Cerita Memilih Obat Batuk dan Masa Lalu Untuk Kini, atau Sebaliknya?

cerita obat batuk

Uhuk....uhukkk...uhukkkk...!

"Minum obat dulu sana, ambil CTM, GG dan antibiotik, biar batukmu berkurang!" 

Mama saya yang seorang perawat, tapi di rumah terdapat begitu banyak obat-obatan yang di-stock untuk berjaga-jaga kalau ada pasien di malam hari, jadi kan nggak perlu cari di puskesmas, selalu gemes kalau melihat kami, anak-anaknya batuk pilek apalagi sampai mengganggu banget.

Pikiran ini sebenarnya muncul lagi ketika beberapa waktu lalu, seorang selebgram asal Malang, Danar Jabro, meninggal dunia.

Sebelum seleb tersebut meninggal, tulisannya sudah viral duluan di media sosial, salah satunya karena curhatannya yang merasa tidak diperhatikan oleh keluarganya.

Dia menulis pakai bahasa atau logat Jawa, di mana pengennya dilayani keluarganya, khususnya mamanya. Jangan cuman ingat sama dia saat lagi butuh duit aja.

Salah satunya, dia merasa tersinggung ketika dia sakit, keluarganya nggak terlalu menghiraukannya, palingan cuman nyuruh minum obat saja.

Curhatannya tersebut membuat saya kembali ke masa kecil, masa-masa ketika saya sakit, di mana kalau masih bisa jalan sendiri, ya bahkan obatpun disuruh ambil sendiri di rak obat-obatan. Boro-boro dicepa'in atau dipersiapkan.

Kecuali memang saya sakitnya nggak bisa bangun, baru deh sama mama diambilin obatnya, trus ditaruh di dekat tempat tidur, biar saya bisa bangun dan minum tuh obat.

Fyi, sejujurnya dulu saya pernah baper juga, menganggap mama saya tuh kok ya semacam nggak terlalu peduli sama anak-anaknya. Mbok ya kan kami nggak ngerti obat-obatan, mbok ya diambilin gitu.

Sampai akhirnya saya tumbuh dewasa dan kondisi membawa saya ke pengalaman kemarin.  

Jadi, kemarin saya menghabiskan sekitar 10 menitan di depan rak obat-obatan Alfamidi AR. Hakim Surabaya. Saya membutuhkan waktu lama membaca-baca kandungan yang ada di kemasan beberapa pilihan obat yang khusus menyembuhkan batuk.

Alih-alih saya melihat khasiatnya, yang ada saya sibuk membandingkan kandungannya, sambil sesekali membuka google untuk membaca khasiat dari kandungan obat tersebut.

Ketika akhirnya saya putuskan membeli obat yang dimaksud, sayapun membayarnya di kasir, lalu pulang dengan kepala berkecamuk pemikiran.

Pikiran masa lalu kembali menyeruak, terutama ketika kejadian masa kecil, saya sakit malah disuruh ambil obat sendiri.

Ternyata masa itu, meskipun menyebalkan untuk diingat, tapi ternyata matching juga dengan kondisi saya saat ini.

Sehingga saya jadi berpikir, apakah kondisi masa lalu saya memang disiapkan untuk masa kini. Atau sebaliknya, yaitu masa kini saya diakibatkan oleh kondisi masa lalu.

Jadi gini, sudah sebulanan kali ya, saya batuk pilek ketularan si Adik. Bahkan di awal-awal tertular, sampai-sampai suara saya benar-benar menghilang, nggak bisa ngomong, tenggorokan rasanya tercekat.

Kalau sebelumnya saya sakit batuk pilek seperti ini, dicuekin aja, minimal minum vitamin aja deh 

Tapi karena ini menyangkut suara, apalagi udah 2 harian nggak bisa ngomong. Akhirnya, saya putuskan konsultasi dengan dokter umum di Alodokter.

Dari situlah saya mendapatkan obat-obat yang diresepkan oleh dokter, dan langsung saya tebus. Dan langsung diminum sesuai jadwalnya.

Selang 2 harian, suara saya mulai membaik, tapi ujungnya berganti batuknya keluar sampai menyiksa banget. Yang jadi masalah adalah, obat-obatan yang diresepkan sudah habis, saya coba minum obat lain, ditambah minuman vitamin C 1000 mg. Tetap nggak ngaruh juga.

Sementara batuk semakin menggila, baik saya maupun si Adik seolah berlomba-lomba dengan batuk yang berkepanjangan.

