Malam ini saya merasa bahwa menjadi orang yang nggak enakan, orang yang sungkanan, ternyata ada baiknya juga. Salah satunya bisa menyelamatkan saya dari hal-hal yang konyol muncul di kepala saya. Yaitu keinginan pengen mati aja.
Iya, sudah beberapa hari ini saya benar-benar sakit hati sampai ke tulang belulang (ini maksudnya gimana ya? sejak kapan hati ada tulangnya? hahaha).
Sudah sejak lama sakit hati dengan kelakuan papinya anak-anak, makin hari bukannya sadar, malah makin menjadi-jadi.
Sejujurnya, andai saya punya keluarga yang bisa support, atau punya pekerjaan tetap atau penghasilan yang mumpuni lah buat menghidupi anak-anak. Sudah lama kali saya pergi bawa anak-anak menjauh.
Sakit hati ini sudah terlalu sulit untuk dihapuskan, bahkan saking sakitnya, saya udah iflil banget. Sejak dia selalu kabur, saat itu pula saya sering merasa gelisah dan nggak tenang, bahkan hanya dengan mendapat kabar kalau dia libur dan mau pulang menemui kami.
Jika ada dia, segala hal tentang dia rasanya menyiksa hati. Saya bahkan nggak suka parfum apapun yang dia pakai.
Sedemikian itu menggambarkan betapa ilfilnya saya sama lelaki itu.
Sayangnya, saya udah pernah shalat istikharah, bahkan 2 kali ditunjukan sama Allah, di mana hati saya mantap, kalau saya harus lanjut dengan dia.
Pertama kali, saya shalat istikharah, pas selesai shalat tiba-tiba ada yang datang, ternyata orang tuanya dan keluarganya. Saat itu juga ortunya mengatakan ingin membelikan tiket buat kami pulang, demi menjenguk bapak saya yang sakit.
Betapa terharunya saya, dan saya menganggap bahwa itu adalah petunjuk Allah, kalau saya harus lanjut dan memperbaiki hubungan kami.
Kenyataannya, masalah silent treatment yang dilakukan papinya anak-anak itu semakin parah, bahkan sampai ketika kami balik ke Surabaya selepas bapak meninggal, dia sama sekali nggak mau menjemput kami di bandara.
Yang paling menyedihkan adalah, ketika bapak meninggal, tak ada satupun dari mereka yang mengucapkan bela sungkawa sama mama. Sempat nelpon saya sih, tapi kan akan lebih afdol kalau ngomong ke mama saya ya.
Sepulang dari Buton, saya kembali shalat istikharah, lalu ditunjukan oleh Allah, dengan ibunya datang menjenguk kami.
You know lah saya tuh paling lemah sama ibu-ibu. Saking hausnya perhatian ibu kali ya. Lalu saya menganggap, kalau itu adalah petunjuk Allah buat saya bertahan.
Setelah itu, memang saya nggak pernah istikharah lagi, saya pernah baca, kalau terlalu sering mengulang istikharah untuk pertanyaan yang sama, lama-lama kita makin bingung dengan petunjuk-Nya.
Tapi, dari petunjuk tersebut, saya selalu bertekat untuk melawan rasa ilfil, dan bertekad memperbaiki apa yang sebenarnya sudah hancur berkeping-keping.
Ketika ibunya sakit, saya tunjukan itikat baik sebagai menantu yang baik. Ikut serta merawat ibunya yang sakit, meski aslinya itu berat buat saya.
Ketika ibunya meninggal dan dia di luar kota, secepat kilat saya ke rumahnya, ikut membantu apapun yang bisa dilakukan. Bahkan, saya berhasil membaur dengan saudara-saudaranya, padahal sebelumnya kami nggak sapa-sapaan lantaran masalah dengan dia.
Intinya, meski hati sudah hancur berkeping, segala hal saya lakukan untuk tetap bertahan, karena petunjuk shalat tersebut, dan tentunya karena saya butuh kerja samanya dalam membesarkan anak-anak, salah satunya dalam keuangan.
Tapi ternyata, apakah saya salah mengartikan petunjuk Allah, atau gimana. Kenyataannya sekarang dia malah memilih pergi meninggalkan tanggung jawabnya akan hidup anak-anak kepada saya seorang.
Shock nggak tuh?.
Saya nggak punya siapa-siapa di dunia ini, nggak punya penghasilan yang mumpuni untuk menghidupi anak-anak. Bahkan nggak punya tempat tinggal sama sekali.
Ini ibarat saya dilepaskan dengan anak-anak di tengah hutan belantara, lalu dia pergi begitu saja, lupa kalau anak-anak ini bukan anak saya semata.
Lupa kalau anak-anak ini bernasabkan dia dan keluarganya, keturunan dia dan bapaknya.
Sebenarnya, saya sangat paham bahwa Allah nggak akan menguji hamba-Nya melebihi apa yang bisa dipikul hamba-Nya.
Saya juga menyadari, bahwa semua masalah sudah ada jalan keluarnya, yang kita butuhkan hanya bersabar dan berserah diri.
Tapi kenyataannya, praktiknya suliiittttt banget nget!.
Dia pergi begitu saja, meninggalkan tanggung jawabnya ke saya. Sementara saya, harus berperang melalui banyak hal dalam waktu sekaligus.
Saya harus berperang dengan sakit hati, sekaligus mengejar tenggak waktu harus dapat tempat tinggal baru secepat mungkin karena di sini udah nggak mampu bayar dan biaya hidupnya tinggi banget.
Dan, you know? kegiatan cari kontrakan ini sangat tidak mudah, karena sejujurnya saya nggak punya duit sama sekali.
