Di bulan ramadan dan menjelang lebaran kayak gini, beberapa orang mulai was-was memikirkan pertanyaan horor di hari idul fitri nanti.
Sayapun demikian, tapi berbeda dengan kebanyakan orang, pertanyaan horor ala saya itu adalah,
"Rey, kapan mudik?"
"Rey, nggak mudik?"
Beda, kan!
Biasanya, orang-orang selalu takut ditanya,
"Kapan nikah?"
"Udah punya anak?"
"Kapan punya anak kedua?"
"Kapan punya anak cewek/cowok?"
Dan masih banyak lagi.
Jujur, buat saya pertanyaan seperti itu, tidak se'horor' pertanyaan, 'kapan mudik?'
Meskipun, saya pernah juga mengalami kebosanan ditanya hal-hal seperti yang ditakutkan orang lain. Tapi biasanya, pertanyaan tersebut malah berbalik bikin si penanya kesal sendiri.
Karena si Rey ini, selalu punya 2002 jawaban yang sukses bikin kesal si penanya.
Misal, dulu orang nanyain mulu, kapan saya nikah, dan saya hanya menjawab dengan serius,
"Kayaknya sih besok, soalnya nggak mungkin banget hari ini, udah kesorean, KUA udah tutup!"
Atau di lain waktu,
"Insya Allah tanggal 1 bulan depan, doain lancar ya!"
Giliran orang lain udah percaya dan nanya kok ga ada persiapan? saya dengan cueknya menjawab,
"Ye kan, saya bilang bulan depan, bukan nyebut bulan Januari, Mei atau semacamnya!"
Lama-lama orang bosan sendiri nanya hal itu ke saya, hahaha.
Nah untuk pertanyaan 'kapan mudik' ini, sejujurnya pengen saya bikin jawaban kayak gitu, dan sebenarnya juga bisa dilakukan.
Tapi entah mengapa, saya udah baper duluan jadinya, hahaha.
Alasan Mengapa 'Kapan Mudik' itu Jadi Pertanyaan Horor
Gara-gara hal ini, saya jadi mengerti, mengapa banyak orang yang kesal dengan pertanyaan 'kapan nikah' dan semacamnya itu. Di mana pertanyaan demikian buat saya sebenarnya biasa aja, ternyata buat orang lain luar biasa.
Karena tiap orang kan beda-beda kondisi dan pengalaman hidupnya, sehingga menimbulkan alasan tepat mengapa kok beberapa pertanyaa basa basi itu, jadi horor buat mereka.
Seperti saya, yang selalu kesal dan merasa horor aja jika ditanya kapan mudik, karena banyak alasan, di antaranya:
1. Biaya mudik itu mahal buat saya
Tempat mudik utama saya tuh di rumah ortu, which is ada di pulau Buton sana. Lintas pulau dong jika dari Surabaya.
Sebenarnya bisa ditempuh dengan 2 cara, yang agak murah naik kapal selama 3 hari 2 malam. Dan ada juga pilihan dengan perjalanan 6 jam atau 12 jam dengan naik pesawat. Tapi ya harganya luar biasa mahal buat saya.
Naik kapal, harus transit di 1 pelabuhan Makassar sebelum sampai di pelabuhan Murhum, Bau-Bau di Buton.
Sedangkan naik pesawat pun sama, harus transit dulu di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, untuk berganti pesawat yang lebih kecil, agar bisa sampai di bandara Betoambari, Bau-Bau.
Sudahlah mahal, melelahkan banget, apalagi pas lebaran, masya Allaaaahhh banget nget.
Pilih naik kapal, itu berarti harus siap jika tak dapat tempat tidur, ya tidur di bagian luar kapal, which is kalau hujan ya basah. Mana 2 malaman pulak terombang ambing di lautan.
Luar biasa sih.
Belum biayanya, yang biaya tiket aja udah fantastika, apalagi ketambahan biaya oleh-oleh, persiapan dan lainnya.
Intinya, biaya mudik ala saya itu mahal banget, dan bisa jadi inilah salah alasan mengapa saya nggak punya apa-apa selama di Surabaya. Ya karena duit saya ditabung cuman buat kebutuhan mudik. Kalaupun nggak mudik ya beliin oleh-oleh buat keluarga di Buton.
Intinya begitulah perjuangan saya.
2. Mudik bawa anak-anak itu rempong
Selain mahal, perjalanan mudik itu luar biasa rempongnya buat saya. Membawa 2 anak yang bagaikan Tom and Jerry, kalau nggak berantem rasanya nggak asyik aja buat mereka.
Sungguh melelahkan di perjalanan bersama 2 anak yang berantem, jejeritan, memperebutkan hal-hal yang konyol.
Mana perjalanan panjang, karena dari bandara di Buton, kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 - 2 jam, agar sampai di rumah ortu saya.
3. Sudahlah mudik mahal dan rempong, sampai di sana dicuekin
Dan ini lah kunci alasannya, mengapa saya benci ditanyain 'kapan mudik?'. Karena meski saya punya tempat mudik, tapi saya seolah hanyalah tamu yang nggak diharapkan di sana.
Sejak mudik pertama kali bawa si kakak bayi pulang, melihat anak saya enggak dielukan seperti anak-anak kakak saya, rasanya kok sedih ya.
Ketambahan lagi yang benar-benar bikin rasa kecewa semakin membuncah, yaitu pengalaman mudik 3 atau 4 tahun lalu kali ya?
Benar-benar menyedihkan.
