Manipulasi dan gaslighting merupakan 2 sikap berbahaya yang biasanya
terjadi dalam hubungan berpasangan, terutama dalam berumah tangga. Keduanya
sangat membahayakan mental korban.
Keduanya punya arti yang berbeda. Manipulasi adalah sebuah sikap yang selalu memposisikan dirinya sebagai korban untuk semua masalah. Sedangkan gaslighting adalah sebuah sikap usaha untuk bikin korban merasa bersalah untuk semua hal, bahkan bukan kesalahannya.
Btw, tulisan ini merupakan kisah pengalaman pribadi ya, jadi bukan membahas kedua sikap ini secara pakar ilmuwan.
Manipulasi dan Gaslighting Merupakan Salah Satu Ciri-Ciri NPD
Sabtu lalu saya menghadiri acara blogger yang membahas tentang NPD atau Narcissistic Personality Disorder. Dijelaskan bahwa salah satu ciri-ciri pelaku NPD adalah selalu manipulasi dan gaslighting terhadap korban atau pasangannya.
Tentang manipulasi ini sudah sering banget saya dengar, bahkan dulu menganggap sikap manipulasi ini ada yang positif, salah satunya bagaimana orang tua memperlakukan anak agar nurut dengan halus.
Tapi, setelah memahami arti dan ciri-cirinya, saya jadi tahu, ternyata makna manipulasi ini sangat negatif.
Berikut ciri-ciri dari orang yang suka manipulasi terhadap pasangannya, di antaranya:
- Selalu menghindar dari tanggung jawab
- Membuat pasangan merasa bahagia di awal hubungan, sehingga sulit terlepas
- Senang menuntut pasangan untuk tampil sempurna
- Suka melakukan silent treatment
- Menganggap sepele terhadap perasaan pasangan
Sedikit berbeda dengan manipulasi, gaslighting merupakan sebuah sikap yang bertujuan membuat pasangan merasa bersalah.
Beberapa sikap yang sering dilakukan pasangan gaslighting, yaitu:
- Withholding: yaitu menolak mendengarkan perkataan korban ataupun bersikap tidak mengerti perkataan korbannya.
- Trivializing: yaitu dengan mengatakan korban yang bersikap terlalu berlebihan, sehingga merasa emosinya tidak valid hanyalah lebay.
- Countering: yaitu dengan menyangkal suatu peristiwa, bahkan mempertanyakan ingatan korban yang labil.
- Forgetting: yaitu berpura-pura lupa supaya korban meragukan ingatannya.
Dan ciri-ciri pelaku gaslighting adalah:
- Suka menciptakan cerita bohong.
- Sering mengalihkan topik pembicaraan yang penting.
- Tak pernah mau mengakui kesalahannya.
- Berusaha memenangkan memainkan kata-kata.
- Meremehkan emosi pasangan.
Pengalaman Dahsyatnya Mental Down Terkena Manipulasi dan Gaslighting
Jujur, sebelumnya saya sering banget membaca NPD ini dan kadang merasa apakah saya ini pengidap NPD. Bahkan kemaren saya ke sana tuh sambil bertanya-tanya apakah saya pengidap NPD?.
Ketika ada yang bertanya tentang narsis, apakah termasuk orang yang apa-apa ditulis di media sosial, saya jadi makin bertanya dan sedikit merasa, apakah saya NPD?.
Sampai malam ini saya mengalami sebuah pengalaman yang bikin saya tersadar, ternyata NPD tidak selalu berarti narsis untuk tampil di media sosial.
Sangat tidak sesederhana itu.
NPD, terkhusus untuk 2 sikap dari NPD yaitu manipulasi dan gaslighting itu benar-benar tidak sereceh suka curhat di medsos.
Justru orang curhat di medsos tentang masalah yang sensitif, bisa jadi karena dia udah jadi korban NPD.
Dan itu nyata di saya.
Tanpa menuduh pasangan saya mempunyai kelainan NPD, tapi jujur sikap manipulasi dan gaslighting dia sangat terlihat, sejak dulu dan makin jelas akhir-akhir ini.
Salah satunya ketika malam ini saya minta anak-anak menghubungi papinya untuk menanyakan uang buat kebutuhan pokok mereka yang mendesak.
Uang itu sebenarnya udah harus dipakai sejak tanggal 23 Agustus lalu, tapi papinya hanya jawab kalau nanti tanggal 25 dulu. Itupun dengan makian kalau si Kakak rewel aja masalah uang.
