Pengalaman Bikin Sertifikat Tanah Melalui PRONA/PTSL Part 01

bikin sertifikat tanah dengan prona ptsl

Jadi, sehari sebelum ramadan kemarin, saya masih sibuk ke sana ke mari, termasuk keluar masuk hutan demi mengurus pembuatan sertifikat tanah milik ortu yang dihibahkan ke kami, anak-anaknya.

Hal ini berkenaan dengan adanya program pemerintah tentang PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) dan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

Kedua program ini merupakan program sertifikasi tanah gratis dari pemerintah, yang mana keduanya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah masyarakat.

Tentunya program ini disambut gembira oleh masyarakat, karena jika hendak mengurus sertifikat tanah secara mandiri, tentunya dibutuhkan biaya yang mencapai jutaan. Apalagi kalau berada di daerah yang 'apa-apa dikasih duit' (if you know what i mean).

Lalu apakah pembuatan sertifikat melalui PRONA atau PTSL ini benar-benar gratis?. Oh tentu tydack, hehehe.

Ada biaya yang dikenakan sebesar 350 ribu (sepertinya ini berbeda tergantung wilayah atau daerah) per sertifikat yang meliputi biaya administrasi, pajak dan lainnya.

Tapi menurut saya, biaya tersebut masih wajar sih, karena masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan biaya apapun. Bahkan foto copy data diri, materai yang hingga 3 per sertifikat dan lainnya, sudah ditanggung.

Dan masyarakat tidak wajib menyiapkan apapun lagi buat petugas pengukuran, kecuali atas keinginan sendiri, misal menyediakan minum (serius, ini kegiatan yang berat banget menurut saya, hehehe).


Tentang Perbedaan PRONA dan PTSL

Mengapa saya menulis judulnya PRONA/PTSL?, karena menurut kakak saya, ini PRONA tapi pas antri di tempat pengurusan sertifikat ini, ada keterangan yang ditulis 'Pengurusan PTSL'.

Jadi kan saya bingung, ini PRONA atau PTSL?.

Tapi kalau liat di beberapa website lainnya, sebenarnya PRONA dan PTSL ini hampir sama. Sama-sama pengukuran tanah masyarakat.

PRONA adalah legalisasi aset tanah masyarakat atau proses administrasi pertanahan, mulai dari ajudikasi, pendaftaran tanah, hingga penerbitan sertifikat tanahnya. Program ini diselenggarakan oleh Kementerian ATR/BPN ( Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional).

Program ini juga bertujuan mempercepat pemenuhan hak dasar rakyat agar mendapat kepastian hukum kepemilikan tanah.

Sedangkan PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya, yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari tingkat desa/kelurahan dan setingkat lainnya.

Dengan program ini, pemerintah ingin memberikan jaminan kepastian hukum atas hak tanah yang dimiliki masyarakat. Dan nama lain dari PTSL ini adalah sertifikasi tanah.

Perbedaan yang paling mendasar dari kedua program ini terletak pada pelaksanaan dan sistem pendataannya.

PRONA dilakukan secara menyebar dari desa hingga kota, namun tanah yang diukur hanyalah tanah yang terdaftar saja. Atau dengan kata lain, PRONA dijalankan dengan permintaan masyarakat untuk mengukur tanahnya agar dibuatkan sertifikat, dan tentunya tanah tersebut bisa diukur (tidak sedang terlibat sengketa atau lainnya).

Sedangkan PTSL dilakukan berdasarkan wilayah, misal dari desa ke desa lainnya, jika dari kota ya ke kota lainnya. Dan pengukurannya serempak. Maksudnya, untuk PTSL, semua tanah didata secara sistematis, meski tidak terdaftar, tanah tersebut akan tetap diukur demi kebutuhan pemetaan tanah.


Alasan Mengikuti PRONA / PTSL

Ceritanya, bapak punya beberapa bidang tanah di desa yang dibelinya dari beberapa orang. Setelah beliau meninggal, otomatis tugas menghibahkan ke anak-anaknya adalah mama. 

Nah kebetulan banget ada program ini, jadinya mama semangat banget untuk bisa ikutan, sekalian bisa membagikan warisan ortu berupa tanah kepada anaknya secara jelas.

Mama kepikiran, takutnya mungkin ortu yang duluan berpulang, lalu anak-anaknya malah bingung atau malah rebutan tanah, hahaha (astagfirullah).

Jadinya off course, program ini disambut gembira olehnya.

Sayangnya, sejak bulan Oktober 2024 menanti, belum juga ada kabar-kabar petugasnya datang. Ternyata Maha Kuasa Allah, sepertinya memang waktunya di-pas-in banget dengan kepulangan saya. Karena kalau nggak ada saya, entah mama saya apakah bisa mengikuti petugas untuk mengukur tanah tersebut.

Masalahnya adalah, tanah tersebut memang dulunya bersih, setelah dibeli secara tidak sengaja (kata mama dipaksa orang yang butuh duit buat beli tanah itu, hahaha). Ketika itu bapak masih ada, dan seketika sama bapak dibersihkan, dan dikasih pagar sebagai pembatas dengan tanah orang.

