski sudah menunjukan pukul 09.00, tapi suasana di sana masih sepi.
Saya bahkan masih kebagian kunci loker yang lumayan banyak pilihannya. Padahal biasanya, datang di pukul 9an pagi itu, siap-siap aja kehabisan kunci loker penyimpanan tas, yang memang nggak boleh dibawa ke dalam ruangan baca perpustakaan.
Setelah mampir beli permen di koperasi yang ada di sana, segera saya masuk dan menuju tempat duduk favorit saya setiap kali berada di perpustakaan tersebut.
Belum lama serius menghadap laptop, menuliskan sebuah tema parenting dan mengisi sub temanya, biar mudah dikembangkan. Tiba-tiba dengan sudut mata, saya menyadari ada yang menghampiri dengan mata yang tersenyum pada saya.
Dia adalah, seorang gadis jangkung dengan masker hitam di wajahnya, karenanya saya hanya menangkap senyum melalui matanya.
Dan dia adalah salah satu blogger Surabaya yang cantik tapi suka banget hibernasi menikmati introvertnya, Dea Mirela eh salah, Dea Merina, hahaha.
Pertama kali ngeh sama si Dea ini, ketika namanya memenuhi website blogger perempuan (BP), sampai dijadikan blogger of the month-nya si BP ini.
Kemudian, kami bertemu langsung di acara event blogger launching Sampoerna Mobile Banking Station di Gion Market Surabaya tahun lalu.
Jujur, pertama kali ketemu, saya nggak ngeh kalau si Dea ini seorang yang introvert. I mean, saya juga introvert, tapi si Dea pasti protes keras kalau saya bilang gitu, lah saya cerewet, hahaha.
Tapi, setelah berkali-kali ketemu, terutama ketemunya di perpustakaan Menur itu, kami jadi buanyaaakk banget ngobrol. Apalagi kan ye, si Rey ini kalau udah ketemu seseorang yang nyambung diajak ngobrol, apalagi anak muda atau yang lebih muda dari saya, dijamin nggak bisa berhenti ngomong.
Demikian juga siang itu.
Setelah si Dea cari buku buat dipinjam, datanglah dia duduk di depan saya, dengan membawa buku yang tebal banget.
Hampir saja saya tergoda mau ikut pinjam buku begitu, jenis buku fiksi.
You know lah selama ini, saya cuman berputar di sekitar rak buku psikologi, yang isinya kebanyakan tentang self development.
Dan benar kata si Dea, kebanyakan baca buku serius, bikin mual dan eneg juga, hahahaha.
Jadi, saya butuh buku-buku fiksi, yang ada ceritanya, apalagi kalau ceritanya bagus, dijamin si Rey lupa nulis, *loh, wakakakakak.
Lalu begitulah, percakapan kami pun dimulai, tidak peduli semakin siang, orang-orang mulai berdatangan, dan kami (heh? kamu kali Rey!hahaha) tetap aja ngoceh, biar kata suara si Rey ini susaaahh banget disetel paling dasar, wkwkwkw.
Banyak hal yang kami bahas, tentang saya, tentang Dea.
Karakter kami, penyebab dari karakter kami.
Suer ya, obrolan kayak gini aslinya menyenangkan banget buat saya. Jauh lebih menarik dari pada bahas berita viral, atau bahas cerita si Anu mau nikah, si itu mau beranak, si ono mau cerai, si unu mau nikah lagi *loh.
Satu hal yang membekas dari percakapan kami adalah ketika saya bercerita bahwa kadang gemas dengan orang-orang yang merasa bingung mau ngapain dalam hidup ini.
Masalahnya adalah (mungkin saya iri kali yak, hahaha) bahkan saya tiap hari harus nahan ngantuk, karena kurang tidur.
Waktu 24 jam itu, rasanya kurang buat saya, dan bisa-bisanya orang lain merasa, 'bingung mau ngapain'.
Tapi saya menyadari kok, kalau setiap orang punya struggling-nya masing-masing. Dan orang-orang yang bingung mau ngapain itu, sebenarnya bukan sesuai maknanya bahwa 'nggak tahu mau ngapain karena nggak ada kerjaan'. Tapi mereka cuman lagi kehilangan arah dan semangat aja.
Sementara saya, sejujurnya bukan berarti nggak pernah kehilangan arah dan semangat yak. Tapi emang nggak ada waktu untuk itu, wakakaka.
Maksudnya gini, bukan berarti saya sibuknya ngalahin presiden yak, hanya saja saya harus mengurus 2 anak seorang diri, tanpa bisa mendelegasikan tugas itu ke siapapun.
Jadinya ya, sebelum benar-benar tepar dan nggak bisa bangun, nggak ada tuh yang namanya 'bingung mau ngapain!', yang ada adalah nyuci Rey! masak Rey biar irit, cuci piring Rey!, beberes rumah Rey!, cebokin anak Rey!, dan masih banyak lagi.
Sungguh tidak keren yak, hahaha.
Tapi nih ya, semua ke-hectic-an itu, bikin saya tuh jarang merasa kehilangan arah atau semangat. Pegimana mau nggak semangat?, semangat nggak semangat wajib gerak! ada anak-anak yang harus diurus maminya, woe!.
Dan semua itu bikin saya tak punya waktu untuk kepo dengan masalah orang lain, sampai-sampai saya merasa, keknya saya kok nggak punya empati lagi ya sekarang?.
Namun sebenarnya enggak loh.
Saya tetap berempati, hanya saja seringnya dicocokin sama diri sendiri.
Maksudnya gini, misal saya liat ada yang heboh ketika ada seseorang punya masalah keluarga. Di saat semua orang se-circle pada heboh ngomongin, heboh membahasnya, dengan embel-embel 'peduli'.