Akhirnya saya putuskan larang si Kakak jangan hubungi dulu, daripada bikin hati anak sakit hati. Tanggal 25 kemarin, saya minta si Kakak nanyain lagi, nggak dibalas sama sekali dong.
Hari ini saya minta si Kakak telpon aja, karena udah telat banget dan papinya sengaja nggak balas WA si Kakak, ini terlihat jelas dari kegiatannya di medsos, dia upload story, tapi nggak balas bahkan nggak mau baca pesan anaknya.
Btw, sengaja saya minta anaknya yang hubungi, karena saya udah lama nggak ada komunikasi sama papinya anak-anak, bahkan malam ini saya baru sadar, ternyata papinya memblokir nomor WA saya.
Dan setelah si Kakak nelpon sampai berulang kali, akhirnya diangkat, dan dengan suara ketus dia memarahin kakak, bahkan saya mendengar kalau dia berkata,
"Bilang mamimu, nggak semua keinginannya harus dituruti!"
Emosi dong saya dengarnya, langsung saya bilang ke si Kakak,
"Kak, emang uang itu buat mami kah? kan emang itu buat kebutuhan kalian!"
Entah suara saya kedengaran oleh papinya, terdengarlah dia ngerocos,
"Udah enak dulu tinggal di Kertajaya (rumah bapaknya), malah minta mau ngontrak sendiri!"
Astagfirullah, seketika saya gemetar dan menjawab dengan keras,
"Hei, dibahas lagi masalah itu? kamu kan tahu alasan aku pergi dari rumah bapakmu karena trauma!"
Dijawab dong,
"Kamu nuduh orang berbuat kejahatan, mana buktinya? seenaknya nuduh orang!"
Seketika saya lemas, sesak nafas, histeris mendengarnya.
Ya Allah, beneran dibahas!.
FYI, saya pergi dari rumah bapaknya karena saya diintip ketika mandi di sana, baca kejadiannya di link tersebut.
Dan sebenarnya kejadian ini udah lama ingin saya lupakan, dan sudah kami bahas berkali-kali secara serius dan dewasa sama papinya.
Intinya, meskipun memang nggak ada ungkapan maaf atau pembahasan mendalam dan serius tentang masalah pelecehan tersebut. Saya akhirnya mencoba memahami kalau kondisi papinya anak-anak tuh kebingungan harus bersikap gimana.
Kami juga sudah pernah membicarakan tentang tempat tinggal sekarang, di mana aslinya ini tergolong mahal, tapi keuangan kami nggak memungkinkan cari yang lain.
Bolak balik saya mengatakan, kalau pengen pindah dari sini, karena toh dulu awalnya di sini karena terpaksa. Waktu pergi dari rumah bapaknya, saya bingung harus tinggal di mana.
Anak-anak udah terlanjur sekolah di Surabaya, dan baru aja masuk serta menghabiskan uang banyak untuk biaya sekolahnya. Kalau pindah ke Sidoarjo, sama aja kudu butuh uang lagi buat daftar baru di sekolah lain.
Sementara ketika itu, lagi-lagi papinya anak-anak diam aja, nggak mau balas, bahkan nggak mau baca WA saya, sebuah sikap yang sering dilakukan beberapa tahun terakhir belakangan ini.
Silent treatment.
Dalam kebingungan, seorang sahabat saya di Hongkong menawarkan saya pinjaman uang, sehingga akhirnya saya bisa membayar sebuah kontrakan per 2 bulanan. Tak masalah, yang penting ada tempat berteduh sementara.
Sebulan sejak kami tinggal di kontrakan bulanan ini, papinya anak-anak pulang, dengan drama sedikit akhirnya saya pilih memaafkan dia. Meskipun aslinya dalam hati masih sangat sakit dengan perbuatan manipulasinya berulang kali.
Tapi saya butuh banget teman diskusi untuk membicarakan rencana anak-anak ke depan. Saya jabarkan semua kondisi saat itu. Saya bilang ini cuman sementara, minta tolong carikan kami kontrakan lain yang lebih murah, setidaknya dengan biaya hidup yang terjangkau.
Namun kala itu, papinya anak-anak mengatakan nggak masalah tinggal di situ aja dulu, toh cari tempat lain juga nggak ada yang murah, apalagi sulit mencari kontrakan bulanan untuk bisa ditinggalin dengan anak 2 di sekitar sekolah anak-anak.