Saya sampai malas ceritainnya kembali, Temans bisa baca saja di postingan saya tentang 'bosan ditanya kapan mudik!'
Intinya hal itulah yang menjadi alasan terbesar saya, meskipun saya juga jadi bersyukur, karena akhirnya saya bisa dengan tegas mengatakan ke hati saya, untuk berhenti hanya memikirkan mudik semata.
Sampai-sampai seolah saya nggak punya tujuan hidup lain, selain ngumpulin uang buat mudik.
Mudik Lebaran 2024 Itu Menyenangkan Jika,...
Terlepas dari semuanya, bagi saya sejujurnya mudik itu menyenangkan, bisa menjenguk orang tua, apalagi saya cuman punya mama saja di sana. Bapak udah meninggal ketika terakhir kali saya mudik dulu.
Sayangnya, kegiatan mudik yang saya alami selalu tidak menyenangkan, selalu bikin sedih, bahkan kadang merasa sia-sia aja mengorbankan banyak hal khususnya uang untuk mudik.
Mudik itu, seharusnya menyenangkan, jika kepulangan saya yang nggak mudah saya lakukan karena biaya yang begitu besar itu, disambut dengan antusias oleh ortu.
Layaknya orang tua lain ya, ketika anak perempuannya yang udah bertahun-tahun nggak mudik, lalu akhirnya bisa mudik bersama anak-anaknya.
Cucu si ortu saya kan ye, di mana ortu saya nggak pernah ketemu anak-anak saya selain saya ajak mudik ke sana.
Siapkanlah di sana sesuatu yang beda dari biasanya.
Siapkan makanan kesukaan anak dan cucu, beli camilan buat cucu-cucunya. Jangan diam saja kayak nggak ada yang datang sama sekali.
Toh saya ini anak kandungnya yang tinggal jauh dari ortu loh, bertahun-tahun nggak bisa pulang, dan tak mudah untuk akhirnya bisa mudik menjenguk orang tua tercinta.
Tapi, menyedihkan banget adalah, ketika kepulangan saya di sana, seolah seseorang yang nggak diharapkan.
Saya jadi membandingkan dengan sikap almarhum ibu mertua yang ketika kami memberikan informasi bahwa akan main ke rumah ibu, apalagi mau nginap.
Padahal kami ya sering ke sana.
Tapi, ibu mertua yang sudah renta, yang susah berjalan karena kakinya sakit.
Ketika tahu cucunya bakalan main dan menginap, beliau akan berjalan menyeret kakinya yang sakit itu, agar bisa ke toko membeli camilan agar di meja sudah tersaji camilan buat cucu-cucunya.
Begitu juga di dapur, dengan susah payah beliau akan menyeret kakinya ke dapur, untuk memasak masakan kesukaan anaknya.
Iya, meskipun mungkin yang disambut dengan antusias cuman anaknya, papinya anak-anak. Dan cucu-cucu beliau juga, anak-anak saya. Tapi perasaan bahagia itu sulit ditepiskan
Sebagai ibu, hal yang paling saya pikirkan sebenarnya hanya perasaan anak-anak saya. Apalagi mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana sikap ortu, khususnya mama saya dalam menyambut cucu-cucunya yang lain, anak kakak saya.
Terlihat banget perbedaannya.
Padahal ya, anak-anak saya, khususnya si kakak sudah saya didik menjadi anak yang manis. Rajin bantu neneknya, nggak berani merepotkan neneknya, rajin cabut uban kakek dan nenek jika disuruh.
Nggak akan berani bermain kasar dengan kakek dan neneknya.
Sementara anak-anak kakak saya, masya Allaaahhh... Bahkan kepala kakeknya dipanjatin, meski ketika kakeknya sedang sakit.
Hal-hal seperti inilah yang bikin saya malas mudik, dan selalu emosi jika ada yang nanya saya 'kapan mudik'.
Karena, saya tuh seolah kembali diingatkan dengan hal-hal yang menyedihkan ketika saya mudik, udah habis duit buanyak, tapi sambutannya seperti nggak mengharapkan saya mudik.
Anyway, tulisan ini saya buat, bukan sebagai melampiaskan rasa benci di hati ya. Karena bagaimanapun sikap ortu, insya Allah sudah saya maafkan dan mengerti.
Saya mencoba mengerti mama berbuat seperti itu, karena nggak mau menyakiti hati kakak saya yang memang maunya semua untuk dia, karena merasa dialah yang paling sering bsia diandalkan mama, ketimbang saya yang jauh dan enggak punya gaji tetap kayak kakak saya.
Cuman, saya memang ambil solusi, untuk tidak lagi terlalu terobsesi dengan mudik. Insya Allah akan mudik, kalau memang ada dana yang lebih dan waktunya pas.
Namun, saya benci jika terus menerus ditanya, seolah dikejar-kejar dengan tanggung jawab sebagai anak harus jenguk ortu, tanpa peduli kondisi saya.
Seperti itu lah.
Jangan tanyakan itu mudik lebaran 2024 kali ini ya.
Surabaya, 22 Maret 2024
#BPNRamadan2024
Semoga aja nanti ada momennya hubungan kalian membaik ya Rey π€π€.
BalasHapusAku termasuk males juga nanya hal mudik ke temen2 kecualiii udh kenal baik Ama orangnya. Kalo ga, udahlaah hal2 private ga usah disinggung. Mending nanya, ntr lebaran masak apa hahahaha. Krn aku msh bingung cari yg bisa bikin lontong lebaran, tp jgn jauh dari rumahku, supaya setidaknya aku bisa makan lontong pas hari rayaπ€£