Saya diam aja tuh.
Sebenarnya bukan karena nggak peduli sama sekali sih ya, cuman aja saya pikir belum ada yang bisa saya lakukan, selain mendoakannya dalam hati.
Saya nggak mau nanya kabar, takut emang orangnya nggak nyaman ditanyain, takut malah bikin teman tersebut malah semakin stres dengan pertanyaan saya.
Karena jujur nih ya, batas antara peduli dan kepo itu, tipis, hahahaha.
Banyak orang yang terlihat peduli, tapi sebenarnya cuman bentuk lain dari yang namanya kepo. As we know kan ye, yang namanya drama itu, terutama drama hidup orang lain ya, menarik banget buat diketahui banyak orang, hahaha.
Menarik banget, dibikin bahan gibahan, meski dengan kedok 'peduli'.
Dan nggak bohong sih, sebagai manusia biasa, saya pun juga tertarik kok bahas demikian, meskipun kadarnya aja kali yang nggak sebesar orang lain yang suka gibahin masalah orang.
Namun, dengan kehidupan saya yang setiap hari kurang tidur ini. Yang setiap hari evaluasi diri dan bertanya apa sih alasannya sampai saya nggak bisa mengikuti semua jadwal yang dibikin sendiri.
Manalah mau saya mengambil waktu untuk kepo dengan masalah orang lain sampai mendalam.
Udah capeeeekkk, udah lelah!.
Gara-gara itulah, saya yang sekarang jadi terlihat cuek, kadang saya merasa diri ini kok makin berkurang empatinya. Tapi semua itu memang bersumber dari kelelahan saya mengikuti jadwal sendiri.
Sudah dibikin sedetail mungkin, eh ujungnya nggak bisa diikutin juga, seringnya sih kacau balau ketika kantuk tak tertahankan. Kalaupun dipaksakan, ujungnya saya bakalan cranky sendiri. Lalu, anak-anaklah yang bakal jadi korban pelampiasan diri.
Gara-gara ini, saya jarang ikutan membahas masalah orang lain. Apalagi ikut menghujat orang lain. Seringnya saya selalu mikir, sebesar apapun masalah orang lain, saya yakin mereka sanggup benerin sendiri tanpa bantuan saya.
Atau kalau melihat ada ortu yang marahin atau menghukum anak, ketika semua orang sibuk menghujat ortu tersebut, saya malah mem-pukpuk, atau setidaknya diam aja.
Mengapa?
Karena saya pikir, (misal nih) sebaik apapun saya dibanding ortunya, dan seburuk apapun ortunya dibanding saya. Tetap saja ortunya lebih luar biasa ketimbang saya, yang nggak punya kontribusi apapun terhadap anaknya.
Iya kan, emang lebih berarti mana? saya yang nggak marahin atau hukum anak itu, tapi nggak ngasih makan, nggak cebokin, nggak biayain sekolahnya anak itu. Atau ibunya yang merawat dia dari bentuk janin sampai sekarang, yang lagi makan pun rela menunda untuk mencebok anaknya, yang ketika anak melakukan hal berbahaya jantung ibunya serasa mau copot.
Siapa?
Tentu ibunya atau ortunya kan?
Seperti itulah pola pikir saya sekarang, dan semua itu berdasarkan oleh kesibukan sebagai single fighter mom beranak 2 yang nggak bisa mendelegasikan anaknya ke siapapun.
Begitulah.
Surabaya, 18 Januari 2024
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Ah benaaaaar banget 😍👍. Dan aku juga paham kok dengan pemikiran kamu yg begini. Krn bener kepo dan peduli itu tipiiiiis. Nanya, tapi ternyata kepo doang 🤣. Ngapain... Kecuali mau niat bantu.
BalasHapusAku pun lebih memilih diam Rey, apalagi untuk sesuatu hal yg aku sendiri ga tau cerita full nya kayak apa. Kebanyakan kasus viral udah dipotong2, diliat dari 1 sisi doang. Padahal bisa jadi yg benarnya bukan begitu.
Ngeriiii kalo jatuhnya ntr fitnah.
Kalo temenku ada masalah, ya aku KSH waktu buat dia sendiri. Kalopun nanti dia butuh bantuan, pasti ngomong kok. Dan disitu aku akan bantuin semampunya. Kalo dimintain nasehat, ya aku KSH. Tapi kalo dia ga minta, aku pun bakal diem aja.
Kalo ketemu temen lama, temen blogger di dunia nyata, kan lebih enak yaa bahas yg umum, bukan pribadi 😄
Pernah dikasih tahu sama mbak dea kalau tinggi badannya adalah 170. Bagi kalangan perempuan itu terbilang tinggi. Bilangnya introvert, tapi kalau dilihat-lihat banyak kegiatan juga..wkwk
BalasHapusSungguh beruntung mbak rey karena tidak punya waktu untuk mengurusi kehidupan orang lain. Di luaran sana masih yang sering ikut campur urusan orang lain dengan dalih rasa peduli. Apalagi kalau sampai cari tahu sendiri tentang sesuatu apa yang terjadi dengan seseorang.
Di media sosial orang macam ini banyak bertebaran. Kadang mereka kesoktahuannya merasa paling tahu tentang apa yang terjadi.
Aku juga sudah mengurangi "rasa peduli" yang berlebihan. Aku akan peduli ketika orang tersebut meminta tolong secara langsung. Ya kalau bisa dibantu yaa dibantu, kalau ga bisa yaa ikut mendoakan aja semoga permasalahannya bisa selesai dengan baik.