Yang ada kontrakan tahunan, bahkan minimal 2-3 tahunan yang tentunya butuh uang puluhan juta. Akhirnya saya nurut, yang penting papinya mengiyakan saja.
Dalam perjalanannya, emang kami ngos-ngosan banget memenuhi kebutuhan hidup di sini, apalagi papinya anak-anak mempertahankan kontrakan lain yang digunakan untuk menampung beberapa barang kami.
Sudah berkali-kali saya sampaikan untuk menjual semua barang yang bisa dijual dan nggak terpakai lagi, kita fokus di biaya hidup tempat tinggal dan sekolah anak-anak.
Tempat tinggal di sini memang sangat kecil, tidak mampu menampung semua barang kami, tapi saya juga udah nggak peduli, yang penting punya tempat tinggal dan anak-anak bisa sekolah. Nggak punya barang banyak juga nggak masalah.
Intinya, semua pemikiran saya tentang tempat ini yang terbilang mahal beserta kebutuhan hidup yang mahal sudah saya sampaikan berulang kali ke papinya anak-anak ketika komunikasi lagi baik.
Tapi berulang kali pula dipatahkan, bahwa nanti diusahakan.
Lalu tibalah malam ini, papinya anak-anak mengatakan kalau saya yang maunya hidup di sini, dan semua keinginan saya harus dituruti. Apalagi sampai mengungkit masalah dulu enak tinggal di rumah bapaknya,
Astagfirullaaaaaaahhhh.
Rasanya sakit hati sampai histeris.
Bukan hanya itu, saya bahkan kembali mempertanyakan, apakah saya memang selebay itu?.
Bahkan bertanya-tanya, jangan-jangan saya emang lebay, menuduh bapaknya serendah itu mengintip saya. Lalu menyalahkan diri sendiri secara mendalam, menangis memukul-mukul kepala sendiri.
Ingin rasanya menyudahi hidup biar nggak ada lagi orang lebay kayak saya.
Lalu tiba-tiba saya istigfar, ketika sekelebat perkataan dari beberapa orang di event Sabtu lalu teringat, tentang ciri-ciri orang NPD.
Dalam sisa-sisa histeris, saya raih HP, dan mulailah saya mencari tempat untuk menyalurkan perasaan nggak nyaman yang sangat menyakiti dada dan kepala.
Pertama-tama, saya ingin memastikan, bahwa benar kan ini semua bukan salah saya? seharusnya yang jadi korban di sini adalah saya.
Mental saya trauma sejak pelecehan itu, kenapa malah saya yang dituduh sebagai orang yang mengada-ngada.
Saya tuliskan semua keresahan hati di facebook, sebuah media sosial yang selalu jadi tempat terbaik saya untuk menyalurkan beban hati.
Dan Alhamdulillah, tak lama kemudian beberapa teman-teman memberikan saya pelukan, validasi kalau saya nggak salah, bahwa ini semua bukan salah saya.
Validasi seperti ini sangat penting, untuk menangkal rasa frustasi yang bercokol dan memberati mental saya.
Dan ternyata berhasil.
Perasaan saya sedikit tenang setelah membaca beberapa komentar yang positif dari teman-teman. Alhamdulillah juga setelah lama akrab di facebook, teman-teman yang tetap ada rata-rata yang sangat mengerti tentang keadaan saya, setidaknya dalam memberikan reaksi maupun komentar.
Beberapa orang mungkin menganggap kalau ini aib dan saya narsis, tapi taukah mereka, kalau semua ini amat sangat berpengaruh dalam melonggarkan beban di hati saya.
Dan sejujurnya, ini jauh lebih baik ketimbang saya harus cerita sama 1 orang saja. Alasannya, saya nggak punya teman yang benar-benar dekat dan punya waktu luang buat dengarin serta mengvalidasi perasaan saya. Dan bercerita ke 1 orang dalam konteks jalur pribadi itu berpotensi membuka semua aib secara lebih lebar.
Kedua, saya butuh validasi banyak orang untuk melegakan perasaan saya yang sedang kacau balau tadi. Satu orang rasanya nggak cukup untuk mengatakan saya nggak salah, karena bisa jadi penilaiannya bias.
Selain itu bercerita di media sosial bikin saya berhak untuk memilah, mana saja yang dibagi, mana yang enggak. Jadi yang diceritakan nggak semuanya secara mendalam.
Meskipun tentu saja berisiko membuat nama pasangan dan keluarganya menjadi buruk. Tapi, apa boleh buat, saya pun sudah menjelaskan ke papinya anak-anak berulang kali.
