Selamat Ulang Tahun Buku Hijau Coklat dan Cerita Persiapan Nikah

 persiapan nikah

Harusnya tulisan ini saya selesaikan kemarin, ketika sedang iseng scroll facebook di pagi menjelang siang. Tanpa sengaja saya melihat ada notifikasi postingan kenangan yang ada foto buku nikahnya.

Lantas tersadar, kalau ternyata hari itu, di 15 tahun lalu, saya akhirnya sah memiliki buku coklat, yaitu buku nikah.

Btw, warna buku nikah untuk pegangan istri kan berwarna coklat ya, sementara untuk suami berwarna hijau. Jujur saya udah lupa, isi buku itu apa?.

Terakhir kali ngintip isinya, kalau nggak salah berisi data kita sebagai suami istri, dan juga ada beberapa aturan hak dan kewajiban suami maupun istri.

Tapi, mari kita lupakan tentang hal-hal teoritis tersebut, karena sesungguhnya buku ini kembali mengingatkan bagaimana perjuangan saya untuk memilikinya.


Cerita Persiapan Menikah di Tahun 2009

Saya lupa dong bagaimana cerita lengkapnya, makanya hal-hal beginian tuh wajib banget untuk ditulis, biar enggak terkikis waktu dan kepikunan, hahaha.

persiapan nikah di surabaya

Dalam ingatan yang samar, saya tersadarkan kalau saya pernah merasa stres oleh pertanyaan mama yang bolak balik nanya,

"Kapan nikah?"

Itu aja mulu, sampai bosan.

Belakangan saya baru ngeh mengapa mama se'rempong' itu nanya dan berharap saya cepat nikah. Ternyata karena beberapa orang mulai bergosip hal-hal negatif tentang saya.

Sedihnya, gosip itu bermula dari keluarga dekat, di mana mereka menuduh kalau saya udah lama hidup kumpul kebo alis nggak nikah tapi tinggal bareng dengan pacar saya.

Emang sih, banyak orang yang udah tahu kalau saya menyalahi perintah dan aturan bapak, yang nggak membolehkan kami untuk pacaran sebelum lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan tetap.

Terlebih di tahun 2005, si kakak pacar pernah datang mengunjungi saya dan ortu di Buton. Setelah si pacar balik ke Surabaya, saya malah ikut serta.

Ya wajar juga sih dengan kondisi belum nikah, tapi kembali 'merantau' ke Surabaya dengan lelaki yang cuman berstatus pacar.

Karena itulah, beberapa keluarga dekat mengatakan kalau saya tinggal bareng tanpa ikatan pernikahan dengan sang pacar, bahkan udah punya anak laki.

Ngakak nggak sih? wkwkwkw.

Singkat cerita, karena stres ditanya 'kapan nikah' melulu, dan si pacar belum ada sama sekali tanda-tanda mau ajak menikah.

Eh bentar, iya juga ya, kalau dipikir-pikir sebenarnya pacaran dengan lelaki yang nggak punya pikiran untuk serius melangkah ke jenjang berikutnya itu, red flag banget ya. 

Tapi ketika itu juga sulit untuk menilai bahwa hal tersebut merupakan hal yang nggak baik. Karena saya tahu persis keadaannya.

Si kakak pacar nggak punya duit untuk berani ajak nikah, apalagi menikahi perempuan dari keturunan Buton kan minimal butuh puluhan juta.

Itu minimal banget loh.

Sampai akhirnya dia berani ngomong ke ortunya, dan akhirnya dibantu untuk memenuhi permintaan ortu saya dalam hal keuangan.

Dalam proses ini juga nggak mudah, karena waktu itu bapaknya minta saya ke rumahnya dulu. Lalu setelah sampai di sana ternyata keluarganya udah duduk ngumpul di ruang keluarga.

Karena emang udah jadi kebiasaan keluarganya untuk selalu melibatkan seluruh anggota keluarga ketika hendak memutuskan sesuatu. Dalam hal ini ingin membicarakan pernikahan si Kakak pacar ini dengan saya.

Sayangnya momen tersebut berakhir dengan kacau, lantaran saya merasa kurang nyaman diperlakukan seperti itu. Semacam kurang sopan aja nggak sih.

I mean, saya ini kan perempuan ya, masih punya ortu pulak. Bukankah seharusnya si pacar yang harus datang ke rumah ortu saya untuk minta izin mau menikahi saya?.