Sayangnya setelah bapak meninggal, udah nggak ada deh yang bisa bersihin. Mau nyuruh orang juga harus dijagain, mencari jasa orang yang terjangkau dan amanah di sini memang agak sulit.

Lalu, tanah tersebut menjelma jadi hutan dong, hahaha.

Kebayang kan, kalau cuman mama saya, yang bisa dibilang udah sepuh, kalau jalan juga udah susah karena lututnya sakit, harus keluyuran di hutan untuk mengikuti proses pengukuran tanah tersebut.

Apalagi beberapa bidang tanah tersebut belum jelas pembagiannya dengan saudara bapak lainnya, karena mereka beli bareng. Ada juga tanah yang dibeli secara berkala, sebagian belum ada sertifikatnya, sebagian lagi (katanya) sudah ada sertifikat pemiliknya sebelumnya, yang sayangnya belum dipecah, bahkan ketika ditanyakan tuh sertifikat, katanya sedang ada di bank karena digadaikan (astagfirullaaaahhhh). 

Dan yang paling sulit adalah, karena informasi yang diterima masyarakat sangat minim, jadinya untuk seorang lansia agak sulit untuk bisa mengerjakannya sendiri.

Alhamdulillah, ternyata salah satu alasan saya pulang, ya demi ini juga.  


Cerita Pengukuran Tanah dengan PRONA/PTSL

Ceritanya memang ini dilakukan secara mendadak. Meski mama sudah cerita kalau dia sedang menanti petugas yang ukur tanah, tapi belakangan mama bilang, sepertinya tidak jadi, karena pengukuran yang ada adalah untuk perumahan atau tanah yang dibangunkan sebuah rumah.

Jadi, ketika beberapa hari lalu tetangga mama yang merupakan saudara sepupu saya, anak kakaknya bapak sibuk mengurus pengukuran dan sertifikat tanahnya. Lalu beberapa orang juga datang ke rumah untuk minta tanda tangan kakak saya yang terpaksa diwakilkan ke saya, sebagai pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah mereka. Kami hanya bisa terdiam saja.

Ye kan, memang tanah yang akan diukur ini nggak ada rumahnya, masuk kategori perkebunan atau pertanian, meski kondisinya hutan, hahaha. Jadi sudahlah.

Eh tapi, di hari Selasa lalu, tiba-tiba kakak saya menelpon dan meminta saya untuk mengukur luas salah satu tanah milik bapak. Meski sedikit shock, karena pegimana cara ukurnya kan, kagak punya meteran. Tapi akhirnya saya lakukan juga secara manual dengan menggunakan tali bersama si Kakak.

Mengapa diukur dulu? karena menurut kakak saya, ada syarat batas maksimal luas tanah untuk dijadikan satu sertifikat. Jadi saya harus memastikan dulu tanah tersebut apakah bisa dijadikan 1 sertifikat saja, biar tidak melebihi dana yang sudah disiapkan.

Tapi, ketika saya googling, emang nggak ada syarat batas maksimal demikian. Dan akhirnya kami pasrah saja menunggu waktu pengukuran keesokan harinya.

Alhamdulillahnya, di hari Rabu, kakak saya datang bersama suaminya. Happy dong saya, setidaknya ada yang bantuin ngawasin pengukuran, karena saya nggak tahu pasti di mana batas-batasnya. Hanya mama yang tahu, tapi mama kan udah sepuh, kasian juga kalau harus ikut keliling untuk nunjukin batasnya.

bikin sertifikat tanah dengan prona ptsl

Tapi ternyata, aktifitas kami jadi lebih banyak, karena tanah lainnya yang harus diukur itu penuh semak belukar, dan harus ditentukan dulu batasan dengan saudara bapak. Alhasil, saya harus ikutan mereka masuk semak belukar, mengukur luasan tanah yang sampai 1 hektar itu. 

Setelah diukur masing-masing sisinya, kami menemukan kenyataan kalau bentuknya nggak beraturan, seperti jajaran genjang. Dan berikutnya kami memaksa otak untuk menghitung luasan jajaran genjang, mencari titik batas jika dibagi 2 tapi bentuknya bagian lainnya adalah L.

Menyala otak dan kaki akoohh, hahahaha.

Setelah diukur, masalah berikutnya datang. Saya kan nggak tahu, mereka ukur tanah itu pakai apa?. Sebagai anak teknik sipil, saya kenal alat ukur tanah tuh semacam theodolite atau total station. Dan seingat saya, untuk menggunakan alat itu, lokasi pengukuran harus bersih dari semak belukar.

Akhirnya, kakak saya dan suaminya memaksakan diri untuk memotong semak belukar yang banyak itu, itupun mereka berbekalkan saya yang mengira-ngira garis lurus yang nyambung per titik.

Saya gunakan kompas dari bawaan smartphone, tapi sayangnya awalnya saya salah baca, mengakibatkan kakak saya dan suaminya harus memotong lebih banyak semak belukar, wakakakaka.