Kalau kita berantem, mari kita selesaikan berdua, nggak perlu ngajak netizen dunia maya.
Caranya? jangan kabur!
Nyatanya kan, saya mulai menjadikan medsos sebagai tempat curhat, selain untuk melepaskan beban hati, juga untuk mengirimkan pesan yang tidak mau dibaca oleh papinya anak-anak.
Mungkin ada yang bertanya, emang dia mau baca?
Sekarang sih enggak, mungkin besok-besok, mungkin juga yang baca teman dan keluarganya, suatu saat akan disampaikan ke dia.
Dan yang paling penting, ini menjadi sebuah rekam jejak digital, kalau terjadi sesuatu di saya di waktu besok-besok.
Siapa tahu kan, saya nggak kuat lagi, lalu ditemukan telah pindah alam, setidaknya semua orang bisa mengetahui masalah yang saya alami.
Intinya, betapa dahsyatnya pengaruh manipulasi dan gaslighting yang saya rasakan dari pasangan bertahun-tahun. Di mulai dari 5 tahun pernikahan kami, sampai sekarang sikapnya tak pernah lagi membaik malah semakin menua dengan narsis.
Saya baru ingat lagi beberapa hal yang sering dilakukan papinya anak-anak dalam memainkan peran manipulasi serta gaslighting.
- Saya ingat, dulu dia pernah punya masalah keuangan yang parah, punya hutang di mana-mana, dan tebak apa yang dia katakan, katanya semua itu salah saya yang pengen semua mau saya diturutin. Jujur, saya hidup sambil bertanya-tanya tak henti, memikirkan mau saya yang mana yang harus dia turutin, nyatanya mau saya dari dulu tuh, kami sama-sama kerja cari uang, untuk itu kami sama-sama harus kerja di satu kota, karena agar bisa berbagi tugas urus anak dengan baik. Nyatanya sampai detik ini nggak keturutan, sampai akhirnya kesulitan keuangan.
- Saya ingat juga, dulu dia pernah chat mesra dengan beberapa teman SMAnya, bahkan ada yang nanggapin secara lebih intens. Dan sampai detik ini dia nggak pernah merasa itu salah, katanya selingkuh itu kalau tidur bareng wanita lain. Dan dia mengabaikan sakit hati saya membaca chat mesra dia dengan wanita itu.
- Dia juga menyalahkan saya atas ketidak suksesannya, katanya semua ini salah saya yang nggak pernah mau mendukungnya. Padahal, saya udah jadi IRT dan terakhir beberapa tahun belakangan ini, saya harus berjuang mengurus anak sendiri, bahkan lagi sakit saraf terjepitpun, dibiarkan sendiri harus mengurus 2 anak.
- Masih banyak hal lain yang sikapnya suka banget menyalahkan saya, memutar balikan fakta, bahkan meremehkan ingatan saya yang intinya ciri-ciri gaslighting banget. Terakhir, lagi-lagi menyalahkan saya karena keluar dari rumah bapaknya, padahal dia tahu persis alasannya karena saya mengalami pelecehan di sana.
Luar biasa.
Semoga mental saya tetap bisa kuat menangkal semuanya, semoga Allah berikan jalan keluar yang lebih baik, Allah limpahkan rezeki yang berkecukupan untuk anak-anak dan saya.
Bisa punya tempat tinggal bersama anak-anak dan bisa membayar uang sekolah anak dengan baik, bisa hidup tenang bareng anak-anak, aamiin ya Allah.
Surabaya, 26-08-2024
Sumber:
- Opini dan pengalaman pribadi
- https://kumparan.com/info-psikologi/2-perbedaan-manipulatif-dan-gaslighting-dalam-hubungan-20ZJqywuK3n/full diakses 26-08-2024
Gambar : canva edit by Rey
Mba Rey, aku sampe speechless mau komen apa di sini, baca ttg hal yang pernah mba Rey tulis dulu perkara mertua yang melakukan hal tidak sopan ke mba, aku releted meskipun dari kejadianku yang melakukan adalah saudara jauh dan berakhir dengan aku diem dan memilih untuk memaafkan (even ga melupakan) kejadian buruk itu.
BalasHapusUntuk sekarang, semua pengalaman mb, adalah pelajaran buat yang baca ya mba, diambil bagusnya, dibuang yang buruk-buruknya. Semangat ya mba, semoga kedepannya terhindar dari makhluk2 tuhan yang ribe.