Mencari Kontrakan di Surabaya

cari kontrakan di surabaya

Jadi karena saya merasa kontrakan kami di Surabaya yang sekarang terbilang (lumayan) mahal untuk saya yang nggak punya penghasilan tetap dan bokeknya kok selalu berkepanjangan, hahaha. Karenanya saya berpikir untuk pindah kontrakan aja, cari yang tentu saja harganya di bawah yang sekarang.

Meskipun ini kegiatan yang sangat bikin saya malas banget, karena apalagi alasannya kalau bukan, si Rey ini cari kontrakan tapi kagak ada duitnya, *plak, hahaha.

Ini masalah tahun lalu sih sebenarnya, dan mirip banget juga sih.

Saya kebingungan dengan tempat tinggal, nggak ada tempat mengeluh, nggak ada tempat meminta bantuan (maksudnya seseorang yang memang harus membantu ya, saya sungkan ngerepotin dan membebani orang lain).

Dengan keterbatasan, saya nggak terlalu pandai blusukan di gang-gang kecil yang ramai dan kadang motor nggak boleh dinyalain alias kudu dituntun. Ditambah kudu bonceng 2 bocah kan, 1 di depan, 1 di belakang, dan si Kakak yang sudah mulai berat, plus si mamak Rey yang emang nggak 

************

Btw, tulisan di atas tersebut saya tulis pagi tadi, dan dilanjutkan malam harinya.

Saya dan anak-anak baru pulang, dan sampai di tempat tinggal kami selepas Isya. Seharian, eh nggak seharian juga ding, tapi siang tadi sampai malam kami cari kontrakan.

Paginya sih saya cari melalui online, nemu beberapa tempat yang saya pikir masih memungkinkan lah buat kami.

Targetnya tuh, kontrakan yang cukup menampung saya dan kedua anak. Nggak bisa cari kos karena ada 2 bocah dan beberapa barang yang nggak muat kalau cuman nyewa kos aja. Dan tentu saja kalau kos bakalan jauh lebih mahal, karena nggak mungkin bisa masak untuk menghemat pengeluaran.

Setidaknya ruangannya lumayan luas, kalau ada kamarnya sih lebih baik, dan yang pasti kalau bisa sih yang bisa disewa bulanan. Karena to be honest saya nggak punya duit, hahaha.

Bangunannya nggak apa-apa deh yang biasa, yang penting ada listrik dan PDAM. Jangan air sumur karena di Surabaya pakai air sumur? yang ada anak-anak bakalan diare mulu. Kalau kayak gitu kan, pegimana mau hemat, yang ada uang habis dipakai beli obat mulu.

Banyak ya syaratnya? hahaha.

Saya coba cari deh melalui online, dan ketemu beberapa pilihan.

Nah, pilihan pertama nih, lumayan terjangkau, ada 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, ruang depan. Pas liat fotonya, lumayan juga sih, kayaknya juga habis direnovasi dan dicat ulang. Lumayan lah penampakannya.

Saya coba tanya deh melalui WA, eh ternyata masih tersedia dong, harganya juga lumayan terjangkau, dan bisa dibayar di bawah 1 tahunan alias boleh bulanan.

Langsung deh saya minta mau liat tempatnya, janjiannya sore hari aja, abis anak-anak les coding kan ye. Dan saya minta alamatnya, ternyata lumayan jauh doang dari sekolah anak-anak, tapi kalau lewat jalan blusukan sih nggak terasa jauh banget sih.

Sama aja jaraknya dengan tempat tinggal kami sekarang.

Ternyata, anak-anak nggak perlu les hari ini, karena teacher-nya sakit. Langsung saya kabarin empunya rumah, bilang mau liat siang itu juga. Alhamdulillah yang punya rumah oke-oke saja, dan menunggu kedatangan kami.

Tapi eh tapi, pas googling alamatnya di google maps, kok nggak nemu sama sekali gangnya di mana. Saya kan perlu menghafal lokasinya, biar pas naik motor nggak pakai mikir lagi harus belok kiri atau kanan.

Ternyata tempatnya ada di gang yang super kecil, makanya enggak tercatat oleh google maps. Dan yang bikin shock itu adalah, motor nggak bisa dinaikin harus dituntun, ya ampoonn.

Saya masih berbesar hati, nggak enak kan kalau nggak lihat langsung, apalagi udah janji. Dengan positif thinking saya melangkah masuk ke gang yang kecil itu. Anak-anak mengikuti saya dari belakang. Agak tenang ketika membaca nomor rumah yang ada, mulai nomor yang kecil, sementara saya mencari nomor 11.

Semangat langsung menyeruak kembali, dalam pikiran saya nggak masalah deh gangnya kecil dan saya harus nuntun motor melewati gang itu, toh kan nggak jauh juga dari jalan besar.

Btw, alamatnya memang dari jalan utama langsung masuk gang super kecil gitu.

Nah, pas udah jalan makin ke dalam, udah sampai tuh ke nomor 10, semangat mencari nomor 11, eh kok nggak sama kayak bangunan di foto?. Saya perhatikan lagi nomor rumahnya, astagaaa... ternyata bukan nomor 11 aja, tapi ada embel-embelnya, nomor 11E.

"Cari rumahnya siapa, Mbak?"

Seorang bapak-bapak menyapa saya yang terlihat kebingungan, mana linglung pulak nuntun motor, hahaha. Btw, si Rey ini memang badannya doang yang gede, tenaganya ditiup angin aja kejungkal, hahaha. Kebayang dong saya harus menuntut motor yang berat, melewati gang kecil, mana di sepanjang jalan kecil itu penuh motor yang diparkir gitu aja di luar.

