Ketika Ibu Membela Hak Anak Dinilai Aneh Ketimbang Menelantarkan Anak

stop normalisasi penelantaran

Sungguh aneh dunia zaman sekarang, di mana seorang ibu yang membela hak anak malah dinilai aneh ketimbang ayah yang menelantarkan anaknya.

Ini saya sadari ketika beberapa kali mendapatkan komentar yang menurut saya agak aneh bin lucu.

"Sepertinya kamu berharap banget ayahnya akan menafkahi anak-anakmu ya, Mbak?"

"Lah, emangnya kamu pikir ayahnya akan sadar dan menafkahi anak-anaknya, Rey?"

"Memangnya kamu pikir, dengan ke polisi, ayahnya anakmu akan mau menafkahi anaknya?" 

Dan semacamnya.

Yang jujur banget nih, bikin saya ternganga lebar, mengerjapkan mata berkali-kali, memegang kepala yang puyeng saking tidak bisa mencerna perkataan demikian.

I mean, seriously?

Dari bahasanya kok, berasa sikap melawan penelantaran anak itu kayak salah gitu. Dan penelantaran anak itu adalah hal yang biasa.

Uwwwoooowwwwww!

Saya nggak tahu ya, mungkin temans yang mengatakan seperti itu punya luka batin pernah menjadi korban penelantaran di masa lalu.

Dan mungkin juga saya termasuk manusia yang beruntung tak merasa kalau saya jadi anak terlantar di masa lalu.

Sehingga, sikap saya dalam menghadapi penelantaran tuh adalah melawan!.

Sementara beberapa teman mungkin mengikhlaskan, tapi memendam luka, lalu menghabiskan waktu untuk ketriger dan memaksa orang lain wajib sama dengan apa yang dia lakukan.

Memang sih, kalau saya pikir-pikir, sesusah-susahnya hidup saya di masa kecil, se tidak harmonisnya orang tua saya, tapi entah mengapa saya tidak pernah merasa ditelantarkan.

Mungkin karena bapak saya yang suka memukul saya, memaki bahkan mengancam saya itu, pada akhirnya jadi sangat menghormati semua pilihan dan keputusan anaknya.

Sikap bapak tersebut mungkin bikin saya bisa mengartikan bahwa itu adalah gambaran cinta bapak kepada saya.

Jadi, saya bisa belajar menerima masa lalu, tak merasa jadi korban penelantaran, dan karenanya saya tak mau anak-anak saya merasakan hal yang tidak lebih baik dari saya.

Bapak saya yang galak itu, bahkan masih ingat kami anak-anaknya, ketimbang bapakeh anak-anak saya. Yang bikin saya tidak tinggal diam, semua hal saya tempuh untuk menyeret manusia pengecut tau tanggung jawabnya.


Seharusnya (dalam POV saya ya), melihat perjuangan saya, para ibu atau perempuan lain mendukung dengan baik. 

Mengapa?.

Pertama sebagai women support women.

Kedua sebagai sikap nyata melindungi anak/keponakan/keluarga perempuan kita di masa mendatang.

Maksudnya gimana tuh?


Masih ingat kan teori tentang anak-anak meniru orang tuanya?.

Dan sepengalaman saya, pelaku penelantaran yang pengecut itu, punya orang tua yang juga sama persis sikapnya dengan dia. Bahkan terbukti anak-anak lelaki di keluarganya ya punya sifat yang sama, seenaknya menelantarkan anak-anaknya begitu saja.


Pernah nggak sih membayangkan, anak-anak / keponakan / saudara / keluarga kita jatuh cinta dengan anak yang pernah ditelantarkan. Lalu setelah menikah dan punya anak lalu bertemu ujian hidup, seketika ditelantarkan begitu saja.

Bagaimana perasaan kita, kalau anak perempuan kita jadi korban penelantaran dari pasangannya yang memang punya pengalaman ditelantarkan oleh pelaku yang bebas berkeliaran tanpa tahu konsekwensinya.


Ini salah satu hal yang sedang saya lakukan sekarang. Menunjukan kepada anak-anak apa konsekwensi dari manusia pengecut yang tidak bertanggung jawab.

Karenanya, alih-alih menutupi dari anak-anak, saya bahkan curhat tentang usaha-usaha saya dalam memperjuangkan hak mereka dari ayah pengecut yang tidak bertanggung jawab.

Si Kakak bahkan dengan semangat menjadi saksi atas pasal yang dilaporkan ke ayahnya, dan tak pernah berhenti bertanya,

"Mi, kapan dikirim surat penangkapan?"

"Mi, kapan papi di penjara?"


Saya juga selalu sounding ke anak-anak tentang hukum dan alasan saya melaporkan kasus ini di mana saja, bahkan alasan saya menuliskan sikap pengecut ayahnya.

Sehingga saya berharap, si Kakak akan belajar konsekwensi dari semua perjuangan saya. Suatu saat, ketika dia dewasa dan terpikirkan akan menelantarkan anak istrinya. Dia akan berpikir lebih panjang, karena tahu apa konsekwensi seperti yang maminya lakukan.

Jadi, sebenarnya sikap saya ini, melindungi anak-anak perempuan orang di masa depan. Karena saya nggak punya anak perempuan kan. Anak saya akan menikahi anak perempuan orang lain, lalu akan menjadi salah satu penyebab anak perempuan itu bahagia atau malah terdzalimi?.

Sudah mengerti kan, mengapa saya tidak hanya sibuk cerai abis itu malah sibuk berkutat dengan tanggung jawab anak-anak seorang diri.


Kan sama aja Rey?.

Nggak sama!.


Ketika masih terikat pernikahan, anak-anak masih menjadi tanggung jawab ayah dan ibu. Sedang ketika sudah bercerai, anak-anak menjadi tanggung jawab pihak ortu yang meminta hak asuh.

Misal, ibu yang minta hak asuh, ketika ibu nggak mampu menafkahi anak dan anak akhirnya terlantar, yang akan dikenakan UU penelantaran anak ya ibu, sementara ayah tidak.

Sedangkan, ketika masih ada pernikahan, ketika ibu tak sanggup lagi menafkahi anak, sehingga anak terlantar. Maka yang bertanggung jawab ya ayah dan ibu.

Jadi gitu ya, kenapa harus heran dan terkesan meremehkan sikap perlawanan seorang ibu ketika anaknya ditelantarkan ayahnya?.

Seharusnya di-support dong, agar tidak lagi menambah daftar panjang anak-anak yang tumbuh dengan menanggung luka batin penelantaran oleh ayahnya.

Support lah sikap perlawanan seorang ibu, agar tidak menambah daftar panjang anak-anak korban penelantaran lalu berubah jadi pelaku penelantaran juga di masa mendatang.

Stop normalisasi penelantaran anak oleh ayahnya.   

Yang aneh dan harus dijulidin itu pelaku penelantaran, bukan orang yang memperjuangkan haknya dan anak-anaknya.

Begituh.


Surabaya, 15 Januari 2025

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)