Beruntung, petugas pengukuran dari BPN Kabupaten sudah tiba di lokasi satunya, mamapun memanggil kami untuk menemani petugas.

Secepat kilat saya lari dan terengah-engah menyusul petugas itu, dan setelah bertemu, giliran kami yang ngakak.

Ternyata mereka menggunakan alat topografi GPS Geodetic. Di mana alat itu tidak membutuhkan lahan yang bersih dari semak belukar secara horizontal, tapi sangat butuh bersih dari pepohonan secara vertikal.

gps geodetik
sumber:kucari.com

Karena alat ini, butuh bantuan satelit untuk bisa menangkap titik kordinat yang mereka ukur.

Jadi, sia-sia dong kakak saya dan suaminya sibuk membersihkan semak belukar yang gegara saya salah kasih intruksi, nyaris separuh lahan mereka bersihkan, wakakakakakak.

Singkat cerita, saya dan kakak mengikuti petugasnya untuk mengukur setiap titik sudut tanah tersebut. Dan di beberapa sudut ternyata berada di bawah pohon yang sangat rimbun. Tentu saja alatnya tak mampu menangkap sinyal titik kordinat tersebut.

Demi membuat si petugas mau berkorban sedikit, saya berinisiatif masuk ke semak belukar untuk mencari titik yang memungkinkan diambil dan alatnya bekerja.

Syukurlah, melihat saya perempuan aja masuk semak belukar, akhirnya dia juga mau mengikuti saya, dan Alhamdulillah alatnya bisa bekerja.

bikin sertifikat tanah dengan prona ptsl

Selanjutnya, kegiatan pengukuran berlangsung dengan lancar, dan tepat di pukul 5 sore, ketiga lahan yang harus diukur, selesai dikerjakan.


Cerita Mengurus Sertifikat Tanah Dengan PRONA / PTSL

Malamnya, tubuh saya yang memang tidak terbiasa banyak gerak dan jalan di alam bebas gitu, benar-benar lemas. Sehingga selepas makan malam saya langsung masuk kamar dan pengen bobok.

Eh ternyata kakak saya nelpon, memberitahukan bahwa besok ada pengukuran lagi, dan malam itu saya harus ke rumah petugas buat urus surat-suratnya agar sertifikatnya bisa diterbitkan.

Dengan berat hati sayapun mengikuti perintah kakak dan dalam sekejap sudah berada di rumah petugasnya. Ternyata di sana sudah ada banyak orang, dan beberapa di antaranya terlibat cekcok batas dan kepemilikan tanah, hehehe.

Saya lalu diberi 3 format yang harus diisi, karena memang tanah yang diukur siang tadi, akan dijadikan 3 sertifikat.

Dan begitulah, malam itu tangan saya gempor karena harus mengisi data yang lumayan banyak sebanyak 3 kali pulak.

Tak lupa laporan ke kakak saya, bahwa siangnya kaki gempor, malamnya tangan gempor, hahaha.

Setelah pengisian lengkap, sayapun diberi tugas untuk meminta tanda tangan beberapa saksi batas tanah tersebut. Dan karena waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, nggak mungkin juga saya ketuk pintu orang-orang untuk minta tanda tangan. Akhirnya ditunda sampai besok, dengan catatan nggak boleh lewat dari pukul 11 siang.

Keesokan harinya, kakak saya kembali datang, tapi mereka hendak mengurus lokasi tanah lain yang rencananya akan diukur hari itu. 

Terpaksa deh saya yang ke sana ke mari minta tanda tangan.

Pertama-tama, saya harus menempuh jarak 20 KM untuk minta tanda tangan adik sepupu yang tanahnya berbatasan dengan tanah pengukuran kemarin.

Setelahnya ditemani mama, saya meminta tanda tangan lainnya. Syukurlah, sebelum pukul 11 semua tanda tangan sudah lengkap, dan seketika saya meluncur ke rumah petugasnya untuk setor data.

Setelah diperiksa dan dinyatakan lengkap, baru deh membayar sebesar 350ribu per sertifikat. Dan setelahnya kami harus menunggu sertifikatnya jadi baru bisa diambil.


Demikianlah cerita pengukuran sertifikat tanah hibah dari ortu kepada kami anak-anaknya melalui PRONA/PTSL, masih ada cerita drama pengukuran di lokasi lain yang akan saya ceritakan soon.

Menurut saya, program pemerintah ini bagus banget untuk disambut dengan baik, meskipun i know maksud pemerintah, biar pada bayar pajak tanah kan? hahaha.

Tapi dengan demikian, status kepemilikan tanah lebih kuat secara hukum, dan sulit untuk diklaim pihak yang tidak bertanggung jawab.

Jadi, adakah teman yang ikut memanfaatkan program pemerintah ini?


Elweel, 02-03-2025

Sumber:

  • https://dero.desa.id/artikel/2023/11/3/perbedaan-prona-dan-ptsl-wajib-tahu-sebelum-beli-tanah diakses 02-03-2025

Gambar: Canva, kucari dan dokpri

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)