Momen Ramadan yang Tak Terlupakan Saat Jauh Dari Ortu

Momen ramadan yang tak terlupakan khususnya saat jauh dari ortu, merantau di belahan pulau berbeda, buat saya itu banyak.

Karena sejujurnya, saya mengenal makna ramadan secara mendalam, justru setelah hidup berjauhan dari keluarga.

As you know, orang tua saya memang kurang begitu serius dalam mengajarkan Islam kepada kami anak-anaknya. Saya sendiri, bahkan baru mengenal puasa sehari penuh setelah lulus STM, itupun tidak bisa penuh selama sebulan.

Ada beberapa hari yang ketika keadaan saya sudah lemas dan mengkhawatirkan buat mama, terpaksa deh nurut kata beliau untuk membatalkan puasa.

Ortu saya tidak sekadar lebay sih, saya tahu persis bagaimana perasaan menjadi mama saya, karena dulu ketika masih tinggal dengan ortu, saat sakit saya menjadi kebangetan manja dan lebaynya, hahaha.

Bahkan hanya sekadar demam 3 hari, saya nggak mau makan sama sekali, sehingga BB turun drastis.

Setelah kuliah di Surabaya, saya akhirnya dibolehkan untuk ngekos, dan beruntung karena memilih kos yang sederhana, tapi ibu kosnya cerewet dalam hal keagamaan.

Beliaulah yang rajin mengingatkan saya tanpa lelah, untuk shalat wajib 5 waktu tepat waktu. Dan ketika ramadan tiba, beliau juga yang memaksa saya untuk puasa sampai sebulan penuh.

Dan begitulah, ketika kuliah dan ngekoslah, momen pertama kalinya saya bisa berpuasa sebulan penuh, kepotong masa tamu bulanan sekitar 5 harian.

Momen Ramadan yang Tak Terlupakan, Dikasih Takjil dan Buka Puasa Oleh Ibu Kos

Berpuasa di kos-kosan itu, lumayan menantang ya, kadang agak ngenes pulak, hahaha. Dengan uang bulanan dari ortu yang nyaris nggak cukup, mau nggak mau saya harus bisa mencukupi kebutuhan sahur dan berbuka puasa di bulan ramadan.

Saking takut kehabisan uang, sahur hanya dengan 1 bungkus mie instan saja sering saya lakukan. Sebenarnya ada sih yang jualan makanan di depan gang kos-kosan waktu itu, tapi selain antri, pun juga harga per porsinya di atas budget makan saya.

Jadi, belinya sesekali saja, di hari lain ya makan indomie aja. 

Nggak heran menjelang lebaran saya tepar, pernah sampai harus ke dokter dan didiagnosis tipes, wakakakak.

Namun, tidak setiap hari nasib saya ngenes di kala berpuasa kok, ada masa-masa saya dan teman-teman kos terharu, karena dapat menu buka puasa dari ibu kos.

Ada kalanya dikasih takjil, lain kali dikasih nasi dan lauk. 

Kami biasanya langsung berkumpul di satu ruangan, menyantap makanan pemberian ibu kos dengan penuh rasa syukur dan haru.

Terharu, karena kami tahu, ibu kos tersebut bukannya orang yang berada, beliau memang menjadi ibu kos kami, tapi rumah kos tersebut milik kakaknya.

Namun, di tengah keterbatasannya, beliau masih bisa berbagi rezeki, memberikan kami makanan untuk buka puasa. Masya Allah.

Momen-momen berkumpul menyantap makanan buka puasa dari ibu kos itu, selalu membekas di hati. Mengingatkan saya ketika sedang merasa hidup kok kurang mulu. Takut berbagi karena keuangan belum berlebihan.

Lalu, seketika tertampar ingatan sendiri akan momen tersebut, di mana betapa luasnya hati seorang ibu kos, yang meskipun hidupnya juga tidak berlebihan, tapi masih sanggup berbagi untuk para anak kos yang jauh dari ortunya.

Momen Ramadan yang Tak Terlupakan, Dapat Jatah Sahur Sebulan Penuh Oleh Ibu Kos

Yang namanya ibu kos itu, memang seringnya baik-baik ya, meskipun tetap aja seringnya juga pada cerewet, hahaha.

Demikian juga dengan ibu kos saya lainnya.

Selepas lulus kuliah, saya pulang ke Buton, tapi ternyata nggak betah, akhirnya balik lagi ke Surabaya, dan akhirnya ngekos di daerah dekat rumah si Kakak pacar.

Dan lucky me, dapat kos dari keluarga penjual sate yang dermawan.

Bukan hanya sering ngasih kami makanan di hari biasa, which is itu berarti banget buat saya yang bokek maksimal karena nggak dapat support ortu lagi, sementara masih nganggur setahunan.

Tapi juga menyediakan kami makan sahur sebulan penuh, lengkap dengan membangunkan kami se kosan agar enggak telat sahur.

Kebayang nggak sih, di saat saya benar-benar butuh, nggak punya uang sepeserpun, karena emang mama nggak pernah lagi mengirimkan saya uang.

Lalu, di-support penuh untuk kebutuhan menu sahur, mana makanannya juga enak-enak dan mengenyangkan, lengkap dengan teh panasnya.

Kami bahkan sering disuguhi sate ayam Ponorogo yang mereka jual setiap hari, padahal harga sate itu seporsi lumayan banget buat kami anak kos.

Momen seperti itu, selalu menjadikan ramadan saya tetap berwarna, meskipun jauh dari orang tua. Berasa selalu ada ortu yang peduli, sekaligus berasa punya saudara kandung, ketika kami anak kos berkumpul dan menyantap sahur pemberian ibu kos bersama.

Demikianlah pengalaman saya tentang ramadan jauh dari ortu dengan ngekos, yang menjadi momen ramadan yang tak terlupakan hingga kini.

Kalau Temans, punya momen ramadan apa nih yang masih teringat hingga kini?

Surabaya, 18 Maret 2024

#BPNRamadan2024