Jouke dan Reyne serta Masa Kecil Kami

tentang jouke dan reyne

Tiba-tiba saja saya teringat masa kecil kami, khususnya ketika masih tinggal di Minahasa dulu. Masa-masa yang masih terekam meski banyak yang samar di pikiran. Terutama masa-masa indah bermain bersama kakak satu-satunya saya, si Jouke.

Jadi, nama kakak saya sebenarnya Yuke. Khas nama orang Minahasa dan Manado ya. Soalnya dulu yang ngasih nama kami ketika bayi ya tetangga ortu kami yang orang asli sana, hahaha.

Setidaknya itu cerita yang saya dengar dari mama dan bapak dulu.

Itulah alasannya, meski saya seorang muslim sejak lahir, tapi nama kami terdengar ke barat-barat an ala non muslim gitu. Ya karena dinamain sama tetangga yang non muslim, hahaha.

Sayangnya, karena kami memang generasi milenial alias jadul, jadinya ketika bikin akte kelahiran kakak saya tuh, namanya ditulis dengan ejaan lama, Yuke jadi Youke, malah ditambah ejaan paling jadul, jadinya Jouke, hahaha.

Waktu kecil, saya manggil kakak saya Yuke, tapi sejak STM saya niru panggilan teman-temannya kala itu, yang sering memanggilnya dengan sebutan Juke.

Jadilah saya lebih suka memanggilnya dengan sebutan Jouke, hahahaha.

Sebenarnya ini nggak sopan ya, mostly orang Buton tuh, kalau udah menikah nggak boleh dipanggil namanya. Apalagi kalau udah punya anak, wajib dipanggil nama anaknya.

Orang-orang bahkan mama saya memanggil kakak saya dengan sebutan mama Aura (Aura nama anak pertama kakak saya). Tapi dasar saya yang sudah puluhan tahun di Jawa, which is di sini kan, mau kita udah jadi kakek nenek pun, masih aja dipanggil nama, hahahaha.

Jadilah saya manggil kakak saya dengan panggilan Jouke, tanpa kakak. Ya pegimana dong, kami cuman beda setahun doang, jadi nggak berasa kakak adik.  

Apalagi saya dan kakak besar di Buton, di mana orang sana jarang membiasakan anaknya menyebut kakak atau adik, selalu panggil nama.

Setidaknya itu dulu ya, nggak tahu deh sekarang.


Ngomongin ingatan masa kecil saya, tiba-tiba aja barusan teringat, betapa sejak kecil kami tuh bestie banget. Sepanjang waktu berdua doang.

Ya pegimana dong, selain bapak memang tipikal orang yang nggak suka anaknya main di luar pagar. Pun juga seingat saya, dulu tuh kami nggak punya tetangga yang dekat rumahnya dan punya anak kecil.

Jadi ya mau nggak mau cuman ada kami berdua, yang sepanjang waktu selalu bersama.

Waktu kecil, mama juga belum bekerja, beliau disuruh di rumah aja masak dan mengurus kami. Bapaklah yang mencari uang, kalau nggak salah dulu bapak bertani, dan sering menjual hasil tani berupa palawija dan buah-buahan ke kota.

Meski demikian, bapak adalah sosok yang lumayan sukses dulunya, semua kebutuhan kami terpenuhi dengan baik. Mama bahkan punya banyak koleksi emas, baju-baju mama dan kami juga bagus-bagus, perlengkapan di rumah kami juga lumayan dulunya.


Karena bapak yang kerja, beliau jarang di rumah, hanya tinggal mama dan kami berdua. Tapi bapak dulu sangat paham kebutuhan kami sebagai anak. 

Meski kami dilarang main ke luar bersama teman, tapi bapak membelikan kami banyak mainan agar betah bisa main berdua dengan kakak di rumah.

Lucunya, bapak juga paham sibling's problem, yaitu saling pengen punya saudaranya.

Jadi, bapak tuh kalau beli mainan, pasti 2 set.

Misal, beli mainan masak-masakan, saya pasti dibelikan 1 set, demikian juga kakak. Beli baju dan asesoris rambut dan lainnya pun sama. Bapak selalu mencarikan model yang mirip, tapi warnanya beda.

Dan ingat betul, saya selalu punya warna signature merah, sementara kakak punya warna biru. Lucu amat bapak saya, nggak pernah beliin anaknya hal-hal yang girly berwarna pink, atau mungkin beliau nggak ngeh tentang itu kali ya.


Karena hal itu, saya nggak ingat kalau kami pernah berantem waktu kecil, ya mungkin pernah sih, tapi saya benar-benar nggak ingat. Saya baru ingat berantem sama kakak tuh ketika kami pindah ke Buton. Karena di Buton bapak kehilangan kesuksesannya, kondisi jadi berubah, kami hidup kekurangan, alhasil hal ini jadi terasa berat buat kami.

Ye kan, udah sejak kecil dibiasakan tidak berbagi, hahaha. Kalau ada apa-apa, selalu dibelikan satu untuk satu anak. Nggak ada tuh yang namanya satu untuk dibagi buat 2 anak.

Meski mungkin kurang baik dalam segi parenting, tapi sejujurnya gara-gara itu, saya mengingat masa kecil kami tuh manis banget.