"Cari kontrakan nomor 11E, Pak!" jawab saya.

Si bapak mengernyitkan dahi, lalu sejurus kemudian wajahnya terlihat datar,

"Oh yang itu, masih ke dalam, Mbak!" si bapak memberikan petunjuk dengan jarinya.

Seketika saya mulai deg-degan, mulai curiga kalau-kalau lokasinya jauh ke dalam, apalagi nomor rumah yang ada tuh sungguh luar biasa panjangnya.

Nomor 11A, nomor 11A-1, nomor 11-A2, dan seterusnya, lama amat baru nyampe nomor 11E. Sampai akhirnya setelah saya udah gemetaran menuntun motor yang berat, baju saya basa kuyup oleh keringat akibat teriknya sinar matahari. Barulah saya menemukan rumah yang dimaksud.

Ternyata rumahnya sangat sederhana, beberapa bagian kamarnya bahkan sengaja dibuat sekat dengan menggunakan tripleks. Tapi, over all penampilan rumah tersebut not so bad-lah, karena barusan diperbaiki cat dindingnya.

Setelah mengecek semua ruangannya, dan menanyakan apakah kalau hujan ada kebocoran? kata empunya rumah enggak kok, karena baru juga diperbaiki.

Si Rey dalam hati, hmmm... belom pasti, hahaha.

Puas mengamati ruangannya, saya lalu ke pintu depan, menanyakan gimana caranya motor dimasukin, sementara lantai rumahnya agak tinggi dan nggak ada bidang yang miring agar motor bisa dinaikin.

Kata yang punya rumah, nggak perlu dimasukin, semua orang di gang itu naruh motor di luar kok, yang penting pakai kunci ganda aja. Waduh, makanya sepanjang gang yang super kecil itu, banyak motor yang diparkir gitu aja di pinggiran, sampai-sampai mau lewat aja sulit.

Lalu saya terpikirkan, ini kan gangnya kecil banget ya, motor aja harus dituntun, mana jauh banget dari ujung jalan, pegimana caranya angkat barang ketika pindahan?.

Saya rasa, bahkan bayar orang aja, keknya mereka juga malas saking kudu angkut sejauh itu, apalagi jalanannya kecil dan banyak motor diparkir di pinggiran.

Si empunya rumah mengatakan, kalau ada jalan tembusan di bagian belakang gang, yang mana jaraknya lebih dekat ke jalan besar ketimbang lewat depan.

Semangat lagi dong saya, segera kami pulang melewati jalanan yang dimaksud, dan pas nyampe di jalan tersebut, saya lagi-lagi double shock. Emang sih jalanannya lebih dekat ke jalan yang agak gede, ketimbang lewat depan. 

Tapi itu ternyata melewati jalan tembusan yang jauh lebih kecil. Hanya bisa dilalui 1 badan motor saja, jadi terpaksa saya harus menaiki motor, tapi nggak boleh nyalain mesinnya. Kebayang kan gimana pegelnya memaksa motor bisa maju tanpa mesin, hahaha.

Pas nyampe di tembusannya, gang yang lebih gede, saya sempoyongan, baju basah oleh keringat yang mengucur. Dan kamipun putuskan pulang aja dulu, apalagi waktu shalat Jumat sebentar lagi akan dimulai. 

Sampai di tempat kami, udah sempoyongan banget, mana lapar pulak. Mau beli makan tapi sayang banget duitnya yang tinggal puluhan ribu harus dihemat-hemat.

Jadinya makan yang ada aja, sambil tetap mencoba cari kontrakan lain.

Setelah mendapatkan beberapa alamat, sorenya selepas Ashar kami coba mencari lagi alamat yang diberikan, dan lagi-lagi shock dengan alamat yang rata-rata tuh berada di gang super kecil dengan kondisi motor harus dituntun.

Kalau nuntunnya nggak terlalu jauh sih, saya oke-oke saja, yang penting lebih terjangkau kan. Tapi seringnya rata-rata tuh gang kecilnya panjang banget, jauuuhh banget dari jalan gede, pegal banget nuntun motor.

Jadi membayangkan, nanti angkut barangnya gimana?. Kalau ada yang bantuin sih nggak masalah, tapi ini kan cuman kami bertiga, mana para bocah masih kecil-kecil.

Harusnya sih bisa bayar orang aja ya angkut barangnya. 

Etapi, selain apakah ada yang mau angkut barang sambil jalan sejauh itu dengan kondisi jalan yang nggak bersahabat. Ditambah, atuh maaaahh pakai duit apa? hiks.

Sudahlah, untuk hari ini terpaksa kami pulang dengan kecewa, sampai-sampai saya nangis saking lelah lahir batin rasanya.

Dan kesimpulan pertama dari kami adalah, kontrakan kecil dengan harga terjangkau dan boleh bayar bulanan di marketplace yang ada di internet itu udah dipastikan ada di dalam gang sempit yang bahkan motorpun kudu dituntun.

Kalau mau kontrakan yang masih masuk akal dengan gang yang setidaknya masih dilewati motor itu kuncinya satu, tidak menerima sewa bulanan, bahkan kebanyakan maunya per 2 tahunan.

Btw, lokasi pencarian saya ini memang berada di wilayah yang lumayan padat ya, ramai juga dengan orang kos maupun kontrak, karena dekat kampus.

Sapa suruh gitu anak-anak sekolah di dekat kampus juga, kan jadinya susah cari kontrakan murah tapi manusiawi buat orang kayak si Rey ini, hiks.

Tinggallah saya yang rasanya mau nyerah oleh rasa lelah mendera.

Begitulah.
 

Surabaya, 11-10-2024

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)