Hari ini mau curhat dan cerita-cerita aja lagi deh. Jadi tadi di media sosial, kalau nggak salah di instagram deh, saya liat konten curhat seseorang. Katanya usianya udah 33 tahun, anaknya 2 (kalau nggak salah), tapi masih saya disuruh ikut test CPNS.
Btw, kalau nggak salah juga nih, batas usia penerimaan PNS itu 35 tahun ya, makanya selama usia masih memadai, kegiatan test CPNS itu bakalan jadi hal yang harus dihadapi, hehehe.
Konten si Mbaknya tersebut, bikin saya teringat masa lalu, masa-masa ketika hidup saya nggak tenang. Masa-masa yang bikin hidup saya bisa dibilang 'kacau' (meskipun hanya salah satu penyebabnya ya) seperti sekarang.
Jadi, dalam keadaan yang bagai terombang ambing di usia menuju lansia sekarang (ampun deh, mau nenek-nenek rasanya, hahaha). Kehidupan saya bisa dibilang sangat kacau.
Ya meskipun nggak sepenuhnya sih, masih ada 2 bocah yang kadang bikin maminya emosi tapi seringnya bikin maminya bersyukur banyak-banyak ini.
Tapi, masa sekarang saya ini bisa dibilang menyedihkan.
Nggak punya apa-apa, selalu ketakutan dengan hari esok, hanya karena masih punya iman bahwa Allah akan selalu kasih jalan, makanya saya masih berani memaksakan diri bangun di pagi hari dan semangat menjalankan rutinitas.
Suami nggak ada, padahal kalau ditarik benang ke belakang, nggak mungkin juga saya bertahan lama di Surabaya sejak tahun 2000 silam, jika nggak ada orang yang saya tuju.
I mean, bukan berarti kalau nggak ada si pacar dulunya ini, saya akan balik ke Buton ya. Enggak, tapi mungkin saja, saya punya keberanian untuk merantau hingga ke Jakarta, bahkan mungkin ke luar negeri.
Pulang ke Buton sebenarnya bukanlah opsi yang pernah saya bayangkan lagi, terutama ketika akhirnya kakak saya menikah dengan lelaki yang awalnya menyukai saya.
Iya, kisahnya pernah saya tulis di postingan naksir adiknya berjodoh dengan kakaknya.
Alasannya, bukan karena takut saya cemburu, demi Allah saya merasa bahagia akhirnya kakak saya bisa menikah dengan lelaki tersebut. Karena saya kenal dari saudaranya yang merupakan sahabat karib saya ketika STM, mereka semua mengatakan kalau lelaki tersebut baik.
Tapi, call me GR or kepedean, namun saya masih merasa si lelaki ini masih punya perasaan terpendam ke saya.
Saya yakin, banyak wanita yang punya perasaan peka kayak saya, di mana kita bisa merasakan bahwa seseorang menyukai kita lebih dari sebatas teman.
Masih ingat cerita saya ketemu brondong stranger ketika nongkrong nungguin si Adik di McD Manyar dulu?
Ketika mengobrol, saya tetap tenang dan ramah, tapi sudah merasa ada yang lain dari si stranger brondong tersebut.
Perasaan itu makin terlihat jelas, ketika saya menghindar, dan asal jawab lagi di perpustakaan Menur, eh malah disamperin dong.
Lalu di situ dia jujur kalau suka sama saya, dan bikin saya merinding, wakakakakak.
Nah perasaan seperti itulah yang saya alami, ketika lagi mudik dan ketemu dengan kakak ipar saya itu. Melihat dari sikapnya, terlihat cool, cuek, tapi ketahuan banget sikapnya berbeda.
Misal, ketika saya mudik, dia tiba-tiba jadi sangat rajin di rumah mama, disuruh apa aja langsung dikerjakan, padahal kata kakak saya, biasanya kakak saya yang harus ngerjain sendiri, daripada sakit hati nggak dikerjakan mulu.