Rasanya saya belum pernah liat atau tahu tuh, ada perempuan yang dipanggil ke rumah calon suaminya, mana datangnya sendirian pulak, nggak didampingi keluarga sama sekali.

Udah gitu, pas di sana, malah ditanyain tentang kesiapan menjadi istri si pacar? Bisa nggak membahagiakan si pacar?.

Ternganga nggak sih?

Ini nggak kebalik apa ya?

Bukannya seharusnya itu yang mesti ditanyakan ortu saya kepada si kakak pacar?. Bahkan ortu saya sama sekali nggak pernah menanyakan hal itu, terlebih karena si pacar sama sekali nggak pernah ngajak ngomong ortu saya secara serius. Apalagi mau izin untuk menikah dengan saya.

Saya lalu pergi begitu saja dari rumah si pacar, dan si pacar jadi bingung antara mau kejar saya. Makin sakit hati dong saya, langsung pulang ke kos dan nangis.

Beberapa jam kemudian si pacar menelpon untuk menjelaskan, ternyata setelah saya pulang dia juga berantem dengan bapaknya.

Ampun deh dramanya.

Singkat cerita, akhirnya bapaknya ngalah dan merestui kami. Bahkan langsung menyerahkan duit yang disepakati untuk biaya nikah kami.

Btw, karena keterbatasan dana, saya minta agar mama memaksimalkan dana tersebut untuk semuanya. Jadi, nggak ada tuh yang namanya uang mahar, uang ini, uang panai (eh di Buton emang ada uang panai ya? wkwkwkw).

Bahkan saking kasian sama si pacar, nggak ada tuh yang namanya minta seserahan sama sekali, selain cincin nikah, itupun cincinnya cuman buat saya doang.

Bentar lagi deh, sekarang baru tersadar saya, betapa kami tuh bokek sejak dulu, wakakakakka.


Selain drama di masalah ortu si pacar, tentu saja ada (banyak) drama di ortu saya.  

Masalahnya adalah, ketika itu tahun 2009, teknologi komunikasi belum secanggih sekarang. Ampoonnn deh, susah banget mau komunikasi dengan mama.

Selain kesulitan sinyal, kalaupun dapat sinyal, mama saya irit ngomong banget, padahal ada banyak hal yang harus butuh dikomunikasikan.

Saking kesalnya saya, akhirnya saya sms dong mama kalau saya harus segera menikah, karena hamil duluan, wkwkwkw.

Astagfirullah, semoga Allah mengampuni saya yang nge-prank-nya nggak kira-kira.

Kayaknya sih mama sempat shock dan kecewa, sehingga minta kakak saja yang berkomunikasi dengan saya by phone.  

Yang jadi masalah kan saya udah ber KTP Surabaya, tapi harus melakukan ijab kabul di BauBau. Itu berarti saya butuh penghulu dari KUA di sana. Sementara kami harus mendaftarkan pernikahan di Surabaya.

Selain itu, ortu berniat ingin bikin acara resepsi pernikahan di sana, dan tentunya butuh undangan yang mana hal ini menjadi tugas kami.

Untuk pesan undangan sih bisa dikatakan gampang banget, apalagi dananya kan dari ortu, wkwkwkw. Tapi yang jadi masalah adalah mereka nggak kasih data yang lengkap seperti mau mereka.

Bahkan untuk tanggal pernikahan aja nggak kunjung ditentukan, setelah saya desak, ye kan saya butuh bikin undangan, butuh ajukan cuti ke kantor, akhirnya mama dan lainnya menyerahkan ke kami, terserah mau nikah kapan.

Langsung deh saya buka kalender, dan menemukan tanggal cantik yang masih sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan oleh keluarga.

Di mana mereka ingin waktu ijab kabul sekalian aja dengan resepsi. Jadi, pagi ijab kabul, siangnya langsung resepsi. Acaranya juga harus weekday, di jam istrahat, dengan pertimbangan para undangan yang tentu saja sebagian besar adalah teman mama, teman bapak dan teman kakak. Serta keluarga lainnya yang kebanyakan memang pekerja kantoran atau PNS, bisa meluangkan waktu di saat istrahat maupun pulang kantor. 

Tapi ternyata mama dan bapak punya pikiran lain, mereka ingin acaranya di hari libur atau Minggu aja. Dan akhirnya terpilihlah tanggal cantik, 9 Agustus 2009.