Yang saya lakukan hanyalah berusaha cari dulu kontrakan yang pas dan terjangkau. Salah satunya, cari yang murah, bentuknya rumah mungil, dan bisa bulanan.
Carinya juga di dekat sekolah anak-anak, agar tujuan berhemat bisa terlaksana.
Tapi ternyata sulit banget sodara, apalagi karena saya nggak megang duit.
Setidaknya udah 2 kali saya mengalami kondisi yang super down karena di PHP pemiliknya. Yang kedua terjadi kemarin, di saat saya dan anak-anak udah sumringah, udah bersyukur banget nemu kontrakan kecil yang bisa dibayar per bulan dan lokasinya di dekat sekolah anak-anak banget.
Si Kakak bisa banget pulang jalan kaki, jadi lebih hemat. Sayapun bisa anter anak-anak dengan hemat bensin.
Gangnya juga, meski kecil, tapi motor boleh lewat, untuk angkat barang bisa sewa kendaraan kecil kayak Tosa.
Nah, karena ngga punya duit sama sekali, saya izin deh kalau malam baru mau bayar. Maksudnya saya mau usaha dulu cari duitnya ke manaaaa gitu. Pokoknya usaha aja dah.
Eh, belum juga sampai di tempat tinggal kami, pas liat HP ada WA dari calo kontrakan tersebut, katanya tempatnya udah laku. Astagfirullah, langsung lemas banget saya.
Udah janji mau bayar malam, udah deal, tapi dikasih ke orang yang berani bayar tahunan, huhuhu.
Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba si Kakak pulang sekolah lalu bercerita, katanya dia kemaren tuh abis coba hubungi papinya pakai WA temannya. Nyambung, tapi setelahnya diblokir.
Mendengar hal itu, makin down lah saya, sakit hati banget membayangkan si Kakak yang makin kecewa. Juga sakit hati banget mengingat enak banget ya dia lepas tangan begitu saja.
Semua hal ini bikin saya benar-benar down, sampai-sampai mengajak anak-anak, ayo yok kita mati aja, mami udah capek banget dengan dunia ini, tapi kalau mami sendiri yang mati, kasian kalian dong.
Anak-anak sontak menangis mendengar kata-kata tersebut, dan saya makin kesal, pengen rasanya ngajak mereka langsung lompat dari gedung tinggi, biar selesai semua masalahnya.
Tapi, dalam kekalutan saya meraih ponsel, seketika melihat notifikasi di ponsel itu, ada pesan dari aplikasi facebook, dan seketika saya merasa sedih dan menangis kejer.
Ya Allah, saya teringat betapa sejak dulu teman-teman facebook tuh selalu memberikan ruang yang benar-benar luas buat saya meluapkan semua perasaan di sana.
Bukan hanya itu, mereka luar biasa tak kenal lelah menyemangati saya dengan luar biasa. Bukan hanya di kolom komentar, tapi juga melalui DM dan WA.
Banyak banget hal yang mereka lakukan, baik nasihat panjang yang bikin saya nangis kejer tapi setelahnya lebih tenang, hingga meluangkan waktu mendengarkan semua keluhan yang ada.
Ada juga yang membantu secara ekonomi, informasi yang berguna buat saya. Masya Allaaahhh.
Saya lalu berpikir, betapa kecewanya teman-teman, kalau udah mati-matian menyemangati saya dengan berbagai cara, tapi ujungnya saya nyerah juga?. Sungguh saya merasa malu dan nggak enakan dengan teman-teman, jika memutuskan untuk menyerah.
Karena itulah, pelan-pelan tangisan mereda, dada yang sesak pun terasa lebih baik.
Saya tak boleh menyerah, saya tak boleh mati, nggak enak sama teman-teman, bahkan yang nggak pernah kenal dekatpun peduli.
Betapa nggak tahu dirinya saya, kalau menyia-nyiakan semua hal yang dilakukan teman-teman.
Terima kasih Temans, karena kalian, saya bisa meredam pikiran buruk yang aneh tersebut.
Surabaya, 16-10-2024
percaya kan rey, kalo ada banyak temen yg peduli dan mau bantu.. jangan mikir yg melanggar agama. cowo ga guna itu keenakan nanti.. sepertinya memang anggab aja dia udah mati dulu. krn ga bisa diharapkan lagi. ujian allah ada batasnya.. ga mungkin roda akan dibawah trus.. orang yg jahat juga pasti menerima balasan rey.
BalasHapussemoga ya rey, akan ada solusi terbaik.. tetep sabar dan kuat yaaa.. demi temen2 yg udah doain dan bantu , tapi terlebih demi anak2 juga
Bergantung sama Allah aja Mbak. Bahkan di pernikahan yang suaminya hadir pun, tetap aja dasarnya bergantung dengan Allah aja karena namanya manusia memang ngga sempurna. Be strong for the kids karena mereka titipan-Nya. Segala ujian dari-Nya ngga mungkin melebihi kemampuan kita
BalasHapusKak Rey, semoga setelah ini jalan hidup Kakak dan anak-anak dipermudah, ya. Semoga Allah segera angkat derajat Kakak.
BalasHapusSemoga Allah kuatkan Kakak dan anak-anak menghadapi ujian hidup ini.
jangan nyerah mbak rey
BalasHapusyang dibilang Tuhan nggak akan kasih cobaan melebihi kekuatan hamba-Nya, tapi memang bener kadang kita sebagai manusia merasa buat menjalani, mencari solusinya kayak berat banget.
aku bacanya ikutan sakit waktu Kakak menghubungi bapaknya terus diblokir.
semoga mbak Rey diberi kekuatan, kelancaran rejeki dan kesehatan, semua demi anak-anak.