Jujur mendengar kakak bercerita seperti itu, saya merasa sangat nggak enak hati. You know lah, dalam aslinya, saya tuh udah jadi manusia yang sungkanan. Ditambah cerita kondisi begitu, makin meranalah rasa sungkan saya.
Semua kecurigaan saya akhirnya terjawab ketika saya mudik terakhir kali, ketika itu saya berselisih dengan kakak, dan mama membela kakak.
Karena sedih dan nggak mau menambah masalah, akhirnya saya memutuskan pergi dari rumah dan nginap di hotel yang ada di BauBau, bersama anak-anak sambil menunggu jadwal pulang ke Surabaya.
Sedih bangeeettt rasanya mama sedikitpun nggak mau menyapa saya, bahkan ketika kakak ipar datang, dan dia kasian liat saya, akhirnya dia coba merayu mama untuk tidak bersikap seperti itu, mama menolak bahkan marah besar.
Akhirnya, kakak ipar saya membiarkan saya pergi dari rumah mama, tapi diam-diam dia membantu saya dengan mengirim pesan di WA.
Jadi, dialah yang mencarikan hotel, yang sebenarnya saya malas banget, tapi lagi-lagi saya bingung nolaknya gimana?.
Dan begitulah, di momen itulah semua kecurigaan saya terjawab dan memang benar.
Saya nggak berani menuliskan detail ceritanya, takut dibaca oleh kakak saya. Tapi, setelah kejadian itu, semakin yakin lah saya, kalau memang pilihan saya tidak tinggal di Buton sama mama itu adalah benar adanya.
Dengan sifat saya yang sulit menolak, sungkanan, saya memilih menjauh daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Beruntungnya, meski udah ditempa banyak masalah, bahkan ketika itu juga saya bermasalah dengan papinya anak-anak, karena kecewa banget, bapak saya meninggal, tak satupun mereka yang menelpon atau sekadar kirim SMS bela sungkawa ke mama saya.
Tapi, kondisi itu tidak membuat saya untuk bisa mengubah hati saya ke kakak ipar, sejak dulu nggak punya perasaan, ya sekarang pun sama. Bahkan berkali-kali saya ingatkan, kalau dia sekarang adalah kakak saya.
Balik lagi dalam kondisi sekarang yang ngenes.
Memikirkan, kondisi yang di usia sekarang nggak punya siapa-siapa selain 2 anak lelaki yang masih bergantung sepenuhnya ke saya. Nggak punya apa-apa, ngenes banget nggak sih? hehehe.
I mean, kenapa nggak sejak dulu aja ya, kan saya mungkin bisa ke Jakarta, lalu mungkin ke luar negeri. Ya intinya tetap menjauh dari keluarga sih, hehehe.
Dulu memutuskan stay di Surabaya, salah satu alasannya ya karena ada si pacar di sini. Apalagi si pacar begitu memanjakan saya dulunya.
Dia bahkan membantu membayar biaya kos saya, membantu membayar makanan saya. Sampai-sampai dia kerja jadi tenaga harian di proyek Suramadu, gajinya semua buat kebutuhan saya.
Ya meskipun karena malu dibiayain, sementara saya bukan siapa-siapa yang sah, saya berinisiatif mengerjakan skripsinya sih, sampai akhirnya dia lulus jadi sarjana.
Dengan kondisi demikian, wajar saja saya semakin mencintai Surabaya, meski ketika itu keadaan saya sangat-sangat miris. Bayangin aja, saya nganggur setahun sejak wisuda, sementara biasanya saya hidup dari uang kiriman mama.
Tapi, sejak lulus dan saya masih memutuskan di Surabaya, mama benar-benar nggak mau kirim uang, sepeserpun lagi. Padahal saya harus kos di Surabaya, harus membayar buat beli makan dan lainnya.
Ya alasan terbesarnya ya karena sudah yakin mau hidup sama si pacar, orang dia baik dan bertanggung jawab bahkan sebelum kami menikah.