09-08-09

Demikianlah awal mula memilih tanggal tersebut di mana merupakan tanggal pilihan sendiri eh berdua ding.

Di saat beberapa pasangan harus nurut tanggal yang ditentukan oleh ortu atau 'orang pintar' (bukan BJ Habibie ya, wkwkwkw), kami malah bebas milih sendiri.

Setelah tanggal ditentukan, hal memusingkan berikutnya adalah menunggu nama-nama keluarga yang mengisi 'turut mengundang' yang nggak kunjung terkumpulkan.

Di Buton memang seringnya melampirkan nama-nama orang yang turut mengundang di undangan, biar undangannya tahu, siapa nih yang nikah. Keponakannya ini, saudaranya itu.

Singkat cerita lagi, setelah drama yang panjang, maka terkumpullah semua data yang harus dicantumkan dalam undangan.

Tak butuh waktu lama, jadilah undangan tersebut.


Cerita Mudik untuk Menikah, Perjalanan yang Menarik tapi Juga Menegangkan   

Demi menghemat waktu, saya putuskan pulang ke Buton dengan menggunakan pesawat. Alasannya jadwal kapal laut nggak ada yang jadwalnya agak jauh dari tanggal nikah. Sementara saya harus segera sampai di BauBau agar bisa menyebarkan undangan yang sudah dibuat.

persiapan nikah di baubau

Maka diputuskan saya berangkat sendiri naik pesawat, dianter calon suami dan bapaknya ke bandara. 

Btw, ada cerita menarik ketika berada di pesawat, ternyata saya bersebelahan dengan seorang lelaki dari Sulawesi, tapi dia turun di Makassar.

Oh ya di tahun 2009, belum ada bandara di BauBau, jadi saya harus naik pesawat dari Surabaya ke Kendari dan sempat transit sebentar di Makassar. 

Untungnya sih ketika di Makassar nggak perlu ganti pesawat, jadi penumpang ke Kendari tetap duduk dalam pesawat ketika sampai di Makassar. Setelah itu penumpang dari Makassar naik ke pesawat, lalu meneruskan perjalanan ke Kendari.

Saat di perjalanan dari SBY-UPG, saya habiskan dengan mengobrol dengan seorang lelaki yang saya lupa namanya.

Dia banyak bertanya tentang rencana saya yang hendak menikah, dan lucunya dia menyayangkan saya sebagai orang Buton kok menikah dengan orang Jawa, mengapa nggak dengan sesama orang Sulawesi aja?.

Pun juga si Masnya bertanya nama si calon saya, ketika saya beritahu kalau namanya adalah Ade, eh si Masnya menebak kalau si calon saya itu punya karakter yang keras.

Tentu saja saya bantah, dan menceritakan bahwa kami sudah pacaran selama 8 tahun, dan selama itu si pacar selalu sabar menghadapi saya.

Banyak hal yang saya obrolin dengan si Mas tersebut, sampai akhirnya pesawat landing di Makassar. Dia pun lalu pamit karena memang turun di kota Daeng tersebut.

Saya tetap meneruskan perjalanan ke Kendari dengan hening karena nggak punya teman ngobrol lagi. Oh ya, untungnya kala itu adalah kali kedua saya naik pesawat, sebelumnya saya udah pernah naik pesawat dari Kendari ke Surabaya.  

Sampai di Kendari, saya beruntung karena salah seorang sahabat ketika STM, si Alwan sudah ada di bandara. Dia memang telah berjanji untuk menjemput dan mengantar saya ke pelabuhan.

Btw, jarak antara bandara Haluoleo ke pelabuhan Kendari ini lumayan jauh banget, dan ketika itu sulit menemukan kendaraan buat ditumpangi. Beruntung ada sahabat saya itu yang mau menawarkan bantuannya, masya Allah.

Setelah bercanda kangen-kangenan, kami pun segera berangkat ke pelabuhan, sepanjang jalan kami bercanda. Si Al (panggilannya) ini memang sejak kami masih STM doyan banget bercanda. 

Meski demikian dia baik banget sama semua teman, terutama cewek-cewek di jurusan Bangunan Gedung kala STM. Dan nggak pandang bulu, sama yang cantik, yang biasa, pokoknya perlakuannya sama.

Sampai di pelabuhan Kendari, pas juga kapal sudah tiba, si Al lalu membantu saya untuk beli tiket, kemudian ikut bantuin angkat koper besar masuk ke dalam kapal yang berukuran kecil tersebut.