Saya masih ingat kami akan bermain masak-masakan pakai mainan yang dibeli oleh bapak buat kami. Masak-masakannya juga lucu, jadi kami ngambil nasi atau makanan yang dimasak mama untuk ditaruh di panci mainan kami, lalu kami akan menyendoknya ke piring mainan kami, terus dimakan deh, hahaha.

Kalau bosan bermain masak-masakan menghabiskan makanan mama, kami akan mengambil selimut tebal mama. Btw di Minahasa dulu dingiiiinnn buanget, karena kami tinggal di lereng gunung. Jadi, kami harus tidur pakai selimut tebal.

Nah biasanya kalau nggak ada bapak, kami ambil deh selimut itu, terus kami jadikan dinding buat main rumah-rumahan di bawah meja makan, hahaha. Biasanya bapak nggak suka kami main berantakan gitu, jadi kalau ada bapak, kami akan pindah main di kasur. Biasanya kami akan menyusun bantal untuk main rumah-rumahan, kadang juga main kuda-kudaan pakai bantal, sebelum diomelin mama karena nggak boleh dudukin bantal katanya, hahahaha.

Di lain waktu ketika siang hari, kami akan bermain dengan anak-anak kucing dan anjing.

Btw, kami dulu punya kucing yang banyaaaak banget (seingat saya sih), dan bukan hanya kucing, bapak juga memelihara anjing betina yang kami namakan Putri. Si Putri ini suka banget berburu burung weris buat kami. 

Suatu hari si Putri ini melahirkan anak-anak yang lucu, dan kemudian anak-anaknya jadi teman bermain kami di kolong rumah.

Btw, jangan heran mengapa kami muslim memelihara anjing ya, maklum aja, dulu ortu saya Islam KTP doang, hahahaha. Sementara mereka tinggal di daerah yang mayoritas non muslim, semua punya anjing, tentu saja kami juga punya.


Kembali tentang bahasa masa kecil si Jouke dan Reyne. 

Saya baru menyadari, ternyata sifat seseorang itu tidak akan pernah benar-benar hilang hingga dia dewasa. Saya masih ingat, betapa kakak saya tuh sejak kecil memang merupakan sosok perempuan yang tertutup. Dia kurang bisa membuka pertemanan dengan lainnya. Satu-satunya temannya ketika masih kecil ya adiknya ini.

Sementara saya, merupakan sosok yang pemalu tapi masih bisa berbaur.

Saya ingat, suatu malam ada tamu teman bapak datang ke rumah, orang tersebut datang membawa anak perempuannya. 

Yang namanya bapak-bapak zaman dulu ya, kalau bertamu tuh anaknya pasti dipaksa berteman dengan anaknya empunya rumah.

Nah tuh anaknya tamu itu ternyata sosok yang ramah, segera lah dia mengajak kami untuk bermain bareng. Saya sih mau-mau saja, tapi kakak saya nggak mau.

Dan ujungnya saya masih ingat, bagaimana tangan saya ditarik oleh mereka, si anaknya tamu yang memaksa saya menemaninya main, sementara tangan lainnya ditarik kakak yang nggak mau adiknya berteman dengan teman baru.

Setelah besar, sifat kakak saya ini masih terbawa. Dia tak punya banyak teman apalagi untuk bisa diajak ngobrol. Sayalah satu-satunya temannya untuk ngobrol.

Kalau komunikasi kami baik, saya wajib menyiapkan waktu minimal 2-3 jam setiap sehari atau 2 hari sekali untuk menemaninya ngobrol.

Apalagi kalau dia lagi ada masalah, terutama bermasalah dengan suaminya, dijamin hidup adiknya ini nggak tenang, karena harus sedia setiap saat mendengarkan curhatannya.

Meski kadang kesal, tapi sejujurnya saya senang bisa menjadi satu-satunya tempat curhat kakak. Karena sebagaimanapun sifat kakak saya, sebenarnya dia adalah sosok kakak yang luar biasa buat saya.

Dia adalah gambaran anak perempuan pertama, yang bertanggung jawab dengan keluarga. Mungkin juga karena dia tumbuh besar ikut tante (kakaknya mama, anak perempuan pertama dari saudara mama). 

Dia sangat peduli dengan anak-anak saya, menganggapnya seperti anaknya sendiri. Dan dia juga rela membagikan hartanya untuk saya, adiknya satu-satunya.

Hanya saja, memang dia punya kekurangan lain yang kadang ngeselin, salah satunya cerewet, suka ngatur, khas anak perempuan pertama yak, hahaha. 

Ah begitulah, tulisan malam ini nggak jelas banget ya. Mungkin ungkapan rasa kangen saya akan kakak saya satu-satunya.

Dan saya ingin mengobati rasa kangen itu dengan mengenang masa kecil kami, si Jouke dan Reyne yang bagai tak terpisahkan.


Surabaya, 11-01-2025

2 komentar :

  1. Ternyata mba Rey pernah melanglang buana hingga minahasa. Pastinya merupakan pengalaman yang tidak terlupa ya mba. Kalo sekarang namanya jadi nama para artis tuh

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)