Nggak nyangka banget sih, setidaknya dulunya, hubungan kami akan kacau ketika belasan tahun setelahnya. Dan yang menyedihkan, hubungan kacau setelah belasan tahun saya tanpa menyerah mendampinginya dalam hidup yang selalu berkekurangan.
Saya masih ingat, ketika 3 bulan sejak mama memutuskan membiarkan saya luntang lantung tanpa support uang di Surabaya, mama kemudian menelpon, dan menanyakan apakah saya sudah dapat kerjaan?. Kalau belum sebaiknya pulang aja, karena ada test CPNS dan kebetulan mama masih kerja, serta ada beberapa keluarga yang bisa jadi jalan mulus saya lulus PNS.
Tapi dengan tegas saya menolak, meski demikian saya tetap tak tega membiarkan mama kecewa, jadi saya menolak dengan alasan, akan ikut test CPNS di Surabaya.
Dan memang ketika itu, saya ikut banyak banget test CPNS bahkan BUMN yang ada di Surabaya. Salah satunya, saya bisa lolos sampai tahap akhir di test masuk Pelindo, sayang gagal ketika test wawancara dengan direksi.
Sementara test CPNS, selalu gugur setelah mengerjakan soal-soal.
Bahkan setelah saya sudah mulai kerja, dan bahkan bisa mengirimin mama sedikit duit, mereka tak pernah berhenti menanyakan, kapan mau pulang ke Buton?. Biar ikut test CPNS, mumpung mama masih kerja.
Sampai akhirnya saya nikah, dan punya anak, pertanyaan kapan pulang ikut test CPNS itu tidak pernah berakhir, dan selalu saya balas dengan jawaban kalau saya akan berusaha ikut test CPNS di Surabaya, meski udah berrrkali-kali test dan gagal.
Terakhir bahkan saya ikut test CPNS ketika 10 hari atau berapa hari ya lepas operasi caesar, pokoknya lukanya belum kering, masih pakai kasa buat lukanya, dan saya harus ikut test CPNS, kalau nggak salah waktu itu lokasinya di Untag Surabaya.
Hasilnya? tentu saja gagal, lulus administrasi doang, selalu gagal di test-nya, hahaha.
Pertanyaan kapan pulang jadi PNS di Buton itu juga masih berdengung saat saya sudah punya anak dan memutuskan jadi IRT, lagi-lagi ini jadi alasan ortu yang paling mendalam, katanya gimana masa depanmu kalau jadi IRT?.
Meskipun saya selalu menolak halus permintaan ortu untuk pulang jadi PNS di Buton, jangan dikira hal itu nggak berpengaruh buat keputusan hidup saya.
Karena itulah saya jadi bimbang mau mutusin apakah benar-benar mau stay di Surabaya, atau pulang ke Buton dan jadi PNS di sana?. Dan inilah yang sedikit banyak mempengaruhi keputusan saya mau beli ini itu di Surabaya. Ya selain duitnya sangat terbatas sih, hahaha.
Apalagi setelah menikah si paksu mulai menunjukan sisi egoisnya, dia bersikeras mau bekerja sesuai keinginannya, meskipun risikonya kami berjauhan.
Sebenarnya alasan terbesar saya nggak mau berjauhan atau LDM dulunya, adalah karena saya nggak percaya bisa mempertahankan perasaan kalau ada jarak di antara kami, daaannn yang paling penting adalah, saya kewalahan jika harus bertanggung jawab atas anak seorang diri.
Saya sering menceritakan momen ini, di mana meskipun ketika itu saya tinggal di rumah mertua, sebenarnya nyaman sih di sana. Ada ibu mertua yang urus semua urusan rumah, saya cukup kasih duit buat belanja, bayar air listrik dll, anggap aja saya ngontrak di sana kan ye, sama bayarin pembantu.
Tapi jujur, saya selalu dirugikan oleh keputusan-keputusan yang dibuat bapak mertua.