Sambil menunggu kapal berangkat, saya sempat beramah tamah sebentar bareng si Al dan salah satu teman STM lainnya, Amir.

Sampai akhirnya kapal mulai bertolak menuju pelabuhan Raha, memisahkan kami kembali.

Awal kapal berangkat, suasana masih terasa biasa, ada gelombang yang terasa menghantam kapal, tapi masih bisa dinikmati. Saya bahkan mencoba memakan sepotong roti yang dibeli ketika di Surabaya.

Tapi ternyata keputusan tersebut merupakan sebuah kesalahan.

Hanya beberapa menit kemudian, kapal terasa oleng dengan parahnya, ketika mencoba intip keluar, betapa terkejutnya saya melihat gulungan ombak di lautan yang tingginya melebihi kapal.

Luar biasa olengnya semua penumpang, sekuat tenaga saya menahan mual, sambil pasrah jika memang kami nggak selamat dari ombak besar tersebut.

Sayangnya pertahanan saya menahan mual runtuh, ketika penumpang lain di sebelah kanan kiri mulai muntah, seketika saya juga mengeluarkan semua isi perut. Untungnya ada kantung kresek yang sempat saya raih di tas. Dan tahu nggak, itu pertama kalinya seumur-umur, saya muntah dalam kresek.

Biasanya saya rela nahan banget, daripada muntah di kresek, hahaha.

Syukurlah, mendekati pelabuhan Raha, laut terasa lebih tenang, dan perlahan kapalpun merapat di pelabuhan kota tersebut.

Di sini, mulai lagi sebuah drama terjadi, entah kenapa tiba-tiba ada orang yang salah ambil koper, entah nggak sengaja, atau sengaja. Yang jelas tiba-tiba saja koper besar saya yang berisi undangan sudah ada di atas pelabuhan Raha.

Untungnya saya segera sadar, dan berteriak mengatakan kalau itu koper saya, dan syukurlah koper tersebut akhirnya dikembalikan masuk kapal.

Legaaaa banget rasanya, nggak kebayang jika koper tersebut akhirnya hilang di Raha, memang sih nggak ada barang yang mahal ada di dalamnya, tapi itu isinya undangan dong. Kalau hilang, pegimana dengan acara nikah saya kan?.

Tak lama kemudian kapal kembali bergerak menuju pelabuhan BauBau. Syukurlah kali ini lautan begitu tenang, sehingga kapal bisa melaju kencang dengan mulus tanpa guncangan.

Dan tepat menjelang magrib, kapalpun merapat di pelabuhan Murhum BauBau. Dan bahagia banget karena ternyata mama, bapak dan kakak udah menanti saya di pelabuhan.

Demikianlah cerita persiapan nikah yang masih saya ingat potongan ceritanya. Emang wajib banget ini mah ditulis, karena ternyata kalau kelamaan bisa bikin menghilang bersama kepikunan, hahaha.

Cerita persiapan nikah di BauBau dan hari pernikahan di BauBau klik di link itu ya.


Surabaya, 10-08-2024

2 komentar :

  1. Ya Allah Rey, hebat loh masih inget 🤣🤣🤣🤣. Aku blaaas udah lupaaa soalnya. Kecuali drama2 yg ga enaknya aja 🤭.

    Itu koper untung aja ketahuan yaaa. Ga kebayang aku kalo sampe raib beserta undangannya.

    Memang aneh sih part yg dipanggil ke rumah pacar lalu ditanyain. Aku juga bilang sih, itu hrsnya kebalik. Biasa juga cowo yg ditanyain udh siap atau ga, 😅

    Yg prank hamil itu, trus gimana si mama, ga makin marah waktu tau prank 😅. Ya Allah Rey, aku udh dikucilin setahun mungkin kalo bikin prank begitu 🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
  2. Biasa kalo udah mau melenggang ke pelaminan tuh, wajiiiib banget kudu ada dramanya ya mbak. Kalo gitu mah, ga seru. hahaha.
    Aku juga lumayan lama progress sampe nikahnya. Abis 2 tahun pacaran, baru bener-bener kepecut pengen nikah gara-gara Ayahanda pacar berpulang. Yowis deh, dari situ nabung lagi. Eeeeeh... udah mau lamaran, malah kena COVID. Mundur lagi... hahaha

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)