Dan yang menyebalkan adalah, saya jadi sulit merasa fit, karena batuk, pilek dan flu yang mengganggu itu. Sampai akhirnya kemarin pagi saya putuskan berhenti di Alfamidi tersebut.

Rencananya sih mau beli minuman vitamin C 1000, tapi ketika keliling sejenak cari detergen, eh malah ketemu rak obat, seketika saya mampir dan sibuk membaca semua kandungan obat tersebut.

Suprisingly, saya memilih obat batuk untuk diri sendiri berupa tablet murah seharga 3000an untuk diri sendiri agar diminum biar batuknya mereda. Si Adik juga tetap saya belikan sirup dengan kandungan obat yang pastinya sesuai dengan kondisinya.

Setelah sampai di rumah, sayapun sarapan lalu mulai menelan 1 obat tersebut. Setelahnya saya beraktifitas seperti biasanya.

Anehnya, paginya saya masih terbatuk-batuk sampai membungkuk, bersin bolak balik. Pas selepas minum obat tersebut, tiba-tiba saja saya merasa tubuh jadi baik-baik saja. 

Sudah nggak ada tenggorokan gatal, sampai berasa ada semut di dalamnya. Nggak ada pula batuk-batuk yang mengganggu, bahkan sampai hari ini, Alhamdulillah batuk udah mereda.

Tiba-tiba lagi saya merasa, bahwa obat pilihan saya sendiri tuh kok lebih ampuh untuk diri sendiri ketimbang obat pilihan dokter.

Lalu, karena saya bukanlah seorang dokter, jadilah memikirkan masa lalu, untung banget dulu mama nggak pernah mau menyiapkan obat batuk anak-anaknya di dekatnya biar langsung diminum.

Enggak ya!.

Yang ada mama cuman ngasih tahu, obatnya ini dan itu, minum berapa kali sehari, dan udah.

Gara-gara itu, saya jadi tahu, oh kalau batuk berdahak gini, minumnya ini. Karena dulu kan obat-obatan yang disuruh minum tuh semua adalah obat generik.

Jadi, saya hafal tuh, CTM atau Chlorpheniramine Maleat itu gunanya buat apa?, GG atau guaifenesin buat apa?, Phenylephrine HCL buat apa?.

Ya karena ketika saya batuk berdahak, mama suruhnya ambil obat ini dan diminum misalnya. Saya sakit kepala, disuruh ambil obat sana, biar nyerinya hilang.

Saya jadi berpikir, apakah dulu Allah menempatkan diri saya di kondisi punya mama yang sibuk sehingga saya, mau nggak mau ya harus melakukan banyak hal seorang diri. Karena Tuhan telah menyediakan kondisi hidup seperti sekarang ini di masa depan saya?.

Atau, jangan-jangan kondisi saya sekarang, terbentuk dari kondisi masa lalu khususnya ketika kecil dulu?.

Ah entahlah, yang jelas saya tetap ingin bersyukur dan berterima kasih pada masa kecil dulu.

Begitulah


Surabaya, 07-09-2024

2 komentar :

  1. Mungkin obat batuk yang mbak Rey pilih kebetulan sesuai dengan batuknya, makanya bisa sembuh dan lebih manjur dari obat anjuran dokter. Tapi aku juga orang biasa sih, hanya menduga saja.

    Kalo aku waktu kecil ingat nya kalo sakit kadang dibawa ke puskesmas dan di suntik jarum, makanya agak trauma, masuk puskesmas saja sudah nangis.😂😂😂

    BalasHapus
  2. Bisa jadi Rey. Karena didikan yg lalu, setidaknya kamu JD paham obat2an yg skr. Ga asal minum obat jadinya.

    Eh tapi aku juga pernah ada pengalaman batuk lama. Orang2 biasanya nyebut batuk 100 hari.

    Kebetulan pas SMU aku ngekos di rumah bapak guru yg istrinya dokter. JD sama, di rumah dia banyak obat2an. Tiap kali aku dan temen sekamar batuk atau sakit, istrinya ini juga yg biasa kasih kami obat. Salah satu obat batuk yg diksh, obat batuk murah banget, generic, yg ternyata pas aku minum 2 hari kemudian LGS sembuh 🤣.

    Pdhl sblmnya dah minum obat2 mahal dr dokter , malah ga baik2 😅.

    Jadinya sampe skr nih, tiap kali aku batuk, terutama berdahak, yg aku cari pasti obat itu. Ga mau ke dokter dulu. Kec memang udh parah banget. Syukurnya tetep aja selalu sembuh ketika minum obat yg pernah diksh ibu kos ku dulu.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)