Salah satunya, dia nggak setuju saya cari orang yang khusus jagain si Kakak bayi, biar saya bisa fokus bekerja kan. Dia minta saya bayarin buat pembokat aja, masalah si Kakak bayi, biar dijaga ibu mertua.
Nah masalahnya adalah, saya kan kerjanya di perusahaan kontraktor, terbiasa lembur, dan nggak boleh sering izin. Saya merupakan salah satu karyawan yang dipercaya bos.
Tapi, karena mertua masih kebanyakan acara, kadang arisan lah, senam lah, dan si Adik bayi nggak ada yang jaga, terpaksa saya izin dan ujungnya saya kena teguran.
Wajar sih, kinerja saya sangat menurun, sering bahkan waktu makan siang saya gunakan untuk balik ke rumah mertua karena si Adik pup, dan ibu mertua lagi arisan, jadi nggak ada yang bisa gantiin popok.
Ya Allah, kesal banget.
Sampai akhirnya saya memutuskan untuk resign, padahal dibanding paksu, posisi saya sebagai karyawan lebih kuat, karena saya karyawan tetap, sementara paksu cuman kontrak proyek.
Berkali-kali saya minta ke si paksu, agar dia cari aja kerjaan di Surabaya, gajinya kecil nggak masalah, nanti kan seiring waktu akan naik juga. Apalagi saya juga kerja, dan karena posisi saya di perusahaan kuat, insya Allah dikasih fasilitas sama kantor.
Saya pikir, dengan kami bekerja dalam 1 kota, dan kami tinggal di rumah ortunya, semuanya akan lebih mudah. Ketika ibunya nggak bisa jaga si Adik, mungkin kami bisa bergantian untuk izin di tempat kerja. Jadi nggak selalu harus saya mulu yang izin.
Tapi, sampai saya akhirnya saya resign, dan ikut dia ke tempat kerjanya di Jombang, lalu akhirnya keuangan kacaupun, pikiran dia tentang LDM nggak pernah bisa diubah.
Saya pikir, menjadi IRT itu adalah pilihan saya untuk mengalah, tapi sepertinya saya salah, paksu sepertinya pengen saya kerja, tapi juga tetap urus anak sendiri.
Dan terbukti setelah si Adik lahir, seperti itulah keadaan saya sekarang.
Ya kalau dipikir-pikir, test CPNS sangat besar mempengaruhi perjalanan hidup saya. Berkali-kali ikutan, berkali-kali juga gagal.
Mungkin memang karena ortu nggak pernah benar-benar rela saya di Surabaya kali ya. Tapi emang pilihan saya menetap di sini dulunya ya reasonable juga.
Ah sudahlah, intinya tulisan ini saya buat untuk mengeluarkan pikiran-pikiran yang berkecamuk di kepala, ketika membaca atau mengetahui momen test CPNS, karena sedikit banyak hal ini mempengaruhi perjalanan hidup saya.
Surabaya, 08-09-2024
restu ortu penting karena dari sana ada kemudahan yang datang entah dari mana
BalasHapusSedih baca part yg ortu ini 😔. Sabar ya Rey.. Kita ga tahu nikmat apa yg Allah mau persiapkan untuk kamu dan anak2 nanti. Semoga aja hati mama nanti juga bisa melembut yaaa.
BalasHapusMasalah CPNS ini memang untung2an yaa. Kali blm rezeki ya bakal masuk. Atau memang hrs ada koneksi baru bisa masuk 😅. Ntahlah. Aku sendiri ga pernah apply. Mungkin Krn keluarga besarku semuanya karyawan swasta dan pengusaha. JD ga kepikir aja buat dftr PNS. Ga didukung juga soalnya.
Keluarga juga mempengaruhi yaa. Kalo dari kakek nenek ortu ga ada yg pns, biasanya memang anaknya pun bukan pns. Sebaliknya juga begitu.